Kisah Sheikha Latifa, Putri Kerajaaan Dubai yang Kabur dari Karena Tak Betah Hidup di 'Penjara Emas'
Kisah putri kerajaan Dubai yang memilih kabur karena tak kuat hidup bergelimang harta dan ingin kebebasan.
Kisah putri kerajaan Dubai yang memilih kabur karena tak kuat hidup bergelimang harta dan ingin kebebasan.
TRIBUNJATIM.COM - Kisah seorang putri kerajaan Dubai, Uni Emirat Arab membuktikan bahwa harta duniawi tak menjamin kebahagiaan.
Putri kerjaan Dubai bernama Sheikha Latifa Mohammed Al Maktoum mengaku tak kuat hidup di 'Penjara Emas' ia ingin kebebasan.
Dikutip dari Kompas.com (grup TribunJatim.com), Kamis (6/12) Sheikha ialah salah satu dari 30 anak di kerajaan Dubai.
Sheikha merupakan anak dari Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum, Wakil Presiden dan Perdana Menteri Uni Emirat Arab (UEA).
• Punya Wajah Cantik, Gadis Ini Dijuluki Penjahat Tercantik di China, Masih Buron dan Diburu Polisi
Diketahui Sheikha minggat dari istana kerajaan Dubai pada Maret lalu.
Sheikha kabur dan bersembunyi di sebuah kapal pesiar bernama Nostromo di lepas pantai Goa, India.
Namun petugas keamanan India berhasil menemukan Sheikha dan menangkapnya.
Sheikha kemudian dibawa kembali ke Dubai.
• Meski Sang Kekasih Punya Kelainan Kulit Langka, Pria Tampan Ini Tetap Mencintainya karena Alasan Ini
Ada lagi seorang mantan agen rahasia Perancis dan tiga anggota awak kapal pesiar ditangkap karena terbukti membantu menyembunyikan sang putri.
Mengetahui kejadian ini, Amnesty International memaksa UEA agar menghormati hak Putri Sheikha untuk bepergian keluar negeri.
Kejadian ini akan dibahas pada rapat PBB di Geneva pekan depan.
"Hari ini menandai enam bulan sejak Sheikha Latifa dan lima orang lainnya ditahan di laut oleh pasukan keamanan India dan UEA, sementara kapal yang mereka tumpangi disita," kata juru bicara Amnesty International.
• Kisah Kiki Maria Putri Suzanna, Suami Ditembak Ayah Tiri Clift Sangra hingga Tak Dapat Warisan
"Sheikha Latifa ditahan secara tidak sengaja di sebuah lokasi yang dirahasiakan oleh UEA," imbuhnya.
Amnesty Internasional menganggap kejadian ini sebagai pelanggaran HAM yang dilakukan India dan UEA.