Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Jelang 11 Tahun Lumpur Lapindo, Kisah yang Sulit Dilupakan, Banyak Kejadian yang Bikin Was-was

Sebagian warga korban pengungsian Lumpur Lapindo masih sulit lupakan kisah di tanah kelahiran.

Penulis: Nur Ika Anisa | Editor: Edwin Fajerial
SURYA/ANAS MIFTAKHUDIN
Dua patung yang dibikin warga ditempatkan di area lumpur Lapindo sebagai bentuk kekecewaan karena sudah hampir 8 tahun warga yang terkena dampak langsung belum juga dilunasi, Jumat (16/5/2014). 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Nur Ika Anisa

TRIBUNJATIM.COM, SIDOARJO - Korban Lumpur Lapindo sudah memiliki rumah dan lahan kembali.

Tapi, sebagian warga korban pengungsian Lumpur Lapindo masih sulit lupakan kisah di tanah kelahiran.

Hal tersebut dipaparkan tim PKM-PSH (penelitian sosial humaniora) Universitas Brawijaya Malang melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh Kemenristek Dikti.

“Memiliki rumah kembali bukan berarti tandanya kehidupan mereka sudah pulih. Kondisi sosial psikologis warga Renokenongo yang tinggal di Perumahan Renojoyo masih belum stabil, khususnya bagi orang tua dan ibu-ibu,” papar Luayibi anggota tim PKM-PSH kepada TribunJatim.com, Rabu (20/5/2017).

Ada ibu-ibu yang bercerita kerap masih menangis apabila harus mengingat Lumpur Lapindo.

“Saat hujan turun deras, mereka merasa was-was, takut tanggul di Raya Porong akan jebol dan lumpur meluber ke pemukiman baru mereka yang jaraknya tidak terlalu jauh, kurang lebih 4 kilometer,” tambah anggota tim, Gilang Mahadika

Selain itu, meskipun sudah bertahun-tahun tinggal di lahan Perumahan Renojoyo, Desa Kedungsolo sebagai tempat tingga baru, sebagian warga merasa sulit untuk beradaptasi dengan warga asli.

Apalagi di perumahan itu mereka masih berkumpul dengan sesama warga Renokenongo.
Lain lagi dengan warga Renokenongo yang memilih pindah secara mandiri yang kebetulan juga pindah di Desa Kedungsolo.

“Mau tidak mau mereka harus beradaptasi dan bersosialisasi dengan tetangganya warga asli Kedungsolo,” ujar Helmawati anggota tim.

Sehingga seiring waktu mereka sudah merasa menjadi bagian dari Desa Kedungsolo.

Misalnya yang dialami oleh Daumi dan keluarga besarnya, satu di antara korban Lumpur Lapindo, mengatakan sempat kontrak dua tahun di desa ini dan akhirnya memutuskan untuk membeli pekarangan dan membuat tiga rumah di Desa Kedungsolo untuk anak-anaknya.

"Aku nek dikongkon crito pas masa-masa ninggalno Renokenongo iku mesti sedih. onok Lapindo, lumpur e moro-moro amber nak omah. gupuh kabeh nyelametno barang. Masio oleh ganti rugi akeh, terpukul mbak dadi korban Lapindo (saya kalau disuruh cerita waktu masa-masa meninggalkan Renokenongo itu selalu sedih. Ada Lapindo, lumpurny atiba-tiba masuk rumah. Buru-buru menyelamatkan barang, Meski dapat ganti rugi banyak, terpukul jadi korban Lapindo)," cerita Daumi kepada tim peneliti.

Mempunyai rumah dan lahan kembali, dirasakan sebagai suatu pencapaian yang lebih baik dan menimbulkan kelegaan bagi warga Renokenongo yang tinggal di Renojoyo.

Sayang sekali perasaan lega tersebut kembali terusik.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved