TRIBUNJATIM.COM - Sosok Bripda BYA, anggota polisi di Polda Jawa Tengah (Jateng) yang viral di media sosial X.
Anggota polisi itu diduga menipu sejumlah wanita demi melunasi utang pinjaman online (pinjol).
Sebelum kasus ini mencuat, ternyata Bripda BYA sudah punya catatan pelanggaran etik selama bertugas.
Hal itu diungkap oleh Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto.
Baca juga: Nasib Polisi Kombes R usai Lempar Telur Panas ke Karyawan Warkop, Ngamuk Pesanan Tak Sesuai
"Iya anggota tersebut ada masalah sebelumnya (sebelum viral) itu yang menjadi dasar kita. (Masalah etik?) Ada," kata Artanto kepada Tribun Jateng di Mapolda Jateng, Kota Semarang, Kamis (19/6/2025).
Bripda BYA adalah anggota Polda Jateng yang bertugas di Direktorat Samapta (Ditsamapta).
Tugas hariannya adalah mengurus anjing polisi atau K-9 (Canine).
Terlepas dari benar atau tidaknya kasus yang menjerat Bripda BYA, Artanto berpesan kepada anggota Polda Jateng agar jangan sampai melakukan pelanggaran-pelanggaran etik maupun pidana.
Jika mereka terjerat, tegas Artanto, tidak akan ada kompromi bagi mereka.
"Ya kami akan tindak tegas," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Bripda BYA ternyata belum dinonaktifkan dari tugasnya.
Alasannya, Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) masih melakukan penelusuran terhadap viralnya anggotanya tersebut.
Apalagi, informasi tersebut sebatas di media sosial sehingga perlu dibuktikan kebenarannya.
"Sejauh ini juga belum ada laporan resmi dari korban," tutur Artanto.
Penyelidikan yang dilakukan oleh tim Paminal Bidpropam masih sebatas melakukan verifikasi akun penyebar informasi awal tersebut.
Pihak kepolisian juga menelusuri kebenaran adanya korban Bripda BYA.
"Masih berproses harus dibuktikan terlebih dahulu kebenaran informasi tersebut," ujar Artanto.
Pihaknya menargetkan bisa menyelesaikan penyelidikan secepat mungkin.
"Prinsipnya harus segera mungkin tahu kebenaran dari informasi tersebut yang jelas kami bergerak cepat," ungkapnya.
Sebagai informasi, akun X @KangBedah memposting kasus tersebut pada 16 Juni 2025.
Akun tersebut menjelaskan berbagai modus Bripda BYA dalam mendekati perempuan.
Berbagai bukti yang disodorkan dalam postingan itu juga menarasikan bahwa korban akan percuma ketika melaporkan kasus itu ke polisi.
Ia juga menyebutkan telah banyak korban dalam kasus ini sehingga meminta Polda Jateng untuk menindaklanjutinya.
Sementara itu, ulah kasus anggota polisi lainnya juga pernah terjadi di Sulawesi Tenggara.
Anggota polisi arogan membuat warga Kota Palu, Sulawesi Tenggara murka.
Hal tersebut karena polisi berpangkat Kombes Richard B alias R berulah di Warkop Roemah Balkot.
Peristiwa itu terjadi pada Sabtu (14/6/2025).
Kombes R ngamuk lalu melempar telur setengah matang yang masih panas ke arah wajah karyawan warkop inisial CV.
Baca juga: Gegara Pesanannya Tak Sesuai, Polisi Hajar Pegawai Warkop, Lempar Telur Masih Panas ke Mata Korban
Tak hanya itu, Kombes R juga memukul CV di depan pelanggan lainnya.
Aksi Kombes R membuat pelanggan lain tak nyaman, warga Palu yang mengetahui aksinya pun kini resah.
Sementara itu Polda Sulteng masih bungkam saat dikonfirmasi soal kelakuan minus anggotanya tersebut.
Pengakuan Karyawan Warkop Dilempar Telur Panas oleh Kombes R
CV mengaku menjadi korban pemukulan oleh seorang oknum perwira polisi berpangkat Komisaris Besar (Kombes), yang diketahui berinisial R.
Kejadian tersebut sempat menghebohkan pelanggan serta warga sekitar.
