Berita Viral

Alasan Daerah ini Dijuluki 'Setengah Sekarat' oleh Dedi Mulyadi, Padahal Punya Keindahan Alam

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DAERAH SETENGAH SEKARAT - Pesona alam Kabupaten di Jawa Barat. Daerah dengan tingkat pengangguran terendah di Jawa Barat disebut sebagai daerah setengah sekarat oleh Dedi Mulyadi.

TRIBUNJATIM.COM - Media sosial diramaikan dengan video sebuah kabupaten dijuluki daerah setengah sekarat.

Adapun kabupaten tersebut terletak di Provinsi Jawa Barat.

Julukan setengah sekarat dilontarkan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Ucapan tersebut muncul dalam sebuah video berdurasi 48 detik yang beredar luas di media sosial.

Meski disampaikan dengan nada bercanda, sebutan itu menjadi bentuk sindiran dan kritik tajam terhadap kondisi daerah tersebut.

Kabupaten yang dimaksud adalah Pangandaran, sebuah daerah pesisir yang dikenal dengan keindahan alamnya.

Baca juga: 26 Hari Jalan Kaki dari Palembang, Randi Akhirnya Ketemu Dedi Mulyadi Demi Foto, Habis 4 Sandal

Namun juga kerap dianggap tertinggal dalam pembangunan.

Lantas, benarkah Pangandaran layak disebut "setengah sekarat"?

Jika melihat data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, justru terdapat fakta yang mengejutkan.

Pangandaran tercatat sebagai kabupaten dengan tingkat pengangguran terbuka terendah di Jawa Barat, yaitu hanya 1,58 persen.

Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan rata-rata kabupaten/kota lainnya di provinsi ini.

Dari total penduduk Pangandaran yang mencapai 447.270 jiwa pada tahun 2024, hanya sekitar 7.069 orang yang belum memiliki pekerjaan.

Ilustrasi pemukiman warga di Pangandaran, Jawa Barat. (Generated by AI)

Bandingkan dengan Kabupaten Ciamis, tetangga terdekat Pangandaran, yang memiliki tingkat pengangguran terbuka sebesar 3,37 persen.

Sementara itu, Kabupaten Karawang, yang dikenal sebagai kawasan industri dan memiliki Upah Minimum Kabupaten (UMK) tertinggi di Jawa Barat, justru mencatatkan tingkat pengangguran terbuka tertinggi, yaitu 8,04 persen.

Dengan jumlah penduduk sekitar 2,6 juta jiwa, berarti ada lebih dari 210 ribu orang yang masih belum bekerja di Karawang, meskipun daerah tersebut menjadi magnet bagi para perantau dari berbagai penjuru Indonesia.

Namun, tak bisa dimungkiri Pangandaran masih menghadapi tantangan besar dari sisi ekonomi.

Dari sisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku, Pangandaran menempati posisi bawah dengan nilai hanya sekitar Rp15,47 triliun—tergolong rendah dibandingkan daerah-daerah lain di Jawa Barat.

Selain itu, tingkat kemiskinan di Pangandaran juga relatif tinggi.

Data BPS mencatat bahwa 8,75 persen penduduk Pangandaran hidup dalam kemiskinan pada tahun 2024, atau setara dengan sekitar 37.900 jiwa.

Dengan demikian, meski pengangguran rendah, tantangan ekonomi dan sosial di Pangandaran tetap nyata.

Julukan “setengah sekarat” mungkin terdengar keras, tetapi bisa menjadi cambuk untuk meningkatkan kesejahteraan warganya secara menyeluruh.

Baca juga: Pantas Meilanie Polisikan Anak Kandung, Nelangsa Sering Dianiaya, Curhat ke Dedi Mulyadi: Trauma

Sementara itu, Dedi Mulyadi kerap kali menjadi sorotan.

Ia seringkali didatangi oleh masyarakat tak cuma curhat terkait masalahnya, namun juga didatangi karena ingin foto.

Seperti sosok Randi yang bertemu Dedi Mulyadi setelah jalan kaki selama 26 hari.

Ia jalan kaki dari Palembang demi foto dengan Gubernur Jawa Barat tersebut.

Selama perjalanan, Randi menghabiskan empat sandal karena putus.

Adapun Randi merupakan penjual kerupuk di Palembang.

Keinginannya bertemu Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berbuah hasil.

Pasalnya, Randi berjalan kaki dari Prabumulih, Sumatera Selatan nyaris sebulan yakni selama 26 hari untuk menuju kediaman Dedi Mulyadi di Lembur Pakuan.

Kedatangan Randi membuat Politikus Gerindra itu terkejut. 

Pasalnya, Randi berjalan kaki hingga empat sandal jepitnya putus.

"Dari Palembang ke Lembur Pakuan naik apa?" kata Dedi Mulyadi dikutip Tribun Jakarta dari akun YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel, Rabu (25/6/2025).

"Dari Prabumulih, pak, jalan pak," kata Randi.

Baca juga: Dapat Rp 20 Juta, Pemilik Warkop yang Sumpahi Dedi Mulyadi 1 Periode Akhirnya Minta Maaf: Kesal Pak

"Hah, butuh berapa bulan," kata Dedi Mulyadi terkejut.

Randi lalu menjelaskan perjalanan dirinya mulai 21 Mei hingga 15 Juni 2025.

"Dari Prabumulih pak jalan kaki, 26 hari," kata Randi.

Selama 26 hari tersebut, ia melintasi banyak kota.

Mulai dari Baturaja, Martapura, Way Kanan, Kotabumi, Bandar Jaya, Bandar Lampung, hingga Bakauheni. 

"Dari Bakauheni nyeberang ke Pelabuhan Merak. Dari sana jalan kaki lagi, Pak. Kemarin saya Lebaran (Idul Adha) di Serang,” ujar Randi.

Mendengar itu, Dedi Mulyadi menanyakan keinginannya bertemu dirinya.

"Ga capek, Pak? Kakinya ga sakit? 26 hari loh, ada (keperluan apa) bertemu saya?” jawab Dedi.

Rupanya Randi mengaku keinginannya bertemu Dedi Mulyadi hanya ingin berfoto.

"Saya ingin berfoto dengan Bapak,” tutur Randi. 

Dedi kembali bertanya kepada Randi tujuan datang ke Lembur Pakuan. 

Sebab perjalanan 26 hari dengan berjalan kaki bukan sesuatu yang mudah. 

Baca juga: Balasan Dedi Mulyadi saat ada yang Minta Dimas Anggara Dibawa ke Barak Usai Diduga Tampar Kiesha

Namun Randi meyakinkan ia tidak memiliki maksud lain selain berfoto dengan Dedi Mulyadi. 

Sebab pria yang akrab disapa KDM itu di Prabumulih dan Palembang, begitu terkenal. 

"Bapak berjalan kaki pakai sepatu apa? Kan itu panas kalau siang hari di jalan raya?” tanya Dedi. 

Kepada Dedi Mulyadi, Randi mengaku menghabiskan empat sandal karena putus.

"Saya jalan kaki pakai sandal, Pak, habis empat karena putus,” jawab Randi. “Oh…sandalnya rusak?” tanya Dedi. 

"Bukan, Pak. Sandalnya rusak. Karena kaki saya (sebelah) agak cacat. Mata saya juga (kurang) karena lahir prematur. Kalau sepatu ga muat, karena kaki saya lebar sebelah,” ungkap Randi memperlihatkan kakinya yang cacat. 

Selama perjalanan, ia menginap di pom bensin, musala, masjid, ataupun emperan ruko.

Untuk mandi, ia memanfaatkan fasilitas SPBU.

Randi adalah penjual kerupuk keliling di Palembang.

Ia sudah bercerai dan memiliki dua anak. 

Salah satunya, anak perempuan berusia 13 tahun yang tahun ini akan masuk SMP. 

Selama perjalanan anak tersebut dititipkan di rumah saudara.

Untuk mengobati rasa kangen, ayah dan anak ini kerap mengirim pesan di WhatsApp. 

“Saya jualan kerupuk Palembang pak, modal Rp 8.000, dijual Rp 10.000,” ungkap dia.

Takut Pesawat Dedi kemudian menawarkan Randi untuk pulang menggunakan pesawat, namun Randi menolak.

Ia lebih memilih menggunakan bus untuk kemudian dilanjutkan dengan kereta api. 

Ia menolak tiket pesawat karena takut.

Ia khawatir pesawat yang ia tumpangi kecelakaan dan jasadnya tidak utuh. 

“Takut naik pesawat, takut kalau mati hilang jasadnya. Kalau kecelakaan bus kan jasadnya ada jadi bisa dibawa pulang ke Prabumulih, anak masih bisa lihat,” ucapnya sambil tersenyum. 

Dedi pun sempat video call dengan anak dan saudara Randi yang tinggal di Palembang.

Berita Terkini