TRIBUNJATIM.COM - Kejahatan mafia tanah diduga menimpa keluarga almarhum Budi Harjo, warga Kalurahan Maguwoharjo, Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Awal mula kasus diungkap oleh Chrisna Harimurti selaku kuasa hukum Sri Panuntun anak dari almarhum Budi Harjo.
Ia mengatakan, Budi Harjo memiliki sawah seluas sekitar 800 m persegi di daerah Maguwoharjo, Kabupaten Sleman.
Baca juga: Sudah Putus Kuliah Gegara Uang Beasiswa Ditilap Dosen, Mahasiswi Masih Diminta Ganti Rugi Rp4,8 Juta
Pada 2014, Budi Harjo didatangi seseorang berinisial YK.
Orang ini datang dan membujuk agar Budi Harjo menjual sawahnya tersebut.
"Semasa (Budi Harjo) masih hidup, ada orang yang menawarkan mau membeli tanahnya," ujar Chrisna Harimurti saat dihubungi Kompas.com, Rabu (17/06/2025).
"Tapi Pak Budi Harjo enggak mau kalau tanahnya dibeli, kalau tukar guling mau," imbuhnya.
Lalu mereka bersepakat untuk tukar guling.
Chrisna menyampaikan, sawah seluas sekitar 800 meter persegi milik Budi Harjo tersebut masih latter C atau belum sertifikat.
YK seolah-olah membantu mengurus sertifikat sebelum ditukar guling.
"Pak Budi Harjo itu kan buta huruf, jadi dia enggak bisa baca tulis, istrinya, Bu Sumirah, ini juga sama," ucapnya.
"Nah, disodori suatu berkas yang katanya untuk mengurus sertifikat tukar guling, tahunya mereka begitu," kata Chrisna.
Saat itu, Budi Harjo dan Sumirah tidak mengetahui isi dari berkas tersebut sebab keduanya buta huruf.
Keduanya hanya diminta untuk cap jempol dan tidak dibacakan isi dari berkas tersebut.
"Disodorkan perjanjian, tetapi tidak tahu isinya, disuruh cap jempol saja Pak Budi Harjo dan Bu Sumirah."
"Setelah cap jempol tidak dibacakan isinya, katanya Bu Sumirah, begitu," imbuhnya.
YK berdalih akan membantu mengurus dari latter C menjadi sertifikat atas nama Budi Harjo.
Anak dari Budi Harjo, Sri, kemudian ke Badan Pertanahan (BPN) untuk menanyakan terkait sertifikat sawah tersebut.
Saat itu, Sri mendapatkan informasi jika sertifikat sawah sudah terbit.
Sri kemudian berusaha mencari seseorang inisial YK, namun tidak pernah bertemu.
Ia pun kembali lagi datang ke BPN, dan saat itu, oleh BPN, Sri diminta untuk mengajukan duplikat sebagai pengganti sertifikat yang hilang.
"Ya akhirnya mengajukan duplikat," tutur Chrisna.
Dikatakan Chrisna, setelah mengajukan duplikat tersebut, Sri justru dilaporankan ke Polda DIY oleh seseorang berinisial ST.
Sri dilaporkan atas dugaan pemalsuan dokumen dan keterangan palsu.
"Setelah mengajukan duplikat ternyata dia dilaporkan di Polda atas dugaan pemalsuan dan keterangan palsu."
"Jadi enggak tahu, sebenarnya sertifikat itu berada di mana," ungkapnya.
Baca juga: Ormas Kantongi Rp90 Juta per Bulan Hasil Culas, Duduki Bangunan 3 Warga Lalu Disewakan ke Pedagang
Diungkapkan Chrisna, Sri dilaporkan ke polisi oleh seseorang berinisial ST pada tahun 2016 lalu.
Kemudian pada tahun 2022, ia ditetapkan sebagai tersangka.
"Ditetapkan tersangka 2022, belum ditahan, (berkas kasusnya) belum masuk ke Kejaksaan," ucapnya.
Chrisna menuturkan, telah berkirim surat agar ada pemeriksaan kembali.
Ia berharap ada keadilan bagi keluarga almarhum Budi Harjo termasuk anaknya.
Sebab keluarga almarhum Budi Harjo ini merupakan korban.
"Kita sudah berkirim surat untuk diperiksa lagi, dicek kembali kebenaran materiinya."
"Kalau ada kuitansinya, buktikan kuitansinya ada dimana," ungkapnya.
Chrisna mengungkapkan, orang berinisial ST yang melaporkan Sri Panuntun tersebut merupakan pembeli sawah seluas sekitar 800 meter persegi tersebut melalui orang berinisial YK.
Menurut Chrisna, berkas yang disodorkan oleh orang berinisial YK kepada Budi Harjo dan Sumirah bukan hanya untuk mengurus sertifikat.
Namun, berkas tersebut ternyata juga untuk perjanjian pengikatan jual beli (PPJB).
"Ternyata Pak Budi Harjo tidak hanya dibuatkan untuk mengurus sertifikat, tapi dibuatkan PPJB. Di PPJB itu ada uang bunyinya Rp2,3 miliar," tuturnya.
"Pertanyaan besar keluarga, kapan diberikan kepada Budi Harjo. Di rekening mana dan kuitansinya mana, buktinya mana," ucapnya.
Uang sebesar Rp2,3 miliar tersebut, lanjut Chrisna, katanya diberikan secara cash.
Namun, istri Budi Harjo, Sumirah menyatakan, baik dirinya maupun suami tidak pernah merasa menerima atau melihat uang tersebut.
"Mbah Sumirah ditanya, menerima uang tidak? Pernah melihat bentuknya uang enggak? Tidak," tuturnya.
Baca juga: Kecewa Warungnya Hancur Dibongkar, Warga Tak Mau Pilih Dedi Mulyadi Lagi: Cuma Ngonten Doang
Sumirah dan anaknya, Sri, saat ini tengah berjuang untuk mendapatkan keadilan.
Sumirah sampai meminta bantuan Presiden Prabowo Subianto untuk mendapatkan keadilan.
Hal itu disampaikan Sumirah dengan menggunakan bahasa Jawa melalui video yang dikirimkan oleh kuasa hukum Sri, Chrisna.
"Matur kalih Pak Prabowo, nami kulo Sumirah (Pak Prabowo nama saya Sumirah). Kulo (Saya) mau laporan kehilangan sawah."
"Kados pundi nggih Pak Prabowo, kulo nyuwun bantuan Pak Prabowo supados wangsul lemah kulo
(Bagaimana Pak Prabowo, saya meminta bantuan Pak Prabowo supaya tanah saya kembali) ," ucap Sumirah.
"Kulo niku wong boten nduwe, wong bodho boten ngerti etungan, malah diapusi tiyang. Kulo nyuwun bantuan kalih Pak Prabowo.
(Saya orang tidak punya, bodoh soal peraturan, malah ditipu orang. Saya meminta bantuan Pak Prabowo)," lanjut Sumirah.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Kasubbid Penmas Bidhumas Polda DIY, AKBP Verena Sri Wahyuningsih mengatakan masih akan mencari informasi terlebih dahulu terkait kasus tersebut.
"Tak cari info dulu," tutur AKBP Verena melalui chat WhatsApp (WA).