Kenapa Insiden Ini Bisa Terjadi?
Masalahnya sepele, telur setengah matang jadi pemicu
Menurut pengakuan CV, Kombes R memesan mi kuah dengan dua butir telur yang dicampur langsung ke dalam mangkuk.
Namun, telur yang disajikan ternyata tidak sesuai dengan harapan sang pelanggan.
"Telurnya dimasak setengah matang, dan mungkin tidak sesuai dengan selera beliau. Tapi saya tidak menyangka reaksinya akan seperti itu," ujar CV.
Lemparan Telur dan Pukulan Mendarat di Wajah CV
CV menuturkan bahwa Kombes R langsung bereaksi dengan cara yang agresif.
Bukan hanya melontarkan protes, sang perwira diduga melemparkan telur panas tersebut ke wajah CV, mengenai area mata.
Tak berhenti di situ, CV juga mengaku mendapat pukulan dari oknum tersebut.
"Saya dilempari telur pesanannya yang setengah matang dan masih panas ke wajah saya dan mengenai mata," ujar CV kepada awak media.
"Lalu saya dipukul di depan pelanggan lain."
Insiden tersebut tentu saja menimbulkan kepanikan dan kecemasan di antara para pengunjung warkop yang tengah menikmati waktu santai mereka.
Kombes R Masuk Daftar Hitam Pelanggan Warkop
Manajemen Roemah Balkot tidak tinggal diam.
Sebagai bentuk solidaritas terhadap karyawan dan sikap penolakan terhadap kekerasan, mereka langsung mengambil tindakan tegas.
Kombes R kini masuk daftar hitam pelanggan dan dilarang kembali ke tempat tersebut.
"Kami tidak mentoleransi tindakan kekerasan dalam bentuk apapun, apalagi terhadap karyawan kami yang hanya menjalankan tugas," ujar salah satu perwakilan manajemen warkop.
Respons Warga Palu
Warga Kota Palu, termasuk pelanggan tetap warkop, menyuarakan keprihatinan mereka terhadap insiden ini.
Banyak yang menyayangkan tindakan sang perwira yang dianggap tidak mencerminkan etika seorang aparat penegak hukum.
"Kejadian ini menyedihkan. Seharusnya seorang Kombes bisa memberi contoh baik, bukan malah bertindak kasar hanya karena makanan tidak sesuai pesanan," ujar Arif, seorang pelanggan yang berada di lokasi saat kejadian.
Polda Sulteng Masih Bungkam
Hingga Senin, 16 Juni 2025, belum ada pernyataan resmi dari Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah terkait peristiwa ini.
Wartawan yang mencoba menghubungi bagian Humas Polda juga belum mendapatkan tanggapan.
Ketidakjelasan ini semakin memicu kemarahan publik yang mendesak agar insiden ini tidak ditutupi dan diproses secara hukum.
Sementara itu publik menuntut agar kepolisian menunjukkan transparansi dan segera menindaklanjuti laporan atas dugaan kekerasan yang dilakukan oleh salah satu anggotanya.
Banyak yang menilai, jika dibiarkan begitu saja, hal ini akan mencoreng institusi kepolisian.
"Kalau tidak ditindak, ini bisa jadi preseden buruk. Siapa pun pelakunya, harus bertanggung jawab secara hukum," ucap Nuraini, warga Palu yang mengikuti perkembangan kasus ini melalui media sosial.
Aparat Harus Jadi Teladan, Bukan Ancaman
Apa yang Bisa Dipetik dari Kasus Ini?
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang pentingnya etika dalam pelayanan dan perlindungan terhadap pekerja sektor informal seperti pelayan kafe atau restoran.
Mereka adalah garda depan dalam interaksi publik yang sering kali menghadapi tekanan, baik dari pelanggan maupun dari kondisi kerja.
Seorang anggota kepolisian seharusnya menjadi contoh dalam menegakkan hukum dan menjaga ketertiban.
Kekerasan atas alasan sepele mencederai kepercayaan masyarakat dan memperburuk citra institusi.
Hingga berita ini diturunkan, korban belum melaporkan kejadian tersebut secara resmi ke pihak berwenang.
Namun, tekanan publik terus meningkat agar kasus ini ditangani secara terbuka dan adil.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com