Bambang Widjojanto Sebut MK 'Mahkamah Kalkulator', Feri Amsari: Gaya Advokasinya Menekan Peradilan
Sebelumnya, Bambang Widjojanto meminta MK agar tidak menjadi 'Mahkamah Kalkulator', bagaimana tanggapan Pakar Hukum mengenai hal ini?
Penulis: Elma Gloria Stevani | Editor: Januar
TRIBUNJATIM.COM - Bambang Widjojanto sempat meminta Mahkamah Konstitusi agar tidak menjadi ‘Mahkamah Kalkulator’ setelah menyerahkan permohonan gugatan sengketa Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Jumat (24/5/2019).
“Kami mencoba mendorong MK bukan sekadar Mahkamah Kalkulatir yang bersifat numerik. Tapi memeriksa betapa kecurangan begitu dahsyat,” ujar Bambang Widjojanto yang dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Minggu (26/5/2019).
Pernyataan yang disampaikan oleh Bambang Widjojanto ini rupanya mengundang banyak pihak untuk menanggapinya.
Salah satu diantaranya adalah Feri Amsari yang merupakan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas ini memberikan tanggapannya soal pernyataan yang diungkapkan oleh Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto.
Feri Amsari memberikan tanggapannya kala menjadi narasumber di program acra Kompas Petang di Kompas TV pada Senin (27/5/2019).
• Adian Napitupulu Blak-blakan Soal Dalang Kerusuhan 22 Mei, IPW Sebut 6 Orang Termasuk Purnawirawan

Dalam penilaiannya, Feri Amsari menjelaskan bahwa penyataan yang diungkapkan oleh Bambang Widjojanto adalah sebuah gaya tersendiri bagi BW atau Bambang Widjojanto yang memahami alat bukti dugaan kecurangan Pilpres 2019 yang begitu sederhana.
Feri Amsari menjelaskan alat bukti sederhana itulah yang membuat Bambang Widjojanto merasa perlunya kekuatan untuk menekan peradilan.
Selain itu, Feri Amsari menjelaskan bahwa kekuatan yang menekan peradilan itu nantinya akan menghasilkan asumsi masyarakat bahwa hasil sengketa Pilpres 209 tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh Bambang Widjojanto.
"Nah dia dengan gaya advokasinya, saya pikir sedang melakukan strategi dengan pressure-nya, dimana saat ini semua mata tertuju kepada MK. Ketika nantinya putusan MK yang tak sesuai dengan keinginan Bambang Widjojanto, publik akan berasumsi peradilan bagian dari rezim yang buruk," ucap pakar hukum.
Bagaimanapun juga, Feri Amsari mengaku strategi tersebut adalah sesuatu yang wajar lantaran mereka memiliki profesi yang sama.
Namun, Feri Amsari tampak menyayangkan pernyataan Bambang Widjojanto, pasalnya agar bisa menang di persidangan Mahkamah Konstitusi nantinya, alangkah baiknya bila tim hukum BPN Prabowo-Sandiaga fokus ke pembuktian di Mahakamah Konstitusi.
"Sejauh mana kuasa hukum bisa membuktikan bukti-bukti valid," imbuh pakar hukum.
Feri Amsari menjelaskan bahwa alat bukti sederhana yang diajukan BPN Prabowo Sandiaga berupa permohonan kuasa hukum yang terdiri dari 37 halaman yang isinya terdapat beberapa link berita.
Sehingga, Feri Amsari menjelaskan bahwa link berita itulah yang akan dijadikan alat bukti oleh BPN Prabowo-Sandiaga dan menurutnya bukti tersebut tidak kuat.
Namun, Feri Amsari memaklumi keadaan tim hukum BPN Prabowo-Sandiaga hanya memiliki waktu yang terbatas untuk menggali bukti-bukti lainnya.