Pilgub Jatim 2018
La Nyalla Tak Hadir Klarifikasi Polemik Mahar di Pilgub, Bawaslu Langsung Gerak Cepat Mengantisipasi
Bawaslu Jatim lagsung bergerak cepat agar La Nyalla Mattalitti datang menjelaskan mahar politik di Pilgub Jatim.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Pasca ketidakhadiran La Nyalla Mahmud Mattalitti pada undangan pertama, Senin (15/1/2018), Bawaslu Jatim rencananya akan mengirimkan surat undangan susulan.
"Di dalam waktu dekat, kami akan mengirimkan surat undangan susulan. Targetnya, minggu-minngu ini sudah dikirimkan," tegas Aang Kunaifi, Komisioner Bawaslu Jatim, Senin (15/1/2018).
Aang menyebutkan, bahwa Nyalla dalam surat keterangan yang dikirimkan melalui utusannya tersebut, menyatakan alasan ketidakhadiranya.
"Beliau (Nyala) menyampaikan bahwa posisi beliau sedang di luar Surabaya, luar Jawa Timur. Sehingga, tak bisa menghadiri undangan beliau," ujarnya.
Lebih lanjut, seandainya Nyala tak hadir di undangan berikutnya, Bawaslu akan membahasnya dengan Bawaslu RI.
"Kami akan membahas dengan Bawaslu RI seandainya beliau kembali tak hadir di undangan berikutnya," jelasnya.
Batal Hadir ke Bawaslu Terkait Mahar di Pilgub Jatim, La Nyalla Pilih Kirim Orang ini Jadi Utusan
Pada penjelasannya, Aang menegaskan tujuan pihaknya mengundang Nyalla adalah untuk mendalami pernyataan yang dilontarkan Nyalla beberapa hari lalu.
Untuk diketahui, Bawaslu Jatim mengundang Nyalla sebagai tindaklanjut pasca Bacagub Jatim tersebut mengeluarkan pernyataan kontroversial di media.
Sebelumnya, Nyalla menyebut adanya kewajiban membayar mahar atau imbalan kepada partai politik tertentu dalam proses pencalonan gubernur Jatim.
"Sehingga, kami berharap apa yang disampaikan beliau tidak bergulir terus. Yang kemudian nanti ada pihak yang merasa dirugikan," ujarnya.
Ketika Tuah Para Jenderal Tak Lagi Sakti di Pilkada Jawa Timur
Aang menjelaskan adanya potensi pelanggaran andai yang dikatakan oleh Nyalla merupakan sebuah fakta.
"Kalau yang disampaikan beliau tentu ada konsekuensi. Sebab, publik menyampaikannya 'mahar politik'. Namun, kalau di regulasinya, disebutkan 'partai politik menerima imbalan'," tegasnya.
Soal mahar politik ini, regulasi diatur dalam UU Pilkada No 10 Tahun 2016.