Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kisah Perjuangan Madyani, Pahlawan Dibalik Lancarnya Perjalanan Kereta Api

Tiap hari, pria pahlawan tua harus berjalan kaki sejauh 8 kilometer untuk menunaikan tugas mulianya.

Penulis: Rahadian Bagus | Editor: Mujib Anwar
SURYA/RAHADIAN BAGUS
Madyani, petugas penilik jalur kereta api memeriksa kondisi rel kereta api agar aman dilintasi, Kamis (25/5/2017). 

Selama berjalan, ia harus mengamati dengan seksama apabila terjadi kerusakan pada rel, dan melaporkannya dengan handy talky (HT) yang ia kantongi disaku kemejanya.

Yani juga harus menyingkirkan apabila ada batu atau benda yang berada di rel, serta memastikan kondisi balas rel dalam keadaan baik.

Selama berjalan, Yani tampak sesekali mengencangkan balas rel mengunakan palu. Sesekali, Yani juga tampak mengamati kondisi sekitar rel ketika melintasi jembatan kecil.

Ketika di tengah perjalanan, Yani juga sempat berpapasan dengan kereta api. Yani kemudian mengangkat peralatannya, dan memasangnya kembali ke atas rel setelah kereta melintas.

Tak jarang, Yani bertegur sapa dengan sejumlah petani yang sedang berada di sawah. Meski terik matahari sangat terasa pagi itu, Yani tampak berjalan dengan cepat tanpa beristirahat.

"Harus tepat waktu sampai di Stasiun Madiun," katanya sambil terus berjalan.

Baca: Wisata Goa Djepang Disulap Makin Kinclong, Begini Penampakan Barunya

Yani menuturkan, selama perjalan ia kerap menjumpai batu-batu yang sengaja diletakan di atas rel oleh sejumlah anak-anak. Padahal, menurutnya hal itu bisa menyebabkan terjadinya kereta anjlok.

"Biasanya musim liburan sekolah, banyak anak menaruh batu di rel," ucapnya.

Selain itu, terkadang ia juga kerap menjumpai ular saat bekerja. Namun ia mengaku tidak pernah merasa takut, meski harus berjalan sendirian pada malam hari sejauh 8 kilometer di jalur rel.

"Sudah biasa," kata pria yang tiga tahun lagi segera pensiun ini.

Banyak suka duka selama empat tahun bekerja sebagai petugas penilik jalur. Ketika hujan lebat, ia tetap harus bekerja.

"Kalau hujan tetap jalan, apalagi kalau hujan lebat harus start lebih awal karena harus mengecek kalau terjadi longsor," imbuh ayah tiga anak ini.

Meski demikian, ia selalu mensyukuri dan menjalani pekerjaanya dengan sungguh-sungguh. Sebulan sekali, ia mendapat gaji sekitar Rp 4 juta hingga Rp 5 juta.

Uang itu jauh lebih besar bila dibandingkan ketika ia masih bekerja sebagai cleaning service, yang digaji Rp 700 ribu perbulan.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved