TRIBUNJATIM.COM - Sosok Setya Novanto ramai menjadi perbincangan publik karena kabar kebebasannya.
Untuk diketahui, Setya Novanto adalah terpidana korupsi e-KTP.
Ia merupakan mantan Ketua DPR RI dan mantan Ketua Umum Partai Golkar.
Kasus korupsi e-KTP ini merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Setya Novanto divonis 15 tahun penjara pada 24 April 2018 terkait kasus korupi e-KTP ini.
E-KTP (Kartu Tanda Penduduk Elektronik) adalah kartu identitas resmi warga negara Indonesia yang dilengkapi chip berisi data biometrik, seperti sidik jari, iris mata, dan tanda tangan digital.
Fungsinya memberikan identitas tunggal (single identity) sehingga lebih aman, sulit dipalsukan, dan digunakan dalam keperluan administrasi kependudukan maupun layanan publik.
Kini, terpidana korupsi e-KTP, Setyo Novanto alias Setnov bebas sejak Sabtu (16/8/2025).
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto menjelaskan soal status Setya Novanto, Minggu (17/8/2025).
Agus menyebut, berdasarkan hasil pemeriksaan peninjauan kembali (PK), batas hukuman Setnov sudah melampaui waktu.
Dia bahkan menyebut Setnov seharusnya sudah bebas pada 25 Juli 2025 lalu.
"Iya. Karena sudah melalui proses asesmen, dan yang bersangkutan berdasarkan hasil pemeriksaan PK itu sudah melampaui waktunya. Harusnya tanggal 25 yang lalu," ujar Agus di Istana, Jakarta.
Selain itu, Agus menekankan, Setnov tidak wajib lapor setelah bebas. Sebab, Setnov sudah membayar denda subsidier.
"Enggak ada. Karena kan denda subsidier sudah dibayar," jelasnya.
Setelah bebasnya Setnov, kontroversinya pun ramai jadi perbincangan lagi.
Berikut beberapa kontroversi Setya Novanto, melnasir dari Tribunnews.
Baca juga: VIRAL TERPOPULER: Polisi Bakar Pacar - Setya Novanto Terpidana Korupsi e-KTP Bebas Bersyarat
1. Kasus Korupsi e-KTP
- Skandal besar: Terlibat dalam korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) senilai Rp 5,9 triliun.
- Kerugian negara: Diperkirakan mencapai Rp 2,3 triliun.
- Vonis awal: 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta, dan pengembalian uang USD 7,3 juta.
- Putusan MA 2025: Hukuman dikurangi menjadi 12,5 tahun.
2. Drama Kecelakaan Mobil
- Saat hendak menyerahkan diri ke KPK pada November 2017, mobil yang ditumpanginya menabrak tiang listrik.
- Insiden ini memicu spekulasi bahwa kecelakaan tersebut disengaja untuk menghindari penahanan.
3. Pencatutan Nama Presiden
- Pada 2015, Setya diduga mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam negosiasi saham Freeport Indonesia.
- Akibatnya, ia mundur dari jabatan Ketua DPR, meski kemudian kembali menjabat setelah terpilih sebagai Ketua Umum Golkar.
Baca juga: Pecat 3 Staf yang Tanyakan Gaji, Kades Ternyata Korupsi Dana Desa Rp500 Juta, Pakai Rekening Istri
4. Kontroversi di Lapas Sukamiskin
- Sel mewah: Ditempati di kamar tahanan yang lebih luas dan dilengkapi fasilitas seperti lemari, rak buku, dan toilet duduk.
- Bawa HP ke tahanan: Tertangkap kamera membawa ponsel saat Idul Adha 2021.
- Pelesiran ke toko bangunan: Ketahuan keluar dari RS untuk berobat, tapi malah mampir ke toko bangunan di Padalarang.
- Ribut dengan Nurhadi: Terlibat perselisihan dengan mantan Sekretaris MA di dalam tahanan.
Sosok Setya Novanto
Baca juga: BREAKING NEWS : KPK Geledah Rumah eks Menag Gus Yaqut, Cari Barang Bukti Kasus Korupsi Kuota Haji
Sebelum terseret kasus korupsi e-KTP merupakan sosok yang sudah malang-melintang di kancah perpolitikan Indonesia.
Karier politiknya dimulai sebagai kader Kosgoro pada 1974 dan menjadi anggota DPR Fraksi Partai Golkar untuk pertama kalinya pada 1998.
Sejak saat itu, ia enam periode berturut-turut selalu mengamankan kursi di parlemen hingga 16 Desember 2015.
Setya Novanto juga merupakan sosok yang pernah menduduki kursi Ketua Umum Partai Golkar (17 Mei 2016 – 13 Desember 2017) dan Ketua DPR (30 November 2016 – 11 Desember 2017).
Kemudian Setya Novanto jadi sorotan usai menjadi tersangka kasus mega proyek e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17 Juli 2017.
Baca juga: Cara Licik Bu Kades Cikujang Sukabumi Korupsi Dana Desa Rp500 Juta, Bukannya Malu Malah Senyum Lebar
Kasus korupsi e-KTP
Kasus ini bermula saat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 2009 merencanakan pengajuan anggaran untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP).
Salah satu komponen program penyelesaian SIAP tersebut adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK). Pemerintah pun menargetkan pembuatan e-KTP dapat selesai pada 2013.
Proyek e-KTP merupakan program nasional dalam rangka memperbaiki sistem data kependudukan di Indonesia.
Dilansir dari Kompas.com, Jumat (4/2/2022), lelang e-KTP dimulai sejak 2011, tetapi banyak bermasalah karena terindikasi banyak penggelembungan dana.
Kasus korupsi e-KTP pun terendus akibat kicauan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
KPK kemudian mengungkap adanya kongkalikong secara sistemik yang dilakukan oleh birokrat, wakil rakyat, pejabat BUMN, hingga pengusaha dalam proyek pengadaan e-KTP sepanjang 2011-2012.
Negara rugi Rp 2,3 triliun
Akibat korupsi mega proyek secara berjemaah ini, negara mengalami kerugian mencapai Rp 2,3 triliun.
Keterlibatan Setya Novanto semakin kuat setelah namanya disebut dalam sidang perdana kasus tersebut dengan dua mantan pejabat Kemendagri, yakni Sugiharto dan Irman sebagai terdakwa.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor, Kamis (9/3/2017), Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.
Setelah melalui serangkaian proses hukum, majelis hakim memberikan vonis kepada para pelaku atas keterlibatan dalam tindak pidana korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Delapan pelaku telah divonis bersalah oleh pengadilan dan mendapat hukuman berbeda tergantung sejauh mana keterlibatan mereka.
Adapun Setya Novanto kemudian divonis 15 tahun penjara pada 24 April 2018.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Berita Viral lainnya