Rumah Politik Jatim
Peduli Geliat UMKM & Potensi Wisata Dolly-Putat Jaya, Arzeti Bilbina Apresiasi Pokdarwis Sobo Dolly
Sejak lokalisasi Dolly ditutup 2014, ekonomi daerah itu sempat surut. Namun, bangkit lagi dengan bantuan pemerintah, hingga kini jadi tempat wisata.
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Siapa tak kenal Dolly? Nama eks lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara yang diambil dari nama seorang perempuan Indo-Belanda ini telah tersohor sejak puluhan tahun yang lalu.
Pusat prostitusi yang meluas hingga ke permukiman warga ini dulunya dikenal dengan perempuan-perempuan cantiknya yang dipajang di dalam "akuarium" atau etalase, yang siap dipilih untuk melayani para pelanggannya.
Dulu, bagi warga asli Putat Jaya, adzan maghrib bukan hanya sebagai panggilan untuk melaksanakan ibadah, melainkan juga sebagai penanda bahwa kegiatan hedon-prostitusi sudah dimulai.

Anak-anak kecil dan remaja diwajibkan segera masuk ke dalam rumah masing-masing, bukan hanya supaya tidak terpengaruh oleh kehidupan malam, tapi juga agar tidak ditawar oleh para penikmat bisnis lendir.
Namun, sejak secara resmi ditutup oleh Pemerintah Kota Surabaya pada tahun 2014, gemerlapnya kehidupan malam sudah tidak lagi nampak di Dolly.
Perempuan penjaja kenikmatan beserta mucikarinya yang mayoritas pendatang, telah diberi pesangon dan dikembalikan ke daerah asalnya masing-masing.
Kemegahan wisma-wisma besar dengan akuariumnya dan hiruk pikuk rumah musik di gang-gang sempit sirna seketika itu juga.
Warga setempat tentunya senang pada keputusan Pemerintah Kota Surabaya ini. Namun, penutupan lokalisasi Dolly ternyata menyisakan beragam permasalahan.

Kolapsnya perekonomian warga adalah salah satu dampak yang terlihat nyata. Dulu, mayoritas warga setempat menyandarkan hidupnya dari bisnis-bisnis kecil seperti laundry kiloan, katering, warung kopi, lahan parkir hingga jasa tukang parkir dan keamanan.
Dengan ditutupnya Dolly, wilayah tersebut tiba-tiba menjadi sepi, sehingga bisnis-bisnis rumahan tersebut gulung tikar.
Banyak anak-anak yang pada akhirnya harus putus sekolah karena terkendala biaya. Bahkan tidak sedikit keluarga yang berpisah karena faktor ekonomi.
Pokdarwis, Sebuah Dukungan dari Kemenpar dan Komisi X DPR RI

Seperti yang disampaikan Cak Lutfi Nurzaman, Founder Sobo Dolly dan DSP Institute, kondisi Dolly pasca penutupan tahun 2014 belum stabil dari sisi keamanan, sehingga masyarakat masih enggan untuk berkunjung ke Dolly.
Namun, pada awal 2019, warga Dolly mendapat kehormatan dari Komisi X DPR RI dan Kementrian Pariwisata RI untuk menghadiri sosialisasi terkait destinasi wisata.
Sejak saat itu, warga Dolly berinisiatif untuk membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) serta membuat rute dan paket wisata yang berpotensi dapat membantu meningkatkan omzet UMKM Dolly melalui konsep Omni Marketing.