Revisi Perda Pajak Berimbas ke PAD Jombang yang Melorot, PKDI dan Pemkab Fokus Optimalisasi

Penulis: Anggit Puji Widodo
Editor: Dwi Prastika
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PERDA PAJAK JOMBANG - Persaudaraan Kepala Desa Indonesia (PKDI) Kabupaten Jombang saat menggelar konsolidasi sekaligus audiensi dengan Pemkab Jombang di Gedung Bung Tomo Jombang, Rabu (20/8/2025). PKDI keluarkan tiga sikap resmi tanggapi isu pajak di Jombang. 

Poin Penting:

  • Persaudaraan Kepala Desa Indonesia (PKDI) Jombang menggelar konsolidasi sekaligus audiensi dengan pemkab.
  • PKDI menyampaikan tiga sikap resmi.
  • Bupati Jombang, Warsubi mengakui revisi Perda Pajak akan berdampak pada berkurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Anggit Puji Widodo

TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Persaudaraan Kepala Desa Indonesia (PKDI) Kabupaten Jombang, Jawa Timur, menggelar konsolidasi sekaligus audiensi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang di Gedung Bung Tomo Jombang, Rabu (20/8/2025). 

Pertemuan ini diarahkan untuk menyatukan langkah dalam memperkuat pendapatan daerah serta memastikan kerja sama pemerintah desa dan daerah berjalan harmonis.

Ketua PKDI Jombang, Supono, menegaskan, desa siap menjadi mitra strategis pemerintah kabupaten.

Ia menekankan, setiap persoalan di lapangan sebaiknya diselesaikan dengan duduk bersama, bukan saling menyalahkan. 

“Pemerintah desa dan daerah adalah satu kesatuan. Jika ada kendala, solusinya kita cari bersama,” ucapnya saat dikonfirmasi terpisah pada Kamis (21/8/2025).

Dari forum tersebut, PKDI menyampaikan tiga sikap resmi.

Pertama, mendukung revisi Peraturan Daerah (Perda) terkait Pajak Bumi dan Bangunan (PBB P2).

Kedua, menjaga soliditas organisasi untuk menopang kondusivitas penyelenggaraan pemerintahan.

Ketiga, memberikan dukungan penuh terhadap kepemimpinan bupati dalam mendorong Jombang maju dan sejahtera.

Bupati Jombang, Warsubi, yang hadir dalam kesempatan itu, mengingatkan, kenaikan PBB tidak hanya dialami oleh Jombang, tetapi juga terjadi di 146 kabupaten/kota lain.

Baca juga: Ketua DPRD Jombang Tanggapi Lonjakan PBB P2, Sebut Bukan Hasil Kebijakan Pemerintahan Warsubi

Ia meminta kepala desa aktif membantu warganya menyampaikan keberatan ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).

Terkait revisi Perda Nomor 13 Tahun 2025, Warsubi mengakui bahwa langkah tersebut akan berdampak pada berkurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Tahun 2024 kita mencapai Rp 51 miliar, tahun 2025 turun jadi Rp 50 miliar. Jika revisi ini berlaku, diperkirakan ada potensi penurunan hingga Rp 15 miliar di 2026. Namun ini untuk meringankan beban masyarakat,” jelasnya.

Meski demikian, Warsubi menegaskan, Jombang masih memiliki sumber PAD lain, salah satunya dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Ia mencontohkan Perkebunan Panglungan yang mulai bangkit setelah sebelumnya merugi.

“Kini sudah bisa melunasi tunggakan pegawai, bahkan menyimpan kas. Jika dikelola optimal, bisa menyumbang Rp 300-Rp 500 juta,” paparnya.

Selain perkebunan, Warsubi juga berharap Bank Jombang, PDAM, dan Aneka Usaha Daerah ikut berkontribusi besar dalam menopang keuangan daerah.

Menurutnya, pengelolaan maksimal dari BUMD akan menjadi tumpuan tambahan yang penting.

Dalam penutup arahannya, Warsubi menegaskan, kerja sama erat pemerintah daerah dan desa adalah kunci menjaga stabilitas wilayah.

Ia juga menargetkan 780 ribu Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dapat selesai 100 persen pada November mendatang.

“Kita ingin Jombang tetap kondusif. Insyaallah masalah PBB bisa kita selesaikan tanpa ada warga yang terlewat. Terima kasih kepada seluruh kepala desa atas dukungannya,” pungkas Warsubi.

Ketua DPRD Kabupaten Jombang, Hadi Atmaji, meluruskan polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang ramai dikeluhkan warga.

Menurutnya, kenaikan signifikan tersebut bukan hasil kebijakan pemerintahan saat ini, melainkan sudah terjadi sejak 2022, jauh sebelum Bupati Jombang dan Wakil Bupati Jombang periode sekarang dilantik pada akhir 2024.

Hadi memaparkan, masalah terletak pada penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada 2022 yang dilakukan dengan metode appraisal berbasis Google.

Sistem ini menetapkan tarif tunggal dalam satu zona, sehingga lahan di lokasi strategis dan di bagian belakang memiliki NJOP yang sama.

“Contohnya, ada wilayah yang NJOP-nya sebelum 2022 hanya sekitar Rp 250 ribu, melonjak menjadi Rp 1,4 juta. Kenaikan ini otomatis mempengaruhi nilai pajak yang harus dibayar masyarakat,” ucapnya usai Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD pidato kebangsaan Presiden Prabowo Subianto melalui Live Streaming di Gedung DPRD Kabupaten Jombang, Jawa Timur pada Jumat (15/8/2025). 

Meski demikian, kala itu Pemkab Jombang masih memberikan ruang bagi warga untuk mengajukan keberatan dan melakukan konfirmasi nilai pajak.

Hadi juga mengingatkan, kasus pembayaran pajak dengan koin yang sempat viral merupakan pajak tahun 2024, bukan 2025.

Sebagai langkah perbaikan, Pemkab Jombang yang dipimpin Bupati Warsubi telah menetapkan empat tarif baru PBB P2, mulai 0,1 persen hingga 0,2 persen, yang mengacu pada NJOP sesuai harga pasar.

Aturan baru ini akan berlaku mulai 2026. 

“Warga yang merasa keberatan silakan berkoordinasi dengan Bapenda agar penyesuaian bisa dilakukan,” ungkap politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini. 

Hadi mengakui, penurunan tarif PBB P2 tahun depan akan berdampak pada berkurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak.

Namun, ia menegaskan, DPRD dan pemerintah daerah mengutamakan keadilan bagi warga.

“itu pasti. Kami di pemerintahan sudah berupaya sedemikian rupa untuk menjawab keresahan masyarakat," pungkasnya. 

Berita Terkini