TRIBUNJATIM.COM - Tengah viral di media sosial surat pernyataan biaya masuk Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran Bandung Rp 350 juta.
Surat kesanggupan pembayaran itu pun panen komentar.
Warganet juga menyoroti rincian biaya yang harus dibayar calon mahasiswa.
Itu seperti yang terlihat dari unggahan akun Tiktok @almairahaaa._00 pada Rabu (18/6/2025).

Dalam unggahan itu, akun tersebut membagikan foto surat pernyataan kesanggupan membayar biaya seleksi masuk dan biaya pendidikan jika diterima di Universitas Padjajaran tahun 2025.
Total biaya yang harus dibayarkan calon mahasiswa baru Fakultas Kedokteran tersebut adalah Rp 305 juta.
Angka Rp 305 juta itu terdiri dari beberapa hal.
Yaitu Uang Kuliah Tinggal (UKT) sebesar Rp 15.000.000.
Iuran Pengembangan Institusi Rp 190.000.000 dan Sumbangan Sukarela Pendidikan senilai Rp 100.000.000.
Sementara itu, pengunggah saat ini masih dalam seleksi penerimaan tersebut.
Banyak warganet yang mendoakan pengunggah agar diterima di kampus pilihannya.
Baca juga: Pantas Guru Sekolah Swasta Resign Massal, Bayar Rp 500 Ribu Jika Kerja Buruk hingga Asuh Anak Kepsek
@meme dinar "semoga di mudahkan di lancarkan proses kuliahnya sampai ppds kak."
@Andi'S "Sumbangan 100jt bukan sukarela tpi sukaduka"
@Lia "305jt dh bisa buat buka usaha dpn gerbang unpad tuh kak"
@kasus "anj** ternyata keterima di Universitas Negeri bayarnya ttp segede itu? ngeri bgt,mana unpad cita⊃2; gw bgt"
Dilansir dari sejumlah sumber, biaya Kedokteran Gigi di Universitas Padjajaran (Unpad) berbeda-beda sesuai jalur masuk dan UKT.
Untuk biaya UKT per semester berkisar Rp 500 ribu hingga Rp 15 juta.
Biaya itu berlaku bagi mahasiswa yang diterima melalui jalur SNBP dan SNBT.
Sedangkan untuk jalur Mandiri, biaya UKT bisa mencapai Rp 20 juta.
UKT dibayarkan setiap 6 bulan atau 1 semester.
Kemudian ada biaya Iuran Pengembangan Institusi atau Dana Pengembangan sebesar Rp 190 juta.
Baca juga: Beasiswa Ditilap Dosen, Mahasiswi Dipaksa Ganti Rugi Rp 4,8 Juta karena Putus Kuliah: Uang dari Mana
Sementara itu, sebelumnya besarnya pungutan bermodus sumbangan yang diminta manajemen SMAN 2 Mejayan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur (Jatim), dikeluhkan sejumlah orang tua murid.
Terlebih besarnya sumbangan tersebut ditentukan secara sepihak meski melalui rapat dengan Komite SMAN 2 Mejayan di pertengahan tahun 2024.
Sumbangan yang dibebankan pihak sekolah kepada orang tua bervariasi, mulai Rp500.000 hingga Rp1,5 juta.
Tiga orang tua murid SMAN 2 Mejayan yang ditemui di Kota Caruban, Senin (2/6/2025), berinisial ED, MS dan AG mengaku keberatan dengan besarnya sumbangan yang dibebankan kepada orang tua murid.
Ketiganya meminta nama lengkapnya tidak ditulis, karena khawatir anaknya yang masih sekolah di SMAN 2 Mejayan akan menjadi korban intimidasi.
Padahal sesuai Pasal 12 huruf b Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, peraturan ini melarang komite sekolah melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya, baik secara kolektif maupun perseorangan.
Pungutan bermodus sumbangan ini, kata ED, bermula saat orang tua murid diundang Komite SMAN 2 Mejayan pertengahan 2024 di aula sekolah tersebut.
Setelah berkumpul, seluruh orang tua murid diberikan paparan yang intinya SMAN 2 Mejayan akan membangun masjid dan perbaikan lapangan.
"Setelah itu diputuskan walaupun saya rasa itu sepihak karena dari wali murid merasa keberatan kalau iuran untuk kelas X sebesar Rp 1,5 juta, kelas XI Rp 750.000 dan kelas XII sebesar Rp 500.000," ujar ED.
Dari pertemuan itu, jelas ED, dirinya sempat menawar agar kelas X hanya dibebani Rp500.000 saja.
Tetapi kenyataannya tidak ada respon dan sekolah tetap menarik sebesar Rp1,5 juta.
Selain itu banyak yang terlanjur membayar uang sumbangan tetapi tidak mendapatkan kuitansi pembayaran.
"Saya pernah menghubungi pihak komite kalau keberatan," tutur ED.
"Tetapi disuruh datang ke sekolah dan membuat surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari pemerintah desa/kelurahan," jelasnya.
Ia mendapatkan informasi bila menggunakan SKTM, orang tua siswa tetap dibebani membayar Rp750.000.
Baca juga: Sosok Puji Undip Viral Jual Kisah Sedih Tak Mampu Bayar UKT, Uang Donasi Rp 40 Juta Malah Buat Dugem
Semestinya kalau sudah membawa SKTM, orang tua siswa tidak lagi dibebani untuk membayar uang sumbangan tersebut.
Senada dengan ED, orang tua murid lainnya, MS menyatakan, sejatinya rata-rata wali murid keberatan dengan keputusan pembayaran sumbangan untuk aneka keperluan SMAN 2 Mejayan.
Namun, orang tua murid memilih bungkam lantaran khawatir anaknya akan mendapatkan intimidasi dari pihak sekolah.
"Rata-rata keberatan semua. Saya mendapatkan keluhan dari wali murid. Mereka merasa tidak mampu. Sebenarnya mereka tahu pungutan itu tidak boleh. Tetapi orang tua mau mbengok (teriak) tidak berani karena anaknya sekolah di situ."
"Takutnya nanti anaknya kena diintimidasi. Bagi saya itu pungli. Cuma banyak yang tidak berani omong," ujarnya.
MS merincikan uang sumbangan digunakan untuk membayar kekurangan gaji guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap sebesar Rp217 juta, kegiatan kesiswaan Rp45 juta, kegiatan kurikulum sekitar Rp30 juta, kegiatan humas sebesar Rp10 juta.
Lalu, kegiatan rapat pleno wali murid sekitar Rp19,3 juta, sewa kursi Rp1,3 juta, lanjutan pembangunan tahap kedua sekitar Rp180 juta, pembangunan masjid tahap satu sekitar Rp452 juta dibebankan kepada wali murid dengan total sebesar Rp955 juta.
Baca juga: Mahasiswa Kehilangan Rp 1,2 M karena Tergiur Bayar UKT Tanpa Antre, Pelaku Palsukan Slip Pembayaran
MS mengatakan, anaknya sempat mendapatkan intimidasi.
Bila tidak membayar uang sumbangan tersebut, ia tidak akan mendapatkan nomor ujian.
Lalu anaknya menyatakan kepada wali kelas bila orang tua belum sanggup membayar.
Selanjutnya, wali kelas menanyakan waktu wali murid akan membayar sumbangan tersebut.
Ia menceritakan, tetangganya sempat meminta SKTM kepada pemerintah desa untuk keringanan pembayaran sumbangan di SMAN 2 Mejayan.
Namun, pemerintah desa enggan meneribitkan SKTM lantaran menilai sumbangan tersebut sebagai pungutan liar.
Terhadap fakta itu, MS mempertanyakan komitmen Pemprov Jatim yang melarang sekolah memungut atau membebankan biaya pendidikan bagi orang tua siswa.
Pasalnya, negara sudah memberikan biaya operasional bagi seluruh SMA/SMK negeri agar orang tua tidak lagi mengeluarkan dana pendidikan untuk sekolah anaknya.
"Kami berharap tidak ada lagi pungutan yang dibebankan kepada orang tua. Apalagi saat ini kondisi ekonomi lagi sulit."
"Kami sebagai orang tua sangat keberatan dengan pungutan itu," kata MS.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com