Poin Penting:
- Kontroversi: Kenaikan tunjangan perumahan dan transportasi untuk pimpinan DPRD Jombang.
- Kritik Akademisi: Dr. Ahmad Sholikhin Ruslie dari Untag Surabaya menilai kenaikan ini tidak adil dan menimbulkan ketimpangan.
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Anggit Pujie Widodo
TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Kebijakan Pemerintah Kabupaten Jombang terkait kenaikan tunjangan perumahan dan transportasi bagi pimpinan DPRD Jombang menuai sorotan tajam dari kalangan akademisi.
Dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Dr. Ahmad Sholikhin Ruslie, menilai keputusan tersebut berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan persoalan hukum.
Ia menyebut pemberian kenaikan hanya kepada Ketua dan Wakil Ketua DPRD tidak sejalan dengan prinsip kepatutan sebagaimana diatur dalam regulasi yang berlaku.
“Di dalam PP Nomor 1 Tahun 2017 disebutkan bahwa tunjangan representasi Ketua DPRD 100 persen, Wakil Ketua 80 persen, dan Anggota 75 persen. Jika yang dinaikkan hanya pimpinan, sementara anggota dibiarkan tetap, jelas ada ketimpangan. Seharusnya tafsir regulasi itu dilakukan secara komparatif, bukan sepihak,” ucap Sholikhin saat dikonfirmasi melalui sambungan seluler pada Selasa (26/8/2025).
Baca juga: Lahan Bambu di Mojongapit Jombang Terbakar, Api Meluas Picu Kepanikan
Menurutnya, DPRD adalah lembaga kolektif sehingga tidak semestinya Ketua dan Wakil Ketua menikmati fasilitas lebih besar tanpa diikuti anggota. Kondisi ini dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan politik.
“Kalau aturan itu dijadikan alasan, pertanyaannya aturan yang mana? Anggota punya hak yang sama karena sama-sama dipilih rakyat,” imbuhnya.
Berdasarkan Peraturan Bupati Jombang Nomor 66 Tahun 2024, tunjangan perumahan Ketua DPRD kini ditetapkan Rp37,9 juta per bulan, Wakil Ketua Rp26,6 juta, sedangkan anggota tetap Rp18,8 juta. Tunjangan transportasi juga mengalami penyesuaian, dari sebelumnya Rp12,9 juta menjadi Rp13,5 juta per bulan.
Sholikhin menilai, di tengah kenaikan pajak dan harga kebutuhan pokok, keputusan ini kontradiktif dengan kondisi masyarakat.
“Sense of crisis itu penting. Rakyat dibebani kenaikan PBB, sementara Ketua DPRD bisa menikmati kenaikan tunjangan rumah dinas. Etis kah hal itu? Patut kah?” ujarnya menekankan.
Kepala BPKAD Jombang, M. Nashrulloh, membenarkan adanya penyesuaian tersebut. Ia menyatakan bahwa kenaikan sudah sesuai regulasi.
“Ya benar, penyesuaian dilakukan mengikuti aturan terbaru,” katanya tanpa merinci besaran total penghasilan masing-masing anggota dewan.
Senada, Sekretaris DPRD Jombang, Bambang Sriyadi, menegaskan dasar hukum kenaikan tunjangan berlandaskan PP Nomor 18 Tahun 2017 serta Perbup Nomor 66 Tahun 2024.
“Semua hak keuangan DPRD sudah mengacu pada regulasi itu,” tandasnya.
Namun, Sholikhin menegaskan bahwa ukuran kinerja dewan tidak bisa semata dilihat dari jumlah Perda yang disahkan, melainkan implementasinya.
“Kalau kinerja tidak berimbang dengan hak istimewa, justru akan mencederai rasa keadilan publik,” pungkasnya.