Poin Penting:
- Hafid adalah dokter THT lulusan UI, Singapura, dan Italia.
- Ia kehilangan istri dan anak dalam kecelakaan, membuatnya frustasi.
- Sejak itu, ia meninggalkan karier dan tinggal di bawah jembatan di Demak.
- Hafid memilih hidup sederhana karena menemukan ketenangan batin.
TRIBUNJATIM.COM - Pilu seorang dokter bernama Hafid yang awalnya merupakan lulusan UI yang pernah melanjutkan studi ke Italia.
Dokter pria bernama Hafid itu muncul dalam YouTube Sinau Hurip yang akhirnya kisahnya menjadi sorotan.
Dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT) itu sebenarnya adalah dokter lulusan Universitas Indonesia dan Singapura.
Kehidupan Hafid yang dulunya penuh prestasi dan keberhasilan dalam dunia medis berubah drastis setelah kehilangan istri dan anak tunggalnya.
Dalam tayangan YouTube Sinau Hurip yang dipandu oleh Sukaryo Adiputro atau Adi, Hafid menceritakan kisah hidupnya yang kini tinggal di bawah kolong jembatan di kawasan Kadilangu, Demak.
Ia telah menjalani kehidupan tersebut selama sembilan tahun.
Hafid merupakan lulusan Kedokteran Universitas Indonesia yang kemudian melanjutkan pendidikan spesialis THT di Singapura.
Tak berhenti di situ, ia juga sempat menempuh pendidikan lanjutan di Italia selama empat tahun.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Hafid membuka sebuah apotek di Jember dan menjalani kehidupan rumah tangga bersama sang istri, yang juga seorang dokter asal Cianjur.
Namun, kehidupan bahagia itu berubah ketika sang istri meninggal dunia akibat kecelakaan.
Baca juga: Sosok Pembeli Lakban Kuning yang Melilit Wajah Arya Daru, Istri Sang Diplomat Muda Tahu Lokasi Toko
Kesedihan Hafid semakin mendalam saat anak semata wayangnya, yang sedang menempuh pendidikan di Jerman dan hendak wisuda, juga meninggal dunia dalam kecelakaan ketika hendak pulang ke rumah.
“Setelah itu saya benar-benar frustasi. Saya tinggalkan semua, termasuk apotek dan rumah,” ujar Hafid dalam wawancara tersebut, seperti dikutip TribunJatim.com via TribunJateng.com, Senin (28/7/2025).
Kini, rutinitas Hafid dimulai dari tempat tinggalnya di bawah kolong jembatan.
Setiap hari, ia berjalan kaki ke Masjid Kadilangu untuk beribadah, kemudian berziarah ke makam Sunan Kalijaga, dan kembali ke tempat tinggalnya untuk menyendiri.