Tri Rismaharini Titip Proyek Trem pada Wali Kota Surabaya Selanjutnya, Pakar dari ITS Angkat Bicara
Wali Kota SUrabaya mengakui, di sisa waktu kepemimpinannya, yakni sampai 2020, dia kesulitan bila harus memulai proyek angkutan Trem
Penulis: Delya Octovie | Editor: Anugrah Fitra Nurani
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Wacana pembangunan monorail dan trem di Surabaya sudah berkembang sejak 2013.
Namun, hingga mendekati masa akhir kepemimpinan Wali Kota Tri Rismaharini, kedua rencana tersebut belum JUGA terwujud.
Tri Rismaharini menyebut monorail bawah tanah yang termasuk dalam Mass Rapid Transit (MRT) tidak diperlukan Surabaya, karena trem saja sudah cukup.
"Tidak perlu MRT bawah tanah, karena pasti biayanya lebih besar. Trem saja sudah cukup," tutur Risma.
(Ajak Jalan Cucu Naik MRT, Ibu Syahrini Habis Puluhan Juta untuk Outfit, Apa Barang Termahalnya?)
Menurutnya, trem sebenarnya lebih besar daya tampungnya dibanding bus.
Tetapi, ia belum bisa merealisasikan trem karena butuh waktu panjang, sedangkan masa kepemimpinannya berakhir 2020.
"Trem nggak bisa aku, di sisa waktuku nggak mungkin melakukan kontrak jangka panjang, jadi nggak mungkin itu. Makanya kita ganti dengan Bus Suroboyo itu," ujarnya.
Pembangunan trem tampaknya akan menjadi PR untuk wali kota selanjutnya.
"Sambil jalan mungkin wali kota selanjutnya bisa realisasikan trem," katanya.
Pakar transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Putu Rudy Setiawan, mengatakan, MRT maupun trem sebenarnya mungkin saja diaplikasikan di Kota Pahlawan.
MRT yang butuh area bawah tanah, membutuhkan biaya yang jauh lebih besar dibandingkan Light Rail Transit (LRT) seperti Jakarta.
Bila dibandingkan dengan trem, tentu trem menjadi solusi termurah.
"Kalau LRT seperti di Palembang dan Jakarta, itu semuanya elevated di atas, itu kan jelas-jelas mahal konstruksinya. Nah, MRT bawah tanah, malah jauh lebih mahal lagi. Seperti di Jakarta kan ada dari Lebak Bulus sampai Bundaran HI, itu jauh lebih mahal," papar dosen Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota tersebut, Minggu (9/6/2019).
Sedangkan trem dirasa lebih cocok karena berbasis jalan, sehingga hanya perlu menambah rel.
"Misal mulai Joyoboyo ke median jalan Diponegoro, itu memakai median karena ada jalur kereta api dulu. Nanti kalau ke utara lagi tidak ada median, dipasangi rel. Akhirnya, jalan nanti dipakai dua moda, satunya R2 dan R4, satunya trem. Itu jelas lebih murah, lebih praktis," jelasnya.