Sidang Kasus Pungli PT Pelindo III Periksa Saksi, Importir Malah Senang Ada PT Akara Multi Karya
Kuasa hukum Augusto Hutapea, Pantas Sitindaon mengungkapkan, adanya PT Akara Multi Karya sebagai vendor dari PT TPS itu justru membuat senang importir
Penulis: Aqwamit Torik | Editor: Alga W
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Aqwamit Torik
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Sidang kasus pungli PT Pelindo III digelar di Ruang Sidang Garuda Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (30/5/2017).
Kasus pungli ini menyeret nama Dirut PT Akara Multi Karya, Augusto Hutapea sebagai vendor dari PT TPS.
Dalam sidang ini, agendanya adalah pemeriksaan saksi.
Baca: Antisipasi Arus Mudik, Beberapa Ruas Jalan Tol Baru Berikut Ini Siap Digunakan untuk Lebaran 2017
Saksi yang dihadirkan adalah Direktur Operasional dan Pengembangan Bisnis, Rahmat Satria dan Manajer Pelindo Energi Logistik, Firdiat Firman.
Menurut kuasa hukum Augusto Hutapea, Pantas Sitindaon mengungkapkan, adanya PT Akara Multi Karya sebagai vendor dari PT TPS itu justru membuat senang importir.
"PT Akara justru mempercepat proses importir untuk keluar, malahan biaya yang ditekankan jauh lebih ringan dibandingkan yang diterapkan oleh Pelindo," ujar Pantas Sitindaon.
Baca: Larang Pacar Masuk Kamarnya Selama 3 Tahun, Ternyata Cewek Ini Simpan Benda yang Bikin Lari
Saksi lalu ditanya oleh Majelis Hakim mengenai pungutan.
Apakah pungutan yang diterapkan oleh PT Akara Multi Karya memberatkan para importir, atau adakah importir yang mengeluhkan hal tersebut.
Namun Rahmat Satria mengatakan, tidak ada importir yang merasa keberatan.
"Importir merasa senang," begitu kata Rahmat Satria di depan Majelis Hakim.
Baca: Pose Mesra Pasangan Artis ABG Ini Dikira Sesi Foto Pre Wedding, Netizen: Ati-ati Tekdung Lho Dek
Sebelumnya dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum, Catherine mengatakan, terdakwa Djarwo selaku Dirut PT Pelindo III, bersama dengan Agusto Hutapea, Rahmat Satria, Firdiat Firman dan David Hutapea.
Saat itu, pada 8 Oktober 2013 - Oktober 2016, memaksa seseorang dengan kekerasan supaya memberikan suatu barang terhadap pengguna jasa importir.
Mereka juga harus membayar supaya bisa keluar dari blok W karantina area TPS.
Baca: Geram Gara-gara Hal Ini, Siswi Difabel Potong Kemaluan Guru Agamanya Sampai 90 Persen
Caranya agar bisa keluar, para importir harus memberikan uang pembayaran tarif handing, on chasis, plugging, dan monitoring, penumpukan, stripping, dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2016.
Tarif ini dibayarkan melalui PT Akara Multi Karya sebesar Rp 84 sampai Rp 141,6 miliar, milik CV Chelsea Pratama dan CV Cherry Fruit.
"Mereka terbukti bersama-sama melakukan kejahatan pemerasan," ujar Catherine saat membacakan dakwaan.
Pemerasan tersebut bertempat di Jalan Perak Timur No 6-10, Surabaya di Blok W Karantina Area Terminal Peti Kemas Surabaya (TPS).
Baca: Bikin Waspada, Perlakuan Iseng Pria ke Perempuan di Lift Ini Kok Horor Ya, Perhatikan Tangannya