TOP 5 Nasional
TOP 5 Nasional dari Dana First Travel Dipakai Beli Rumah Sampai Pengadaan Heli AW-101
Berikut lima berita terpopuler Nasional di Tribunnews.com pada Selasa (22/8/2017):
Penulis: Edwin Fajerial | Editor: Edwin Fajerial
TRIBUNJATIM.COM - Berikut lima berita terpopuler Nasional di Tribunnews.com pada Selasa (22/8/2017):
1. Penelusuran PPATK: Dana First Travel Dipakai untuk Beli Rumah, Mobil Mewah Hingga Valas
Ribuan calon jemaah umrah korban dugaan penipuan dan pencucian uang First Travel hingga kepolisian bertanya-tanya ke mana dana ratusan miliaran rupiah yang disetorkan hingga akhirnya rekening biro perjalanan tersebut tersisa Rp 2,8 juta.
Padahal, setidaknya ada lebih Rp 1 triliun dana dari calon jemaah yang diserap First Travel.
Hasil penelusuran sementara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sebagian besar dana First Travel digunakan oleh Andika Surachman (31)-Anniesa Hasibuan (31) untuk investasi, membayar properti dan mobil mewah hingga barang-barang pribadi mewah nan bermerek atau branded.

Demikian diungkapkan Ketua PPATK, Kiagus Ahmad Badaruddin, kepada Tribun, Senin (21/8/2017) malam.
"Iya betul, uangnya sebagian digunakan untuk beli rumah dan kendaraan, sebagian diinvestasikan, dan ada yang untuk kepentingan pribadi," ungkap Kiagus.
Kiagus menyatakan, Bareskrim Polri menggandeng PPATK untuk menelusuri aliran dana First Travel. Meski permintaan penelusuran tersebut baru datang pada Senin lalu, PPATK telah melakukan penelusuran lebih dulu yang bersifat proaktif kelembagaan.
Menurutnya, ada 70 ribu calon jemaah yang telah menyetorkan dana perjalanan umrah kepada First Travel atau setidaknya lebih Rp1 triliun untuk pembayaran paket promo murah Rp 14,3 juta per orang. Jumlah tersebut diperkirakan bertambah karena tidak sedikit calon jemah yang menyetorkan dana Rp 25 juta per orang untuk paket reguler dan Rp 54 juta per orang untuk paket VIP.
Dari data kepolisian, dari 70 ribu calon jemaah yang telah menyetorkan dana kepada First Travel, ada 56 ribu calon jemaah yang gagal diberangkatkan ke Tanah Suci sejak 2015 dengan kerugian sekitar Rp 808,8 miliar jika seluruhnya merupakan paket umrah promo murah Rp 14,3 juta.
Menurut Agus, sebagian dana First Travel diinvestasikan oleh pemiliknya dalam bentuk pembelian saham perusahaan, valuta asing (valas) dan surat berjangka.
"Investasi juga ada. Ada yang dia simpan dalam bentuk valuta asing karena dia kan bisnisnya di bidang travel ke luar negeri. Lalu, ada yang bentuk asuransi dan surat berjangka," bebernya.
Andika Surachman sendiri dikabarkan sebelum ditangkap kepolisian sempat membeli sebuah perusahaan yang juga bergerak di bidang penyelenggaraan perjalanan umrah dan haji, PT Interculture Tourindo, pada Mei 2017.
Perusahaan yang dibeli oleh Andika itu dalam keadaan 'mati suri' dan dikendalikan anak buahnya dari First Travel, Icha.
Menurut Kiagus, sebagian dana lainnya dari First Traveldigunakan oleh Andika-Anniessa untuk pembelian barang pribadi seperti tas dan sepatu branded.
"Barang pribadi yang dibeli macam-macam, ada tas, sepatu, dan lain-lain," ungkapnya.
Kiagus mengakui nilai transaksi untuk pembelian barang-barang pribadi tersebut terbilang fantastis. Namun, ia tidak bisa menyampaikan nilai tersebut.
"Saya belum bisa sampaikan jumlahnya berapa karena masih dalam tahap analisis dan penelusuran," jelas Kiagus.
Wakil Ketua PPATK, Dian Ediana Rae, dalam keterangan tertulis menambahkan, dana First Travel mengalir ke puluhan rekening di sejumlah bank. Saat ini, transaksi dari dan ke rekening-tersebut dalam penelusuran PPATK.
"Semenjak kasus ini bergulir, PPATK telah secara proaktif melakukan penelitian terhadap puluhan rekening yang terkait First Travel di beberapa bank," kata Dian.
"Dari hasil penelitian sementara, diketahui bahwa dana yang disetorkan calon jamaah umroh selain digunakan untuk memberangkatkan umroh, juga digunakan untuk kepentingan pembelian aset-aset pribadi," imbuhnya.
