Kondisi Area Sekitar Tak Layak, Korban Lumpur Lapindo Juga Rasakan Dampak Lingkungan dan Kesehatan
Hasil penelitian mengenai kondisi area lumpur Lapindo membuktikan hal yang mengejutkan.
Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Alga W
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Sofyan Arif Candra Sakti
TRIBUNJATIM. COM, SURABAYA - Hasil penelitian mengenai kondisi area lumpur Lapindo membuktikan hal yang mengejutkan.
Meski sudah 11 tahun, semburan lumpur Lapindo yang terjadi di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Sidoarjo, sampai sekarang dampaknya masih dirasakan warga.
Selain korban yang kehilangan tempat tinggal, kondisi dan lingkungan di sekitar daerah tersebut juga rusak.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur melakukan penelitian terhadap tanah dan air di area semburan lumpur Lapindo.
Baca: 11 Tahun Lumpur Lapindo, WALHI Jatim Sayangkan Ganti Rugi yang Tak Tuntas Sebatas Aset Saja
Dari hasil penelitian, air dan tanah di area tersebut terbukti mengandung PAH atau Polycyclic Aromatic Hydrocarbon sampai 2.000 kali di atas ambang batas normal.
"Kalau menurut UNEP PBB, PAH itu senyawa berbahaya yang bersifat karsiogenik atau zat pemicu kanker," ujar Direktur WALHI Jatim, Rere Christianto, Senin (29/5/2017).
Selain WALHI Jatim, tim kelayakan permukiman yang dibentuk Gubernur Jatim juga melaporkan hal serupa.
Baca: Jelang 11 Tahun Lumpur Lapindo, Kisah yang Sulit Dilupakan, Banyak Kejadian yang Bikin Was-was
Level pencemaran udara oleh Hydrocarbon mencapai tingkat 8 ribu sampai 220 ribu kali lipat di atas ambang batas.
Selain tanah dan air, hasil pemantauan kualitas udara WALHI menggunakan Eco Checker menunjukkan kondisi gas sekitar area.
Gas Hidrogen Sulfida (H2S) di sekitar lumpur Lapindo mencapai angka 85 ppb (part per billion).
Baca: Suroboyo Night Carnival Adakan Diskon Spesial di Ramadan, Pas Banget Buat yang Mau Ngabuburit!
WALHI Jatim pun membandingkan hasil pengukuran itu dengan udara di sekitar kantor WALHI Jatim di Jalan Karah, Surabaya.