Tarian Mengerikan Peninggalan Kerajaan Majapahit ini Dipakai Ruwat Desa, Begini Prosesinya
Tarian khas tradisional yang diwariskan secara turun-temurun sejak jaman Kerajaan Majapahit ini, menjadi klimaks kemeriahan bagi warga.
Penulis: Rorry Nurmawati | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, MOJOKERTO - Sejak siang, nampak semua orang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Mulai dari menyiapkan tumpeng, gunungan sesaji, hingga merias diri.
Kesibukan ini nampak jelas di Dusun Begagan Desa Begaganlimo Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto. Bukan sedang ada hajatan nikah, melainkan ruwat desa yang diselenggarakan secara meriah.
Ibu-ibu terlihat sibuk dengan masakan dan merangkai makanan membentuk gunung. Sedangkan para pria disibukkan dengan menyiapkan tempat dan alat musik.
Ya, selain kirab gunungan makanan, akan ada pertunjukan wayang kulit dan yang paling ditunggu adalah Tarian Ujung.
Tarian Ujung khas tradisional yang diwariskan secara turun-temurun ini, menjadi klimaks kemeriahan bagi warga setempat.
Kabupaten Mojokerto sendiri dikenal dengan banyak sejarah dan keseniannya, lantaran pernah menjadi pusat Kerajaan Majapahit.
Baca: Lembah Cinta Pacet, Destinasi Baru Adventure Park yang Super Ekstrem, Berani Coba?
Tari Ujung merupakan kesenian Jawa yang merepresentasikan pejuangan pendiri Kerajaan Majapahit kala itu, untuk membela rakyat dengan menyerang bala tentara.
Mungkin, bagi sebagian orang Tari Ujung terlihat kejam lantaran menggunakan rotan sebagai alat utama.
Seperti orang sedang bertempur, Tarian Ujung dilakukan oleh dua orang dengan membawa rotan masing-masing.
Cara bermainnya pun cukup mudah, seorang lawan akan menyabetkan rotan ke tubuh, sedangkan lawan lainnya berusaha untuk menangkis dengan rotan yang dipegang.
Sebetan rotan pun nampak jelas membekas dibagian punggung dan pinggang. Tak jarang, darah bercucuran karena kerasnya sabetan rotan.
Luka akibat sabetan rotan kayu sepanjang setengah meter dari lawan pun tak dirasakan oleh peserta, karena setelah memukul peserta pun berjoget mengikuti iringan musik Gending Jathen.
Baca: Jelang Ramadan, Pasangan Mesum Marak Indehoi di Tempat Kos-kosan
Tari Ujung ini pun memiliki ketentuan, yakni peserta hanya boleh memukul di area leher hingg pinggang.
"Yang jelas, dilarang memukul kepala dan kemaluan. Kalau tidak sengaja, maka harus segera meminta maaf," kata Tokoh Masyarakat Dusun Begagan Karnoko kepada Surya, Rabu (10/5/2017).
Untuk mengikuti kesenian tradisional yang konon sudah ada dan berkembang sejak Kerajaan Majapahit ini, tidak ada hadiah khusus.
Karena Tari Ujung bukan sebuah kejuaraan, sehingga tidak ada menang atau kalah. Pertarungan akan dihentikan setelah lima kali sabetan untuk masing-masing peserta.
"Tapi kami berikan reward sendiri bagi peserta, supaya semangat," imbuhnya.
Sayangnya, kesenian tradisional ini mulai terpinggirkan. Di Kabupaten Mojokerto sendiri, hampir jarang dijumpai kesenian Tari Ujung ini.
Kesenian ini hanya akan ada ketika event tertentu, seperti ruwat desa, mantenan dan hajatan tertentu.
"Tarian ini diwariskan secara turun temurun, tidak ada latihan ataupun wadah khusus. Jadi harapan kami tertumpuh pada generasi penerus supaya dilestarikan," harapnya. (Surya/Rorry Nurmawati)