2. KPK Tetapkan Dirut PT Aquamarine Divindo sebagai Tersangka Suap Panitera PN Jaksel
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan adanya tersangka baru di kasus suap pada Panitera pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Tersangka baru itu yakni Direktur Utama PT Aquamarine Divindo Inspection Yunus Nafik yang ditangkap dan dibawa ke KPK pada Selasa (22/8/2017) malam.
Kini jumlah tersangka di kasus ini ada tiga orang. Dua tersangka sebelumnya yakni panitera pengganti PN Jaksel Tarmizi dan kuasa hukum PT Aquamarine Akhmad Zaini.
"Tersangka bertambah satu lagi, Dirut PT ADI (Yunus Nafik)," ucap Ketua KPK Agus Rahardjo dalam pesan singkatnya.
Dalam kasus ini Tarmizi diduga menerima uang Rp425 juta dari Akhmad selaku kuasa hukum PT Aquamarine.
Uang suap itu diberikan agar majelis hakim PN Jaksel menolak gugatan wanprestasi yang dilayangkan PT Eastern Jason Fabrication Services Pte Ltd terhadap PT Aquamarine.
PT Aquamarine yang bergerak di bidang konstruksi dan survey bawah laut itu terlibat wanprestasi terhadap PT Eastern.
PT Eastern mengajukan gugatan perkara perdata wanprestasi PT Aquamarine ke PN Jaksel, yang teregister nomor 688/Pdt.G/2016/PN JKT.SEL, pada Oktober 2016.
Penggugat, PT Eastern menuntut pembayaran ganti rugi senilai kurang lebih US$7,6 juta dan Sing$131 ribu ke PT Aquamarine selaku pihak tergugat.
Agus menambahkan selain menetapkan tersangka baru, penyidiknya juga melakukan penggeledahan di Surabaya, Jawa Timur, lokasi kantor PT Aquamarine.
3. Teknologi PUPR Bakal Wajib Diterapkan Untuk Bangun Rumah
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) mendorong pemanfaatan teknologi hasil Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang). Tujuannya untuk meningkatkan kualitas perumahan yang dibangun bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian PUPR Anita Firmanti menjelaskan teknologi berdampak positif bagi masyarakat guna menjamin kualitas rumah yang dibangun oleh pengembang. Pemanfaatan hasil inovasi Balitbang tidak hanya di sektor perumahan, namun akan diperluas.

"Pada tahun 2018, seluruh unit kerja Kementerian PUPR wajib menerapkan teknologi hasil Balitbang,”kata Anita Firmanti, Selasa (22/8/2017).
Sementara itu Kepala Balitbang, Danis Sumadilaga yang menjadi salah satu pembicara kunci mengatakan pembangunan perumahan tidak hanya mengejar kuantitas semata. Tapi kata Danis kualitas rumah juga harus diperhatikan.
“Kami dari Balitbang telah menyusun standar kualitas perumahan sebagai qualilty control sebelum rumah subsidi diberikan ke konsumen,” ucap Danis Sumadilaga.
Beberapa teknologi hasil Balitbang yang dapat dimanfaatkan berupa Rumah Instan Sederhana Sehat (Risha) atau teknologi pracetak beton bertulang brikon dan ruspin. Teknologi rumah murah Balitbang ini telah memenuhi standar persyaratan teknis dan teruji di laboratorium.
Standardisasi teknologi perumahan baik konvensional maupun pracetak yang dilakukan Balitbang ungkap Danis, menjamin kualitas dan efisiensi biaya serta percepatan waktu. “Ada sebanyak 313 jumlah teknologi dan standardisasi yang mendukung penyediaan rumah bagi MBR dan telah memenuhi standar nasional Indonesia”, tegas Danis.
Selain itu untuk menjamin kualitas rumah bersubsidi, Kementerian PUPR akan membentuk tim evaluasi kualitas rumah subsidi. "Selain itu kami akan membuat standar minimum kualitas rumah bersubsidi yang harus dibangun pengembang dan bagi pengembang yang membangun rumah subsidi tidak sesuai standar akan dikenakan sanksi," ujar Danis.
4. Gelar Munas, Soksi Minta DPP Golkar Dukung Rekonsiliasi Dualisme
Organisasi sayap Partai Golkar, Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Soksi) bakal menggelar menggelar musyawarah nasional (munas) pada tanggal 7 hingga 9 September 2017 mendatang.
Salah satu agenda yang dibahas adalah rekonsiliasi dua kubu antara kepemimpinan Ade Komarudin dengan Ali Wongso Sinaga.
"Jadi mau tidak mau harus ada Munaslub bersama, lalu kami minta bantuan DPP Partai Golkar karena antara Golkar dan Soksi tidak bisa dipisahkan," kata Ali di DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Selasa (22/8/2017).
Dirinya berharap, kedepan hanya ada satu Soksi.
"Kunci munaslub Soksi ada di DPP Golkar, kami menaruh kerpercayaan kepada DPP Golkar. Untuk bersikap kondusif menyelesaikan dualisme. Tidak bisa satu tahap sekaligus tapi jadi efektif progresif. Niat dan tekad kami kuat untuk rekonsilias," katanya.
Sebelum munas, SOKSI akan menggelar rapat pimpinan nasional (rapimnas). Hal itu dilakukan untuk memilih Ketum SOKSI yang baru.
"Ini juga menyangkut pemilihan Ketua Umum Soksi lima tahun kedepan. Semua kader Soksi bisa mencalonkan diri sesuai syarat yang diatur," kata Ali
Ali mengatakan DPP Partai Golkar telah mengundang semua pihak untuk melakukan munas. Namun Ali mengatakan Ketua SOKSI kubu Ade Komarudin tidak bersedia hadir.
"DPP Golkar telah mengundang semua pihak, tetapi hasilnya sampai hari ini Saudara Ade Komarudin tidak mau melakukan munas bersama. Bagi kami, SOKSI ini tidak boleh disandera siapa pun. Maka dari itu, harus munas," ujar Ali.
Ali menjelaskan munas akan tetap dilakukan meski Ade Komarudin tidak bersedia hadir. Sebab, menurutnya, masih banyak kader yang ingin bersatu.
"Kami tetap berprinsip rekonsiliasi, meskipun institusinya tidak bersedia. Tetapi banyak orang orangnya yang bersedia bersatu," kata Ali.
5. Anggota Komisi I DPR: Prosedur Pengadaan Heli AW-101 Sudah Benar
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Nasdem Supiadin Aries Saputra mengatakan, proyek pengadaan helikopter Augusta Westland (AW)-101 tidak menyalahi prosedur.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan bos PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka.
Masalahnya ada pada proses penunjukkan PT Diratama Jaya Mandiri sebagai vendor proyek tersebut yang diduga telah dilakukan secara melawan hukum.
Irfan sebagai bos PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter AW-101 di TNI AU tahun anggaran 2016-2017.
"Proses pengadaannya sudah benar. Bukan soal prosedur. Karena saya sudah tanya ke Agus (Marsekal TNI Purn Agus Supriatna), KSAU lama. Kalau saya baca keterangan danpuspom dan Panglima. Disitu ada seslisih harga mark up. Itu masalahnya. Prosedur bener kalau enggak. Nggak mungkin itu pesawat ada disini," kata Supiadin dalam diskusi di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/8/2017).

Selain itu dirinya menjelaskan, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) belum menemukan adanya kerugian negara, seperti yang disangkakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
"Ya itu lah, kita akan tanyakan kepada Panglima (Gatot Nurmantyo) kenapa kerugian negara, karena secara prosedur tidak ada masalah, kalau prosedur tidak dijalani tidak mungkin pesawat itu sampai ke sini. Jadi prosedurnya sudah benar," katanya.
Menurutnya, jika ditemukan adanya kerugian negara, seharusnya diserahkan kepada angkatan diinternal lebih dulu, jangan langsung mempublikasikan bahwa ada kerugian negara.
"Penggunaan anggaran itu sama, tapi dalam pengusulan Alutsita ada pada masing-masing angkatan. Tapi pengusulan itu harus di bawah pengawasan panitia, pengusul dan pengadaan yang di bawah oleh Panglima TNI dan Menhan, jadi seharusnya panglima TNI sudah tahu, tidak ada pengajuan Alutsita tiba-tiba datang ke sini Mabes TNI tidak tahu itu tidak masuk akal," katanya.
Pada April 2016, TNI AU mengadakan satu unit helikopter angkut AW-101 dengan menggunakan metode pemilihan khusus atau proses lelang yang harus diikuti oleh dua perusahaan peserta lelang. Irfan selaku Presdir PT Diratama Jaya Mandiri dan diduga pengendali PT Karya Cipta Gemilang mengikutsertakan dua perusahaan miliknya tersebut dalam proses lelang ini.
Padahal, sebelum proses lelang berlangsung, Irfan sudah menandatangani kontrak dengan AW sebagai produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak USD 39,3 juta atau sekitar Rp 514 miliar. Sementara saat ditunjuk sebagai pemenang lelang pada Juli 2016, Irfan mewakili PT Diratama Jaya Mandiri menandatangani kontrak dengan TNI AU senilai Rp 738 miliar. Akibatnya, keuangan negara diduga dirugikan sekitar Rp 224 miliar.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.