Goa Nur Muhammad Tempat Riyadhoh Para Pesilat, ini Lokasinya
Mungkin, masyarakat luas masih belum banyak mengetahui keberadaan musola bawah tanah yang ada di Dusun Losari Desa Pekukuhan Kecamatan Mojosari Kabup
Penulis: Rorry Nurmawati | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, MOJOKERTO - Mungkin, masyarakat luas masih belum banyak mengetahui keberadaan musola bawah tanah yang ada di Dusun Losari Desa Pekukuhan Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur ini.
Bila pada umumnya tempat beribadah berdiri di atas permukaan tanah, lain hal nya dengan Goa Nur Muhmmad Puser Bumi ini. Berada di kedalaman delapan meter, musola yang diberi nama Kendali Sodo ini merupakan tempat khusus berdoa para santri yang ada di Padepokan Mayangkoro.
Tempat ibadah yang ada di lingkungan Pondok Pesantren Sambung Sari Noto Projo ini baru ada sekitar tahun 1995 dengan lama pembangunan kurang lebih tiga tahun.
Pencetus adanya musola yang akrab disebut dengan musola bawah tanah ini adalah Imam Malik. Pria yang meninggal pada 2009 lalu, merupakan guru Pencak Silat Pagar Nusa kala itu di Padepokan Mayangkara.
Musola bawah tanah ini kata Muhammad Habib Al Mukhsin yang tidak lain putera ke empat Imam Malik, berawal dari ketidaksengajaan.
Sebab dulunya, tempat itu merupakan sebuah kolam pemandian untuk para santri yang bergelut di Pencak Silat Pagar Nusa. Baru kemudian, kolam tersebut digali dengan menyerupai tempat salat.
"Digali menyerupai cerukan, baru kemudian melebar kemana-mana," kata Habib saat ditemui Surya, Selasa (30/5/2017).
Kali ini, Surya mendapat kesempatan menjelajahi isi ruangan musola yang diperkirakan memiliki luas kurang lebih 50 meter. Saat pertama kali masuk, lebar jalan hanya mampu untuk satu orang dengan luasan setengah meter.
Tidak hanya itu, musola tak begitu tinggi, bahkan ada beberapa rungan dan jalan memiliki konstruksi tanah yang tidak rata.
Di dalam Goa Nur Muhammad Puser Bumi ini, ada lima ruangan untuk melakukan riyadhoh atau melatih diri.
Selain itu, ada tujuh sumber mata air yang terbuat dari sumur. Dan yang terakhir ada dua sendang yang diberi nama sendang wedok atau kolam perempuan dan sendang lanang yang artinya kolam laki-laki.
"Kalau kolamnya, juga untuk berdzikir di dalam air," jelasnya.
Sepanjang perjalanan menelusuri Goa Nur Muhammad Puser Bumi ini, jangan harap bisa melihat pemandangan dengan jelas. Sebab, di dalam tempat ini tidak ada satu pun pencahayaan yang teraliri listrik. Sehingga, ketika berkunjung di dalam tempat ini akan dipandu oleh pendamping dengan membawa senter.
Baca: Kisah Pasutri Penjual Jamu Tradisional, Demi Makan Rela Hidup di Rumah Sarang Kelelawar
"Kenapa tidak ada listrik, dengan harapan orang yang kesini berpikir tentang kemagisan dengan mengatakan dalam hatinya bagaimana seandainya dirinya terkubur dalam tanah suatu hari nanti. Karena pesan kematian itulah, Abah (Imam Malik) berharap orang akan semakin mempertebal rasa keimanannya terhadap Allah," terangnya.
Saat memasuki ruang ini, bau khas tanah masih sangat terasa. Hawa dingin karena kelembabannya begitu dingin menusuk badan. Bahkan air yng tersumber dari mata air terlihat jelas membanjiri tanah sepanjang perjalanan.
Air setinggi mata kaki hingga betis begitu dingin dengan campuran tanah yang masih asli. Di sebelah kanam dan kiri tidak ada beton penyanggah sama sekali, melainkan masih berbentuk gumpalan tanah.
Goa Nur Muhammad Puser Bumi memang tidak begitu dikenal di kalangan masyarakat luas. Hal ini dikarenakan tidak banyknya santri yang berguru di Padepokan Mayangkoro ini.
Bangunan padepokan yang khas dengan desain Arab perpaduan Jawa ini, terlihat mulai tak terawat dengan baik setelah sepeninggal Imam Malik.
Baca: Berselingkuh Saat Bulan Puasa, PNS ini Kena Razia
Hal itu pun diakui oleh Habib yang selama ini mengurus Padepokan Mayangkoro bersama Muhammad Abdul Wahab Said kakaknya.
"Tidak sebanyak dulu sewaktu almarhum abah masih ada. Dulu setiap hari sering dapat kunjungan dari Sidoarjo, Bojonegoro, Surabay dan Kediri sendiri. Paling banyak Kediri, karenan memang abah asli Kediri. Kalau sekarang hanya santri ngaji TPQ saja dari warga sekitar. Kebetulan juga ada masjid di samping, jadi masih sering digunkn untuk berjamaah. Kalau musola bawah tanah, hanya yang punya keinginan saja," jelasnya.
namun tidka menutup kemungkinan, tempat ini tidak hanya dikhususkan bagi para pesilat. Namun terbuka untuk semua kalangan yang ingin beribadah secara tenang, dengan suasana yang berbeda.
"Semua orang boleh ke sini, karena memang dari awal pendirian tempat ini bukan dikhususkan untuk anggota Pagar Nusa, melainkan untuk semua orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah," (Surya/Rorry nurmawati)