TRIBUNJATIM.COM - Seorang dokter menjadi korban dugaan kekerasan yang dilakukan pasien.
Video berdurasi 41 detik yang merekam kejadian dan diunggah akun media sosial Muba Akor, mendadak viral dan menuai reaksi netizen.
Dalam video tersebut awalnya memperlihatkan momen di ruang perawatan RSUD Sekayu, saat seorang dokter tengah memeriksa satu pasien.
Baca juga: Paijan Rela 12 jam Nyetir Bajaj Demi Ikut Demo Pati, Kritik Kepemimpinan Sudewo: Seenaknya
Kemudian terlihat keluarga pasien meminta dokter untuk melepas masker yang dikenakannya.
Namun, sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) rumah sakit, dokter tersebut belum bersedia membuka masker.
Situasi memanas ketika diduga salah satu anggota keluarga pasien memegang bagian belakang leher dokter sambil memaksa membuka masker.
Akhirnya, dokter tersebut membuka maskernya.
Meski begitu, masih terlihat ada sedikit pegangan dari pihak keluarga pasien yang meminta penjelasan.
Peristiwa ini memicu banyak komentar dari netizen.
Mereka kebanyakan mengecam tindakan yang dilakukan keluarga pasien.
Akun @Apri Yanti menulis, "Setiap tindakan pasti ada SOP. Walaupun kita mau, kita juga harus mengikuti prosedur. Sangat disayangkan tindakan itu, padahal bisa dikomunikasikan dengan baik."
Akun @Ardie Bewe juga berpendapat, "Dokter itu benar, RSUD harus klarifikasi. Tidak boleh dokter dipaksa membuka masker saat bekerja, apalagi dengan cara seperti itu."
Sementara itu, akun @Iin Parlina menegaskan, "Saya tahu dr. Syafri, beliau subspesialis. Dokternya baik, sekolahnya jelas. Tolak segala bentuk ketidaksopanan dan kekerasan terhadap tenaga kesehatan."
Banyak netizen juga berharap agar kejadian serupa tidak terulang.
Mereka menilai, setiap tenaga kesehatan berhak mendapatkan kenyamanan dan perlindungan dalam bekerja.
Pihak RSUD Sekayu melalui Humas, Dwi Marsilviah, saat dikonfirmasi Sripoku.com menyampaikan, pihaknya masih melakukan rapat internal.
"Ada nanti ya, kita masih rapat di RS," ujarnya singkat.
Kejadian lainnya, seorang pasien bernama Lina Limbong (45) meninggal setelah diduga tak mendapatkan penanganan medis di Puskesmas.
Kasus ini ramai diperbincangkan usai sebuah video pasien kritis tidak mendapat penanganan medis sebelum meninggal dunia.
Video tersebut disiarkan langsung melalui akun Facebook bernama Karyaindah Rombelinggi, Jumat (1/8/2025).
Keluarga sempat mengamuk lantaran merasa tidak ada petugas medis yang menangani pasien mereka yang dalam kondisi kritis, hingga akhirnya meninggal dunia tanpa mendapat pertolongan.
Dalam rekaman video amatir, keluarga pasien menyebut bahwa pasien sudah berada sekitar 15 menit di Puskesmas.
Namun tidak ada satu pun petugas yang memberikan tindakan medis.
Keluarga menyatakan bahwa Lina meninggal dunia di ruang perawatan tanpa sempat mendapatkan pertolongan.
Peristiwa ini terjadi di Puskesmas Nosu, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar).
Hal itu juga diduga akibat minimnya pelayanan dari Puskesmas.
Jarak rumah Lina di Desa Batu Papan, Kecamatan Nosu, sekitar tiga kilometer dari Puskesmas Nosu.
Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Mamasa, dr Ratna Sari Dewi mengatakan, pihaknya langsung menginvestigasi terkait kasus tersebut.
"Kami akan turun langsung ke Puskesmas Nosu untuk investigasi lapangan," kata dr Ratna saat ditemui di Rumah Jabatan Bupati Mamasa, Sabtu (2/8/2025).
Ia menambahkan, tim investigasi juga akan melibatkan Inspektorat dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
Baca juga: Meski Tak Dibayar, Dahlan Rajin Bersihkan Kolong Rel Kereta setelah Kecelakaan, Rawat Istri Stroke
Ratna mengungkapkan, Puskesmas Nosu kekurangan tenaga medis.
Saat ini hanya terdapat lima orang perawat berstatus PNS.
Belum ada dokter bertugas tetap di puskesmas tersebut.
"Untuk dokter, saya baru tandatangani kontrak kerja mulai 1 Juli 2025," jelasnya.
Berdasarkan keterangan Kepala Puskesmas Nosu, saat pasien datang ke puskesmas, petugas shift malam belum tiba di tempat.
"Menurut Ibu Kapus (Kepala Puskesmas), ada satu bidan di lantai dua saat kejadian," ungkap Ratna.
Berdasarkan hasil penelusuran tim investigasi gabungan dari Pemkab Mamasa, ditemukan adanya kelalaian pelayanan.
Terkhusus ketidakhadiran petugas medis di Instalasi Gawat Darurat (IGD) saat pasien tiba dalam kondisi kritis.
Menurut kepala BKD Mamasa, Baso, IGD harusnya tak boleh kosong.
"Fakta ini menjadi bukti pelanggaran standar operasional pelayanan," ujar Baso kepada awak media.
Kepala Puskesmas Nosu, dr Adolfina mengatakan, pihaknya sedang kekurangan petugas medis.
Namun, ia membantah tudingan bahwa pasien tidak ditangani.
Ia menjelaskan bahwa saat pasien dibawa ke Puskesmas, kondisinya sudah sangat kritis.
"Tidak benar kalau tidak ada pelayanan. Kami memang kekurangan petugas karena petugas siang yang berjaga kebetulan sedang antar pasien rujukan ke Polewali saat pasien datang ke puskesmas," ujar dr Adolfina.
Baca juga: Singgung Orientasi Seksual Prada Lucky, Istri TNI Kini Minta Maaf setelah Diburu Serma Christian
Dr Adolfina menjelaskan, selain petugas yang sedang merujuk pasien ke RS Hajja Andi Depu di Polewali Mandar, beberapa tenaga medis lain juga sedang cuti.
Satu-satunya petugas yang tersisa saat itu sedang berada di lantai dua menangani proses persalinan pasien lain.
Atas kejadian ini, Bupati Mamasa Welem Sambolangi, mencopot dr Adolfina dari jabatan Kepala Puskesmas (Kapus) Nosu Kecamatan Nosu.
Keputusan ini juga berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan tim gabungan Pemkab Mamasa.
"Iya benar," ujar Welem Sambolangi kepada Tribun-Sulbar.com, Minggu (3/8/2025).
Welem menjelaskan, saat ini yang jabat sebagai pelaksana tugas (Plt) Kapus Nosu yakni KTU Puskesmas Nosu.
"Saya SK-kan KTU Puskesmas Nosu jadi Plt," jelas Welem via pesan WhatsApp kepada Tribun Sulbar.