Kejari Surabaya Temukan Penyelewengan Dana Jasmas Mencapai Rp 12 Miliar
Penyelidikan Kejari atas penyelewengan dana jaring aspirasi masyarakat (jasmas) membuat suasana DPRD Kota Surabaya cukup panas.
Penulis: Fatimatuz Zahroh | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Penyelidikan Kejari atas penyelewengan dana jaring aspirasi masyarakat (jasmas) membuat suasana DPRD Kota Surabaya cukup panas.
Pasalnya, dari data yang dihimpun oleh Surya, penyelewengan dana jasmas untuk tahun 2016 tersebut mencapai Rp 12 miliar.
Yang penyalurannya dipergunakan untuk banyak warga Surabaya di sepuluh wilayah. Dimana jasmas itu dipergunakan untuk pengadaan terop, sound system dan meja kursi warga.
Hingga saat ini memang belum ada kepastian siapa saja nama anggota dewan yang terlibat. Akan tetapi ada sumber yang menyebutkan bahwa dana hibah Pemkot itu ditransfer sesuai proposal pengajuan dari Pemkot ke warga penerima jasmas.
Akan tetapi ada dugaan bahwa surat rekomendasi dari Pemkot tersebut diketahui bukan asli.
Terkait proses penyelidikan tersebut anggota dewan tidak ada yang mau berkomentar.
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Masduki Toha menyebut, proses hukum itu adalah tugas dari penyelenggara negara.
"Saya tidak bisa berkomentar banyak. Karena ini menyangkut teman-teman dan lembaga kami. Tidak etislah, tapi kalau untuk penegakan hukum dan korupsi tentu kami mendukung," ucapnya.
Di sisi lain adanya temuan penyelewenangan dana jasmas ini dibenarkan oleh Kepala Inspektorat Kota Surabaya Sigit Sugiharso.
Kepada Surya, ia mengatakan, adanya penyelewengan dana jasmas itu diketahui dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Jawa Timur atas keuangan Pemkot tahun 2016, yang dikeluarkan hasilnya beberapa bulan lalu.
Yang kemudian ditindaklanjuti oleh Inspektorat dengan melakukan cek di lapangan dengan metode sampling.
"Dari pemeriksanaan BPK memang ada temuan seperti itu, dan tenyata memang benar namun kami memang sampling namun tidak sampai detail ke materinya," ucap Sigit.
Diketahui penyelewengan jasmas itu dilakukan tersebar di sepuluh wilayah. Yaitu di antaranya di Ngagel, Krembangan, Bubutan, Asemrowo, Sukomanunggal, Wiyung, Karang Pilang.
Dari temuan itu, investigasi Inspektorat ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada oknum Pemkot yang terlibat dalam penyelewenangan.
"Kami melakuan penyelidikan dari sisi aparaturnya saja. Tapi ternyata terbukti tidak ada. Sehingga Surabaya dapat predikat wajar tanpa pengecualian (WTP)," kata Sigit.
Dari BPK menurut Sigit memang tidak ada perintah untuk melakukan pendalaman. Namun Pemkot melakukan penyelidikan untuk mengetahui kejelasan kasus itu.
"Tapi kalau dana hibah, yang bertanggung jawab adalah penerima hibahnya," kata Sigit.
Sehingga jika ada penyelewengan maka yang akan memproses bukan Inspektorat lagi. Melainkan sudah ke ranah pidana. (Surya/Fatimatuz Zahroh)