TRIBUNJATIM.COM - Sekolah Menengah Pertama Negeri atau SMPN 12 Kota Serang, digeruduk puluhan warga calon wali murid, Senin (30/6/2025).
Mereka menggelar gelar aksi unjuk rasa lantaran mensinyalir adanya kejanggalan dalam proses sistem penerimaan murid baru (SPMB).
Aksi unjuk rasa tersebut sempat berlangsung tegang.
Baca juga: Sudah Beli Rumah Rp550 Juta Bayar Cash, Emi Syok Diusir Orang Ngaku Pemilik Sah, Tak Punya AJB
Pantauan Tribun Banten, pada pagi hari pukul 07.00 WIB di lokasi, terlihat puluhan orang tua calon wali murid Kelurahan Pancur, Kecamatan Taktakan, Kota Serang, melakukan aksi protes.
Mereka resah lantaran anak mereka tidak diterima karena zonasi di sekolah SMPN 12 Kota Serang.
Mereka memprotes sistem SPMB yang dinilai tidak adil, terutama terkait zonasi wilayah.
Warga yang hadir menuntut agar aspirasi mereka segera ditanggapi.
Rido Rinata selaku salah seorang peserta aksi unjuk rasa mengancam, para pendemo akan melakukan penutupan registrasi sampai calon murid diterima.
Para orang tua murid bahkan mengancam akan menutup gerbang, dan menghentikan proses registrasi siswa baru jika tuntutan mereka tidak direspons sekolah.
"Kalau tidak diterima, kita akan lakukan aksi sampai diterima," kata Rido.
"Kami ingin diterima aspirasi dan tuntutannya, jika belum diterima, kami akan bertahan sampai dipenuh," ujar Rido yang juga alumni SMPN 12 Kota Serang, saat memimpin aksi.
"Yang tidak terima anaknya tidak masuk sini, yuk kita dialog, kalau diterima. Kalau tidak diterima, kita akan lakukan aksi sampai diterima," lanjutnya.
"Hari ini izin ke pihak sekolah, jangan terima registrasi pada hari ini, sampai semua," imbuh Rido.
"Untuk bapak-bapak yang sudah datang, mohon ditahan dulu sampai besok bisa registrasi bareng dan diterima anaknya di SMPN 12," pungkas dia.
Menyusul aksi unjuk rasa puluhan orang tua calon siswa di depan gerbang SMPN 12 Kota Serang, pihak sekolah akhirnya memberikan klarifikasi.
Pihak sekolah buka suara terkait dugaan kejanggalan dalam sistem SPMB, Senin.
Kepala SMPN 12 Kota Serang, Joko Gunadi, meminta para orang tua untuk tetap tenang dan tidak salah paham terhadap pelaksanaan PPDB.
Ia menegaskan bahwa proses pendaftaran dilakukan sepenuhnya oleh orang tua atau calon siswa secara mandiri.
"Sekolah tidak melakukan pendaftaran atau menginput data."
"Semuanya dilakukan langsung oleh orang tua atau calon peserta didik melalui sistem yang sudah disiapkan pemerintah," jelas Joko.
Baca juga: Anak Masuk SMK, Mustoyo Aktifkan Kembali Pajak Motor yang Nunggak 11 Tahun: Biasanya Buat ke Sawah
Joko juga mengungkapkan bahwa daya tampung sekolah sangat terbatas.
Berdasarkan aturan yang berlaku, satu kelas hanya boleh diisi maksimal 32 siswa.
Namun, saat ini SMPN 12 Kota Serang telah menampung hingga 38 siswa per kelas.
"Kami hanya bisa menerima total 266 siswa baru tahun ini. Ini sudah melebihi kapasitas normal," tambah Joko.
Aksi unjuk rasa juga dilakukan ratusan orang tua calon murid yang menggeruduk SMAN 3, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (26/6/2025) lalu.
Ratusan orang tua calon murid tersebut protes lantaran anak mereka yang telah mendaftar lewat jalur domisili tak diterima.
Padahal jarak antara sekolah dengan tempat tinggalnya sangat dekat.
Aksi tolak sistem SPMB itu pun berlangsung ricuh.
Kericuhan terjadi ketika ratusan orang tua tersebut dihalangi beberapa guru di depan sekolah saat akan menemui panitia penyelenggara SPMB.
Keributan pun berangsur mereda usai petugas kepolisian dan TNI menenangkan mereka.
Baca juga: Kaget Anaknya Tidak Naik Kelas, Orang Tua Siswa Curiga Ada Dendam Pribadi Sang Guru, Kepsek Bantah
Salah satu orang tua, Jono Subagio, mengaku kecewa setelah anaknya tak diterima di SMAN 3 Curug.
Padahal jarak antara rumahnya dengan sekolah hanya terpaut 130 meter.
Dia mengatakan, banyak calon siswa yang jaraknya lebih jauh dari sekolah justru diterima.
Calon siswa tersebut diterima dengan alasan nilai rata-rata rapornya lebih tinggi dari nilai anaknya.
"Anak saya mau masuk sekolah di sini, sedangkan saya di sini domisili bisa dibilang paling terdekat, bisa dihitung paling 100 sampai 130 meter," kata Jono, dilansir dari Tribun Tangerang.
Ia meminta, seharusnya pihak sekolah lebih mengutamakan domisili ketimbang nilai rapor.
"Saya sudah daftar untuk domisili data sama RT ternyata hasilnya nihil, harusnya utamain dong domisili, jangan pakai alasan nilai lah," tutur dia.
"Harusnya panitia mengerti, wilayah mana dulu dipentingkan, jangan yang dari Cikupa, Tigaraksa, bisa masuk," tambah Jono.
Orang tua murid lainnya, Ropi Azhari mengatakan, terdapat 80 calon siswa yang berdomisili di Desa Kadu Jaya, Kecamatan Curug, ditolak pihak sekolah.
Ropi mengatakan, para orang tua calon murid menolak aturan SPMB diterapkan.
Dia berharap, pihak sekolah bisa mendahulukan warga yang berdomisili paling dekat.
"Kalau di Kadu Jaya itu yang daftar ke SMAN 3 ada 80 orang, tapi hanya ada beberapa doang yang masuk," katanya.
"Harapan warga itu masuk sekolah tidak diukur dengan nilai karena yang saya tahu sekolah ini menerima berdasarkan domisili," ungkap Ropi.
Baca juga: Jono Kecewa Anaknya Tidak Diterima SPMB Jalur Domisili, Padahal Jarak Rumah ke Sekolah 130 Meter
Di sisi lain, Humas SMAN 3 Curug, Sardi menjelaskan, penerimaan SPMB di tahun 2025 ini ditentukan beberapa faktor.
Selain jarak rumah, pihak sekolah juga akan mengukur nilai rata-rata rapor serta indeks satuan sekolah asal murid dalam menentukan tingkat kelolosan pendaftaran jalur domisili.
"Tahun lalu menggunakan jarak dengan zonasi, saat ini berubah mengganti domisili, tetapi yang dilihat adalah nilai," kata Sardi.
"Walaupun rumahnya di sini sih, andaikata namanya Joni, tapi nilainya hanya 75. Sedangkan andaikata Dian rumahnya di Vila Pasundan Curug adalah 90, itu Dian yang akan masuk," jelas dia.
"Kan sudah beberapa kali seperti itu," paparnya.