5 Larangan saat Rebo Wekasan yang Jatuh Pada 20 Agustus 2025, Hari Paling Sial Sepanjang Tahun

Editor: Hefty Suud
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

LARANGAN REBO WEKASAN - Foto ilustrasi pernikahan, salah satu kegiatan yang dilarang saat Rebo Wekasan. Tahun ini Rebo Wekasan jatuh pada Rabu 20 Agustus 2025.

TRIBUNJATIM.COM - Sebentar lagi Rebo Wekasan. 

Rebo Wekasan, juga dikenal sebagai Rabu Pungkasan atau Rabu terakhir bulan Safar. 

Beberapa masyarakat meyakini Rebo Wekasan sebagai hari yang penuh dengan kesialan dan musibah sepanjang tahun. 

Sehingga dianjurkan melakukan berbagai amalan dan menjauhi larangan tertentu untuk menghindari hal-hal buruk. 

Menjaga larangan Rebo Wekasan menjadi tradisi yang dilakukan sebagian masyarakat Indonesia, terutama di kalangan masyarakat Jawa, pada hari Rabu terakhir bulan Safar dalam kalender Hijriah. 

Tahun ini, Rebo Wekasan jatuh pada tanggal Rabu 20 Agustus 2025 atau Rabu terakhir di bulan Safar 1447 H. 

Lantas apa larangan saat Rebo Wekasan? 

Pantangan saat Rebo Wekasan

1. Larangan menikah pada saat Rebo Wekasan

Pada Rebo Wekasan terdapat larangan untuk menikah.

Sebagian masyarakat percaya bahwa menikah pada saat Rebo Wekasan akan mendatangkan musibah dan kesialan seperti terjadinya konflik dalam rumah tangga, sulit mendapatkan rejeki, hingga terkena penyakit.

Oleh karena itu, mereka memilih untuk menikahkan anak mereka di bulan lain yang dianggap sebagai bulan yang baik.

Baca juga: Cara Salat Rebo Wekasan dan Doa Tolak Bala, Amalan Menangkal Sial di Bulan Safar

2. Larangan keluar rumah saat Rebo Wekasan

Pada Rebo Wekasan terdapat larangan untuk keluar rumah.

Sebagian masyarakat percaya bahwa melakukan perjalanan atau berpergian saat Rebo Wekasan akan mendatangkan musibah berupa kecelakaan dan lain sebagainya.

Bahkan, kaum Arab Jahiliyah percaya bahwa diakhir bulan Safar akan berhembus angin yang membawa penyakit di perut seseorang yang keluar rumah.

3. Tidak Membuka Usaha Baru

Bagi Anda yang ingin membuka suatu usaha, sebaiknya menghindari pembukaan usaha pada Rabu Wekasan.

Sungguh sangat disayangkan jika nantinya akan ditimpa kesialan. Misalnya, seperti sepinya pembeli pada hari pertama pembukaan usaha baru, maupun kebangkrutan usaha yang akan Anda alami.

4. Tidak Membeli Barang-barang Mahal

Tak hanya membuka usaha baru, larangan membeli barang-barang mahal juga sebaiknya Anda implementasikan.

Semua itu demi menjaga Anda dari perilaku boros pun agar tidak terjadi hal buruk yang datang dari barang mahal Anda.

Baca juga: Makna Rebo Wekasan, Tradisi Tolak Bala di Hari Rabu Terakhir Bulan Safar dalam Kalender Islam

5. Tidak Berhubungan Seksual

Kegiatan lainnya yang dilarang untuk dilakukan pada Rabu Wekasan bulan Safar tak lain adalah pantangan tidak berhubungan seksual bagi pasutri.

Adanya energi negatif dan hal-hal mistis yang kuat pada waktu tersebut dapat menimbulkan suatu kesialan.

Masyarakat Jawa percaya bahwa jika ada pasutri yang tetap melakukan pantangan tersebut, maka tabiat kurang baik akan timbul dari salah satu pasangan.

Asal-usul Rebo Wekasan

Ilustrasi Rebo Wekasan dan deretan mitosnya. (Tribun Timur)

Asal-usul Rebo Wekasan disebut berasal Desa Wonokromo, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Provinsi DI Yogyakarta.

Konon pada hari Rabu terakhir di bulan Sapar tersebut adalah hari bertemunya Sri Sultan Hamengku Buwono I dengan Kyai Faqih Usman atau Kyai Welit.

Berdasarkan pada hari bersejarah itulah masyarakat kemudian memberi nama tradisi ini sebagai upacara Rebo Wekasan atau Rebo Pungkasan.

Dulu upacara ini berada di tempuran Kali Opak dan Kali Gajahwong, yang keramaiannya bisa mencapai ke depan Masjid Wonokromo.

Namun lama-kelamaan keramaian itu mulai mengganggu kegiatan ibadah Masjid., sehingga Lurah Wonokromo memindahkan upacara Rebo Wekasan ke depan balai desa yakni di Lapangan Wonokromo.

Kemudian di tahun 1990, puncak tradisi Upacara Rebo Wekasan mulai menampilkan kirab lemper raksasa, yaitu sebuah tiruan lemper yang berukuran tinggi 2,5 meter dengan diamter 45 cm.

Lemper raksasa tersebut kemudian diarak dari Masjid Wonokromo menuju Balai Desa Wonokromo, yang diawali dengan barisan prajurit Kraton Ngayogyakarta dan dibelakangnya diikuti kelompok kesenian setempat.

Adapun tradisi orang mandi atau menyeberang tempuran tidak dilakukan lagi, karena di sekitar tempuran kali tersebut sekarang dibuat bendungan untuk mengairi sawah.

Acara Rebo Wekasan tersebut kemudian dilakukan dengan menggelar pengajian akbar atau mujahadah akbar yang dilaksanakan pada hari Selasa malam atau pada malam Rabu terakhir di bulan Sapar.

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dan Kompas.com

Berita Viral lainnya

Berita Terkini