Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Demi Biayai Anak Sekolah di UGM, Nunung Rela Jadi Driver Ojol, Tiap Bulan Bayar Cicilan Rp2,4 Juta

Meski keterbatasan ekonomi, anak-anak Nunung terbilang berprestasi, sekolah di SMAN 3 Bandung dan ada yang kuliah di UGM.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
Instagram/dedimulyadi71
KISAH LADY OJOL - Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, saat bertemu Nunung (56), driver ojol di Bandung di ruang kerjanya di Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (19/9/2025). Nunung rela ngojek karena menanggung beban berat membiayai hidup sekaligus pendidikan anak-anaknya yang berprestasi. 

TRIBUNJATIM.COM - Demi menyekolahkan anak-anaknya, Nunung (56), menjadi seorang driver ojek online (ojol).

Warga Kota Bandung, Jawa Barat, ini menanggung beban membiayai hidup sekaligus pendidikan anak-anaknya. 

Nunung juga berjibaku dengan cicilan yang harus dibayarnya setiap bulan.

Baca juga: Asrudin Rugi Rp10 Juta Jadi Korban Penipuan Penyediaan MBG, Diajak Kerja Sama Malah Modal Digondol

Ya, selain membiayai anak sekolah, Nunung menyicil motor Rp1,2 juta per bulan dan kini telah menunggak 10 bulan.

Bahkan, Nunung juga menyicil rumah kontrakan yang harus dibayar Rp10 juta per tahunnya.

Belakangan ini, perjuangan Nunung tersebut menyita perhatian Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Dedi Mulyadi pun memuji perjuangan seorang ibu yang jadi driver ojol tersebut.

Terlebih Dedi Mulyadi kagum, meski keterbatasan ekonomi, anak-anak Nunung terbilang berprestasi.

Anak-anak Nunung bersekolah di kampus dan sekolah favorit.

Diketahui, anak Nunung ada yang bersekolah di SMAN 3 Bandung dan ada yang kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Sayangnya, anak Nunung yang kuliah terpaksa berhenti sementara, demi membantu sang ibumencari nafkah.

Dedi Mulyadi pun bertemu Nunung di ruang kerjanya di Gedung Sate, Kota Bandung, Sabtu (20/9/2025). 

"Ini luar biasa. Dan ibunya, anak-anaknya kuliah dan sekolah di SMA. SMA-nya SMA 3. Oh, SMA 3 lagi? Hebat," ujar Gubernur Jabar, dikutip dari Kompas.com.

Anak Nunung bernama Intan rela cuti kuliah demi membantu membiayai adiknya yang masih kuliah di UGM.

"SMA 3 Bandung favorit. Ini SMA 3 Bandung juga. Semuanya SMA 3. Berarti anak ibu pintar-pintar," tambah Dedi Mulyadi.

Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, saat bertemu pengemudi ojol Nunung di ruang kerjanya di Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (19/9/2025).
Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, saat bertemu pengemudi ojol Nunung di ruang kerjanya di Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (19/9/2025). (ISTIMEWA)

Meski harus berjuang dengan mencicil motor untuk mengojek dan kontrakan, Dedi menyebut Nunung masih punya harapan.

Dedi pun mengulurkan tangan memberikan bantuan untuk Nunung.

Gubernur Jabar ini juga memberikan solusi dengan meringankan beban Nunung yang mengontrak rumah.

Dedi meminta, Nunung berhenti mengontrak rumah dan beralih ke program kepemilikan rumah melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) perumahan. 

"Sekarang ibu ini akan mengubah diri, yaitu satu, urusan cicilan motornya sudah selesai. Yang kedua, cicilan untuk kontrakannya selesai, tetapi tidak boleh kontrak lagi."

"Jadi, ibu akan mengambil perumahan kredit usaha rakyat (KUR). Nanti ibu cicil sebulan sejuta untuk rumah tipe 36, kamarnya dua, cukup untuk ibu," ucap Dedi.

Baca juga: Beredar Surat Perjanjian Minta Penerima Manfaat Rahasiakan Kejadian Keracunan MBG, Bupati Kecewa

Melalui program kepemilikan rumah tersebut, beban cicilan Nunung setiap bulannya berkurang.

Selain bisa memiliki rumah tersebut nantinya, cicilan yang dibayarkan Nunung pun berkurang.

Jika sebelumnya ia harus menanggung sekitar Rp2,4 juta setiap bulan.

Ke depan, ia hanya perlu membayar Rp1 juta per bulan untuk cicilan rumah miliknya sendiri. 

"Nanti ibu enggak usah cicil motor, enggak usah cicil rumah (kontrakan), tapi cicil rumahnya untuk milik sendiri. Sejuta sebulan, bebannya berkurang kan," tutur Dedi.

Perjuangan juga dilakoni seorang guru honorer di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, bernama Saryono yang hanya digaji Rp350 ribu.

Diketahui, bahwa ia sudah 33 tahun berprofesi sebagai guru, namun Suryono hanya mendapat gaji kecil per bulan. 

Meski begitu, semangatnya untuk mencerdaskan anak bangsa tak pernah pudar.

Saryono mulai mengajar pada 1992.

Kala itu, ia masih berjalan kaki dari rumahnya ke sekolah.

Saat awal-awal mengajar, Saryono hanya menerima gaji Rp10 ribu per bulan melalui Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dari iuran masyarakat.

"Begitu susah payah. Saya dulu digajinya melalui SPP dari iuran masyarakat sebulan cuma Rp10 ribu."

"Tidak ada generasi di sini karena tempatnya juga jauh dari kota, terpencil, terisolir," ujar Saryono dilansir dari Tribun Jabar, Kamis (3/7/2025).

Baca juga: Mirna Terjerat Pinjol Demi DP Mobil Imbas Gengsi, Cicilan dari Rp3 Juta Jadi Rp60 Juta dalam 4 Bulan

Kini setiap hari, ia menempuh perjalanan sejauh tujuh kilometer menggunakan sepeda motor.

Ia berangkat dari rumahnya ke Sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tegal Panjang, Desa Sidamulya, Kecamatan Ciemas.

Demi pendidikan anak di pelosok terpenuhi, Saryono terus menekuni pekerjaannya.

Meski ia juga dibebani berbagai kebutuhan untuk menghidupi anak dan istrinya.

Selain menghidupi anak dan istri, dengan gaji Rp350 ribu yang ia terima tiap tiga bulan sekali, Saryono juga harus menanggung kehidupan dua kakak iparnya.

Sebab, dua saudaranya tersebut sudah tak bisa beraktivitas normal karena usianya yang renta.

Potret Saryono, seorang guru honorer di Sukabumi. Pria berusia 55 tahun ini hanya dibayar Rp350 ribu per tiga bulan dan kini berharap diangkat jadi PNS. Setiap hari, ia ke sekolah naik motor bekas yang ia beli tiga tahun lalu untuk menempuh perjalanan sejauh tujuh kilometer atau sekitar 30 menit untuk sampai ke sekolah. (Tribun Jabar/M Rizal Jalaludin)
Potret Saryono, seorang guru honorer di Sukabumi. Pria berusia 55 tahun ini hanya dibayar Rp350 ribu per tiga bulan dan kini berharap diangkat jadi PNS. Setiap hari, ia ke sekolah naik motor bekas yang ia beli tiga tahun lalu untuk menempuh perjalanan sejauh tujuh kilometer atau sekitar 30 menit untuk sampai ke sekolah. (Tribun Jabar/M Rizal Jalaludin)

Demi menghidupi keluarga, Saryono pun melakukan pekerjaan sampingan dengan bertani palawija, dibantu istrinya.

Istri Saryono juga membuka warung kecil-kecilan untuk membantu perekonomian keluarga.

"Agar bisa menunjang seluruh anggota keluarga, saya bertani palawija."

"Juga supaya istri ada kegiatan di rumah itu dagang kecil-kecilan," tutur Saryono.

"Kalau honorer dari sekolah sekarang itu cuma Rp350 ribu setiap triwulan sekali, karena begitu keluar BOS itu baru ada honor," bebernya.

Bahkan, cairnya gaji tiga bulan sekali itu pun jika dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) cair.

Baca juga: Ibu Tiri Tak Diundang ke Pernikahan Anak yang Sudah Dirawatnya 23 Tahun, Alasannya Bikin Suami Heran

Saryono sendiri sebenarnya telah beberapa kali mencoba peruntungan mengikuti tes keguruan, namun gagal.

"Saya juga udah beberapa kali melakukan ajuan-ajuan untuk menunjang kehidupan saya."

"Ikut testing juga untuk masalah GBS (Guru Bantu Sekolah) itu tahun 2005, sertifikasi juga sudah, tapi diangkat PNS belum, masih belum ada kabar," terangnya.

Saryono pun berharap pemerintah bisa membantunya dengan mengangkat dirinya menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Sebab, ia sudah mengabdi puluhan tahun lamanya dan usianya pun telah menginjak 55 tahun.

"Harapan saya kepada pemerintah mohon dengan sangat untuk mengangkat saya baik melalui PPPK atau PNS secara otomatis."

"Karena apa, dilihat dari pengabdian begitu lama, usia begitu lanjut juga."

"Mau kapan lagi kalau-kalau saya nantinya tidak kebagian jatah, sedangkan pengabdian udah begitu lama," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved