Usut Kembali Kasus Pembantaian Tahun 1998, Komnas HAM Tak Mau Disebut Ungkit Masa Lalu
Sayangnya, beberapa di antara korban tewas yang diduga sebagai 'dukun santet' ternyata diketahui merupakan tokoh masyarakat, bahkan guru ngaji.
Penulis: Pradhitya Fauzi | Editor: Anugrah Fitra Nurani
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Pradhitya Fauzi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Beberapa orang mungkin masih ingat dengan tragedi 'ninja' di Banyuwangi Jawa Timur era tahun 1998.
Saat itu, ratusan orang menjadi korban pembantaian atas dasar dugaan penggunaan ilmu hitam alias 'dukun santet'.
Sayangnya, beberapa di antara korban tewas yang diduga sebagai 'dukun santet' ternyata diketahui merupakan tokoh masyarakat, bahkan guru ngaji.
Para pelaku yang menurut saksi menggunakan pakaian serba hitam akhirnya dijuluki masyarakat dengan sebutan 'ninja'.
(ULT PSAI Tulungagung Jadi Percotohan, Agan Replikasi di 70 Kabupaten/Kota)
Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Muhammad Nurkhoiron mendatangi Polda Jatim untuk berkoordinasi terkait kasus tersebut pada Kamis (10/8/2017)
Kepada TribunJatim.com Nurkhoiron mengatakan tidak ada batasan waktu terkait pengumpulan data yang dipantaunya sejak beberapa tahun terakhir.
"Tidak ada batas waktu kok, tapi kami mentargetkan sekitar September sampai Oktober sudah selesai di tahun 2017 ini dan selesai untuk laporan akhir penyelidikan Komnas HAM berdasarkan undang-undang 26 tahun 2000, yang nantinya juga akan kita sampaikan ke penyidik dan Kejaksaan Agung, jadi nanti kita kirimkan hasilnya ke Kejaksaan Agung sekitar bulan September hingga Oktober," tegas Nur.
Dia menuturkan masyarakat yang masih awam terhadap UU itu diharapkan mampu mengerti dan memahami.
"Masyarakat di luar Komnas HAM itu yang tidak paham mandat Komnas HAM dalam upaya untuk menjalankan undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang HAM. Karena ketidak pahaman itu ketika Komnas HAM membuka penyelidikan apalagi terhadap kasus-kasus yang dianggap masyarakat cukup lama itu direspon dengan cara yang negatif dan kami bisa memahami itu," sambung pria yang pernah menjadi produser film dokumenter multikultural yang dibuat oleh Desantara Foundation.
Komnas HAM merasa tidak mengungkit-ungkit masa lalu.
Namun ingin memperjuangkan hak para korban yang terjadi di masa itu. (10/8/2017)
"Kalau ada orang yang bilang kami mengungkit-ungkit masa lalu, itu tidak benar, justru kami membantu negara untuk segera menjalankan kewajibannya, terutama memberikan perlindungan upaya pemulihan bagi para korban, meskipun itu bukan satu-satunya," tutup Nur.
(Surabaya Marathon Akan Dilaksanakan Minggu (13/8/2017), Warga Diimbau Hindari 21 Jalan Ini)