Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Alasan WNI Buronan Interpol Sofyan Iskandar Tak Bisa Ditangkap Paksa, Terjerat Kasus Pelecehan di AS

Warga negara Indonesia Sofyan Iskandar Nugroho saat ini berada di Bandung meski berstatus subyek Red Notice Interpol dari Amerika Serikat. 

Editor: Torik Aqua
Tribunnews.com/Igman Ibrahim
BURONAN INTERPOL - Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia, Brigjen Untung Widyatmoko, mengungkapkan warga negara Indonesia Sofyan Iskandar Nugroho, buronan Red Notice Interpol dari Amerika Serikat, berada di Bandung, Jawa Barat. (Igman Ibrahim) 

TRIBUNJATIM.COM  - Terungkap alasan Interpol Indonesia tak bisa menangkap paksa buronan red notice yang kini sedang berada di Bandung, Jawa Barat.

Buronan tersebut terjerat kasus pelecehan seksual terhadap anak di Amerika Serikat.

Buronan red notice adalah seseorang yang dicari secara internasional berdasarkan permintaan resmi dari sebuah negara melalui Interpol.

Red notice sendiri bukan surat penangkapan global, melainkan notifikasi atau permintaan bantuan kepada seluruh negara anggota Interpol untuk melacak, menahan sementara, atau memantau pergerakan seseorang yang diduga melakukan kejahatan serius.

Baca juga: Bawa Kabur Uang Rp9 M yang Baru Diambil, Sopir Bank Kini Jadi Buronan Polisi

Status buronan red notice sering diberikan pada pelaku kejahatan lintas negara, koruptor, atau tersangka kasus besar yang melarikan diri ke luar negeri.

Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia, Brigjen Untung Widyatmoko, mengungkapkan warga negara Indonesia Sofyan Iskandar Nugroho saat ini berada di Bandung meski berstatus subyek Red Notice Interpol dari Amerika Serikat

Interpol atau International Criminal Police Organization adalah organisasi kepolisian internasional yang memfasilitasi kerja sama antarnegara dalam memberantas kejahatan lintas batas. Markas besarnya berada di Lyon, Prancis, dan anggotanya mencakup hampir seluruh negara di dunia.

Interpol tidak memiliki kewenangan untuk menangkap langsung, melainkan berfungsi sebagai penghubung informasi, koordinasi operasi, serta penerbitan notifikasi seperti red notice untuk membantu suatu negara melacak dan menangkap pelaku kejahatan internasional.

"Subyek Interpol Red Notice atas nama Sofyan Iskandar Nugroho saat ini berada di Bandung, benar seperti yang disampaikan Ketua, bahwa yang bersangkutan menjadi pengurus atau pengelola dari apartemen El Royale Bandung," ujar Untung dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Senin (22/9/2025).

Sofyan disebut terjerat kasus pelecehan seksual anak laki-laki di Santa Clara, California, dengan ancaman hukuman seumur hidup.

“Subyek Interpol Red Notice, warga negara Indonesia atas nama Sofyan Iskandar Nugroho, yang bersangkutan telah diterbitkan red noticenya oleh NCB Washington DC. Sekilas profil kami sampaikan bahwa Sofyan Iskandar Nugroho ini lahir di Semarang, 4 April 1968, dengan nomor kontrol Interpol Red Notice A1178/02.2016,” katanya.

Dalam dakwaan yang diajukan otoritas AS, Sofyan disangkakan pasal-pasal hukum pidana mengenai pelecehan seksual kepada anak di bawah umur.

Pelaku juga sudah diancam dengan hukuman seumur hidup.

Untung menjelaskan, tindak pidana terjadi pada 2003–2010, ketika Sofyan mendekati korban dengan memberi hadiah dan mengajaknya berlibur hingga melakukan pelecehan seksual

“Subyek ini merupakan bapak angkat baptis dari korban,” katanya.

Namun, Interpol Indonesia menegaskan tidak melakukan upaya paksa penangkapan.

Alasannya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2015, negara wajib melindungi WNI. 

Selain itu, aturan Interpol juga tidak mewajibkan negara anggota melakukan penangkapan paksa, melainkan hanya melaporkan keberadaan subyek kepada NCB pemohon dan Sekretariat Jenderal Interpol di Lyon, Prancis.

“Selanjutnya langkah yang kami ambil sebagai bagian dari NCB Interpol Jakarta, adalah melakukan pemantauan tertutup terhadap subyek yang berlokasi di Bandung, tanpa upaya paksa,” ujar Untung.

Lebih lanjut, Ia menambahkan, perkara yang menjerat Sofyan juga sudah kadaluarsa sejak April 2022.

Selain itu, korban menolak bersaksi karena trauma masa lalu. 

“Mengingat adanya azas resiprositas, sejauh aparat penegak hukum AS tidak menunjukkan komitmen dan hubungan baik resiprokal yang baik dengan pihak Indonesia dalam hal kerja sama penangkapan dan pemulangan buronan, maka upaya hukum ini tidak bisa dijalankan,” tegasnya.

Untung merinci, ada empat hambatan utama penegakan hukum terhadap Sofyan, yaitu azas perlindungan maksimum terhadap WNI, aturan Interpol yang tidak mewajibkan upaya paksa, perkara sudah kedaluwarsa, dan ketiadaan azas resiprositas dari AS.

“Bila Amerika tetap menginginkan subyek dimaksud, tentunya subyek ini dapat kami serahkan ke Amerika, namun rekomendasi Amerika melalui mekanisme ekstradisi, bukan handing over ataupun melalui kerjasama police to police cooperation,” pungkasnya.

Tak ada upaya paksa

Polri memastikan tidak ada upaya paksa untuk menangkap Sofyan Iskandar Nugroho, warga negara Indonesia yang masuk daftar Interpol Red Notice atas permintaan Amerika Serikat.

Sofyan diketahui tinggal di Bandung dan berstatus pengelola Apartemen El Royal.

“Langkah yang kami ambil sebagai bagian dari NCB Interpol Jakarta, adalah melakukan pemantauan tertutup terhadap subyek yang berlokasi di Bandung, tanpa upaya paksa,” jelas Sekretaris NCB Interpol Indonesia, Brigjen Untung Widyatmoko dalam rapat bersama Komisi III DPR, Senin (22/9/2025).

Hal itu, kata dia, mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2015 tentang kewajiban negara melindungi warga negara Indonesia dalam kondisi apapun. 

Selain itu, aturan Interpol juga tidak mewajibkan negara anggota melakukan penangkapan paksa. 

“Yang diwajibkan hanyalah melaporkan keberadaan subyek kepada NCB pemohon dan Sekretariat Jenderal Interpol yang berada di Lyon, Prancis,” tambahnya.

Untung menyebut ada empat hambatan utama penegakan hukum terhadap Sofyan. Pertama, prinsip perlindungan maksimum terhadap WNI. 

Kedua, aturan Interpol yang tidak mewajibkan upaya paksa. Ketiga, perkara sudah kedaluwarsa sejak April 2022. 

Keempat, Amerika Serikat dinilai tidak menunjukkan asas resiprositas terhadap permintaan Indonesia terkait enam buronan RI yang masih berada di AS.

“Bila Amerika tetap menginginkan subyek dimaksud, tentunya subyek ini dapat kami serahkan ke Amerika, namun rekomendasi Amerika melalui mekanisme ekstradisi, bukan handing over ataupun melalui kerjasama police to police cooperation,” jelasnya.

Lebih lanjut, Ia menyebut Sofyan menjadi subyek Red Notice terkait dugaan pelecehan seksual terhadap anak laki-laki di Santa Clara, California, pada periode 2003 hingga 2010. 

“Subyek Interpol Red Notice, warga negara Indonesia atas nama Sofyan Iskandar Nugroho, yang bersangkutan telah diterbitkan red noticenya oleh NCB Washington DC,” katanya.

Menurut Untung, ancaman hukuman terhadap Sofyan adalah hukuman seumur hidup. 

“Dakwaan yang diajukan oleh otoritas AS terhadap subyek, khususnya pasal-pasal hukum pidana yang dilakukan oleh subyek di Santa Clara, California mengenai pelecehan seksual, dan dapat kami tekankan bahwa ancaman hukuman yang dijatuhkan adalah hukuman terberat, yaitu hukuman seumur hidup,” pungkasnya. 

Sosok Sofyan

Sofyan Iskandar Nugroho adalah warga negara Indonesia yang masuk dalam daftar red notice Interpol karena kasus pelecehan anak di Amerika Serikat.

Ia lahir di Semarang pada 4 April 1968 dan terlibat dalam kasus yang terjadi di Santa Clara, California, antara tahun 2003 hingga 2010.

Red notice terhadap dirinya diterbitkan oleh NCB Washington DC sejak tahun 2016.

Meskipun status red notice telah berlaku, penegakan hukum terhadap Sofyan di Indonesia mengalami hambatan karena beberapa faktor:

Perlindungan hukum nasional: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 memberikan perlindungan maksimum terhadap warga negara Indonesia, sehingga tidak ada kewajiban untuk melakukan penangkapan paksa.

Perkara sudah kedaluwarsa: Kasus tersebut dinyatakan kedaluwarsa sejak April 2022 dan korban menolak bersaksi.

Aturan Interpol: Red notice tidak bersifat wajib untuk penangkapan; hanya sebagai permintaan pelaporan keberadaan.

Tidak ada asas resiprositas: Amerika Serikat belum menunjukkan komitmen terhadap permintaan Indonesia dalam kasus serupa.

Saat ini, Sofyan diketahui berada di Bandung dan bahkan mengelola salah satu apartemen di sana.

Polri melakukan pemantauan tertutup terhadapnya, namun tidak dapat melakukan penangkapan tanpa dasar hukum yang jelas seperti perjanjian ekstradisi.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved