UMKM

Keuletan Ichwan Pengrajin Burung Garuda di Jombang, Menjaga Identitas Bangsa Lewat Ukiran Kayu

Penulis: Anggit Puji Widodo
Editor: Sudarma Adi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BULAN AGUSTUS - Ichwan Erwantoro (73) warga Dusun Randulawang Krajan, Desa Bandung, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur saat mengerjakan kerajinan burung Garuda di rumahnya pada Senin (4/8/2025). Konsisten menjadi pengrajin burung Garuda sejak tahun 1992. 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Anggit Pujie Widodo 

TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Bulan Agustus menjadi momen spesial bagi Ichwan Erwantoro (73), seorang pengrajin lambang burung Garuda asal Dusun Randulawang Krajan, Desa Bandung, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang.

Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI, permintaan terhadap karya seni tangan miliknya mengalami peningkatan signifikan.

Di bengkel kerja sederhana di halaman rumahnya, Ichwan tampak tekun menyelesaikan pesanan burung garuda berukuran beragam.

Ketelitian dan kesabarannya memahat setiap detail lambang negara itu tak berkurang meski usianya telah memasuki kepala tujuh. Ia tetap bersemangat memenuhi permintaan konsumen yang meningkat menjelang 17 Agustus.

“Biasanya mulai Juli sampai Agustus permintaan naik. Tahun ini saya sudah mengerjakan sekitar 300 burung garuda, dan mungkin masih akan bertambah sampai Oktober,” ucap Ichwan pada Senin (4/8/2025).

Baca juga: Gelaran Miagan Umbrella Fest 2025, Desa di Jombang Tampilkan Jati Diri Lewat UMKM dan Budaya Lokal

Karya Ichwan tak hanya diminati masyarakat Jombang, tetapi juga menjangkau daerah luar, seperti Jakarta, Mojokerto, hingga Kalimantan. Harga produknya pun bervariasi, mulai dari Rp100 ribu untuk ukuran kecil hingga Rp1,1 juta untuk burung garuda berukuran satu meter.

“Paling banyak yang pesan ukuran sedang untuk dipasang di instansi atau toko. Kalau lagi ramai, omzet bisa sampai Rp7 juta,” katanya.

Ichwan memulai usahanya sejak 1992, setelah memutuskan kembali ke kampung halaman dari Jakarta. Awalnya, ia belajar secara otodidak. Kini, hasil tangannya dikenal memiliki kualitas tinggi karena pengerjaan yang masih dilakukan secara manual.

Dalam satu minggu, dibantu sang istri, Ichwan mampu memproduksi hingga 100 unit. Meski begitu, ia mengaku kesulitan mencari generasi muda yang tertarik menekuni kerajinan ini.

“Anak-anak muda sekarang banyak yang nggak tertarik. Padahal ini lambang negara, bagian dari identitas bangsa. Saya merasa ikut menjaga warisan nasional lewat karya ini,” jelasnya.

Baca juga: Bertajuk Harmony of The World, Taman Harmoni Surabaya Lahir Kembali, Segera Bertiket

Meskipun penghasilan dari kerajinan ini tidak selalu stabil, Ichwan bersyukur karena hasilnya masih cukup untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bagi dia, lebih dari sekadar pekerjaan, membuat burung garuda adalah bentuk kecintaan terhadap tanah air.

“Selama masih diberi kekuatan, saya akan terus membuatnya. Bukan hanya soal uang, tapi ada kebanggaan tersendiri saat melihat karya saya dipasang dan dijaga,” pungkasnya. 

Berita Terkini