Mahasiswa Madura Desak DPRD Jatim Gunakan Hak Interpelasi Untuk Tolak Impor Garam
Puluhan mahasiswa yang mengatasnamakan diri Aliansi Mahasiswa Madura (AMM) mendatangi Kantor DPRD Jawa Timur
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Puluhan mahasiswa yang mengatasnamakan diri Aliansi Mahasiswa Madura (AMM) mendatangi Kantor DPRD Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (9/5/2018).
Dalam orasinya, koordinator lapangan, Mashud, menyampaikan, kedatangan mereka untuk mendesak para anggota DPRD Jawa Timur untuk menggunakan hak interpelasinya kepada pemerintah terkait kebijakan pengendalian impor garam.
“Hak interpelasi tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Petambak Garam,“ tuturnya.
Mashud menjelaskan, aksi tersebut berangkat dari keprihatinan atas praktik impor garam yang dipermainkan oleh para kartel.
“Kami menolak praktik kartel dalam industri garam nasional, terutama di Pulau Madura. keprihatinan ini kami sampaikan dengan aksi ‘tutup mulut’ dan ‘tutup mata',” cetusnya.
Baca: Kerusuhan di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, 5 Polisi dan 1 Tahanan Tewas
Ia memaparkan, Pulau Madura dikenal sebagai pulau garam.
Hal itu lantaran sejak kolonialisme Belanda hingga saat ini, Madura masih menjadi salah satu daerah penghasil garam terbesar di Indonesia.
Pada tahun 2017, produksi garam di Madura mencapai 436.929,95 MT. sedangkan produksi garam nasional mencapai 2,1 juta MT.
Artinya, 20% produksi garam disumbang oleh Pulau Madura.
Namun, disisi lain, kebutuhan garam nasional telah mencapai 4,2 juta MT. Dengan kata lain, produksi garam nasional hanya mampu memenuhi 50% kebutuhan dalam negeri.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Pemerintah akhirnya memutuskan untuk membuka kran impor garam.
Selain karena produksi nasional tidak memenuhi kebutuhan, alasan lain melakukan impor juga karena kualitas garam dalam negeri tidak memenuhi standar kualitas industri.
“Hal itu sebenarnya merupakan sebuah keanehan.
Pasalnya, di pasar dunia tidak ada pembedaan antara garam konsumsi maupun garam industri,” papar Mashud.
Mashud membenarkan, industri CAP (clor alkali plant) membutuhkan garam kualitas diatas 96%. Namun faktanya, imbuhnya, program geomembrane dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mampu memproduksi 125 MT per hektar dengan kualitas 96%.