5 Tahun Terima Bantuan PKH, Jumiati Bebas Dari Kemiskinan dan Kini Sebulan Bisa Raup Puluhan Juta
Jumiati terbebas dari kemiskinan dan kini sebulan bisa meraup puluhan juta, setelah lima tahun menerima bantuan PKH.
Penulis: Hanif Manshuri | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, LAMONGAN - Niatan untuk lepas dari kemiskinan sejatinya ada pada manusia dan dilakukan dengan cara yang berbeda-beda.
Ada yang bertahan dengan menggantungkan menerima bantuan, namun ada yang dengan bantuan itu dipakai modal untuk berusaha dan lepas dari kemiskinan serta ketergantungan.
Setidaknya, itulah yang terjadi pada Jumiati, warga RT 03 RW 01 Desa/Kecamatan Sukorame, Kabupaten Lamongan.
Kini, Jumiati bisa menjadi sosok inspirasi yang patut dicontoh.
Jumiati ini tergolong warga tidak mampu. Ia masuk diantara sekian ribu warga Lamongan penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dari pemerintah.
Meski menerima modal bantuan, dia bertekat bisa terlepas dari bantuan itu. "Saya harus bangkit dari keterpurukan dan tidak hanya bisa menadahkan tangan ke pemerintah," ungkap Jumiati, Minggu (2/9/2018).
Sehingga uang dari program PKH itu dipakai modal membuka usaha secara mandiri.
Jumiati pada 2009 menerima bantuan PKH. Uang bantuan tidak dipakai untuk kebutuhan makan setiap hari. Namun dikembangkan dengan caranya sendiri. Ia membuka usaha warung bakso.
"Ya, modalnya dari uang PKH," kata ibu dua anak ini.
Anaknya masih sekolah, sedangkan pekerjaannya sehari-hari sebelum membuka usaha warung, hanya sebagai buruh tani.
Suaminya pada musim kemarau, memilih mencari pekerjaan dengan merantau ke luar kota. Seperti buruh tani lainnya, upah dari buruh tani hanya cukup untuk belanja sehari-hari.
Jumiati mengisahkan masa lalunya, jika tidak musim panen suaminya mencari pekerjaan di luar. Sedang Jumiati di tetangga membantu pekerjaan rumah tetangganya, mencuci baju dan membersihkan rumah.
"Banyak tetangga bergiliran membutuhkan tenaga saya," katanya.
Jumiati, masuk sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) dan setiap bulan berhak mendapatkan uang dari pemerintah, setiap bulannya Rp 300 ribu yang tidak bisa cair setiap bulan.
Keterpurukan itu tidak ingin ia nikmati selamanya, dan belajar dari masa lalunya, kondisi ekonomi pas-pasan itu, Jumiati berusaha bertekat untuk hidup lebih layak lagi.