Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Rumah Politik Jatim

Strategi Tim Kampanye Prabowo-Sandiaga di Jatim: Jauhi SARA, Perkuat Isu Pelemahan Ekonomi

Kubu pasangan capres-cawapres Prabowo-Sandiaga sudah menyiapkan serangkaian startegi untuk masa kampanye.

SURYA/BOBBY CONSTANTINE KOLOWAY
Badan Pemenangan Provinsi (BPP) Provinsi Jawa Timur pasangan untuk capres-cawapres, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno berkunjung ke redaksi Harian Surya dan TribunJatim.com, Sabtu (22/9/2018). 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Masa kampanye untuk tahapan pemilihan umum (Pemilu) 2019 akan dimulai hari ini, Minggu (23/9/2018).

Menghadapi tahapan tersebut, kubu pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pun menyiapkan serangkaian startegi.

Ketua Badan Pemenangan Provinsi (BPP) Provinsi Jawa Timur, Soepriyatno, menjelaskan beberapa di antaranya.

Pertama, pihaknya memastikan tak akan menggunakan isu Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA), terutama agama.

”Kami tak akan menggunakan isu agama. Apalagi, sampai membenturkan dengan dasar Negara. Dasar Negara telah final dan kami bersama Pak Prabowo telah berkomitmen untuk terus mengawal Pancasila,” ujar Soepriyatno saat berkunjung ke redaksi Harian Surya dan TribunJatim.com, Sabtu (22/9/2018).

VIDEO: Pengakuan Sopir Ekspedisi yang Ditangkap Polsek Sukomanunggal, Pakai Sabu Guna Tambah Stamina

Dibandingkan menggunakan isu tersebut, pihaknya memilih menggunakan isu pelemahan ekonomi yang saat ini terjadi di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Jokowi juga menjadi capres, sekaligus rival Prabowo di pemilihan presiden (Pilpres) mendatang.

Misalnya, dengan adanya pelemahan rupiah, tingginya impor, peningkatan rasio hutang pemerintah, hingga pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat.

Untuk diketahui, rupiah memang sempat menembus Rp 15 ribu per dolar AS pada 5 September 2018.

Sedangkan terkait impor, akhir-akhir ini ramai dibicarakan mengenai simpang siur data terkait impor beras antara Perum Bulog dengan Kementerian Perdagangan.

Sebanyak dua juta ton beras impor yang dilakukan sejak awal 2018 silam dinilai belum cukup untuk memenuhi kuota dalam negeri sehingga masih membutuhkan tambahan impor.

Hal ini, kata Soepriyatno, lantas diperparah dengan perbedaan data produksi beras antara Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik.

Kementerian Pertanian menyebut adanya surplus produksi beras secara nasional.

”Ini yang menarik. Sama-sama dari pemerintah. Namun berbeda saat bicara data. Satunya cukup, satunya butuh impor,” kata Soepriyatno yang juga Ketua DPD Gerindra Jatim ini.

Kekecewaan Fandry Imbiri Dapat Kartu Merah Kala Jamu Mitra Kukar: Ada Video, Lihat Siapa yang Salah

Belum lagi dengan besarnya utang pemerintah hingga saat ini, yang jumlahnya mencapai Rp 4.200 triliun.

Sumber: Tribun Jatim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved