Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Beda Banget! Ternyata Seperti Ini Warga Myanmar Memandang Kaum Rohingya

Banyak berita bermunculan terkait tindak kekerasan terhadap etnis Rohingya di provinsi Rakhine, Myanmar. Sebagian Masyarakat dunia pun tunjukkan...

Associated Press
Pengungsi Etnis Rohingya 

TRIBUNJATIM.COM, YANGON - Banyak berita bermunculan terkait tindak kekerasan terhadap etnis Rohingya di provinsi Rakhine, Myanmar.

Sebagian Masyarakat dunia pun tunjukkan aksi kecamannya terdapat tindakan kekerasan etnis minoritas tersebut.

Tapi siapa sangka, masyarakat di Yangon Myanmar punya pandangan berbeda, seperti dilaporkan Saw Yan Naing dari BBC Burma.

Jika Anda berbicara dengan siapa pun di jalanan Yangon, kota terbesar dan ibu kota Myanmar sebelum dipindahkan ke Naypyidaw, mengenai apa yang terjadi di negara bagian Rakhine dan Anda tidak akan mendengar kata “Rohingya”.

Kelompok minoritas itu disebut sebagai “orang Bengali”, merefleksikan sebuah persepsi umum bahwa anggota komunitas Rohingya adalah orang asing, imigran dari Banglades, dengan budaya dan bahasa yang berbeda.

(Dua Kapal Motor di Pelabuhan Kota Probolinggo Ludes Terbakar)

Apa yang dilihat di mata internasional sebagai isu HAM dipandang di Myanmar sebagai suatu kedaulatan nasional, dan muncul dukungan luas untuk operasi militer di utara Rakhine.

Koran-koran membawa kepentingan pemerintah, yaitu membawa sikap bahwa Tentara Penyelamatan Rohingya Arakan atau Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) menyerang lebih dari 20 pos pasukan keamaan Myanmar pada 25 Agustus 2017.

Sebagai respons, pasukan yang juga dikenal sebagai Tatmadaw, meluncurkan operasi militer di Maungdaw, wilayah yang tercabik oleh konflik di Rakhine.

Permusuhan panjang

Kebanyakan orang Myanmar memandang peliputan media internasional berpihak, terlalu condong ke Rohingya, dan tidak cukup meliput penderitaan orang non-Rohingya di Rakhine yang melarikan diri dari kekerasan di desa mereka.

Akses media di daerah yang terdampak di Rakhine sangat terbatas, jurnalis asing tak bisa datang ke sana dengan bebas dan karenanya tak bisa memverifikasi kisah-kisah mereka.

Media lokal fokus pada “serangan teroris” dan pada evakuasi orang non-Rohingya yang juga tersingkir akibat konflik.

Suatu berita utama di Myawaddy Daily, berbunyi,  " Teroris Bengali ekstremis ARSA akan menyerang kota-kota besar".

Yang lainnya, di situs berita Eleven, juga serupa, "Ekstremis ARSA teroris Bengali menyerang pasukan keamanan di kota kecil Maungdaw".

Laporan-laporan menyebutkan bahwa kelompok militanlah (Rohingya) yang membakar desa-desa, bukan tentara (Myanmar), dan tidak disebutkan mengenai banyaknya pencari suaka Rohingya yang melarikan diri ke Banglades.

Penggunaan kata “teroris” dipaksakan oleh Komite Informasi Myanmar, yang memperingatan media agar mereka patuh.

Berita dan gambar-gambar yang menyesatkan atau bohong di media sosial hanya membuat perpecahan lebih dalam lagi.

Permusuhan terhadap kaum Rohingya bukanlah hal baru di Myanmar, namun lahir dari prasangka yang sudah lama terhadap kelompok minoritas itu, yang tidak dianggap sebagai warga Myanmar.

Kelompok Rohingya, yang bahasanya begitu berbeda dengan bahasa lain di negara bagian Rakhine, tidak dianggap salah satu dari 135 kelompok etnis resmi di Myanmar.

(Tanpa Rendi Irwan dan Oktafianus Fernando, Persebaya Siapkan Pemain Ini untuk Hadapi Persinga Ngawi)

Kelompok nasionalis menghembus-hembuskan desas-desus bahwa Muslim Rohingya adalah ancaman, antara lain dengan karena pria Muslim berhak memiliki empat istri dan banyak anak.

Banyak yang berada di Rakhine takut mereka akan mengambil alih lahan mereka suatu hari karena populasi mereka terus bertambah.

Sikap bermusuhan dengan cepat terlihat saat kita berbicara dengan warga biasa.

"Mereka tidak berpendidikan dan tidak memiliki pekerjaan. Mereka bikin banyak anak," seorang perempuan di usia 30-an mengatakan hal itu kepada saya di jalanan.

"Jika tetanggamu punya banyak anak dan membuat keributan di sebelah, akankah kamu menyukainya?"

"Saya kira orang-orang itu bermasalah. Mereka jelek. Saya tidak suka mereka," kata perempuan lain, seorang pekerja rumah tangga.

Namun dia menambahkan bahwa, "Kita tidak dapat bertepuk hanya dengan satu telapak tangan," yang berarti dia sadar bahwa ada dua sisi dari sebuah cerita.

Tentu saja masih ada sebagian yang simpati dengan keadaan Rohingya, meski mereka dianggap kurang vokal.

"Saya kira banyak Muslim Bengali yang terbunuh," kata seorang supir taksi.

"Saya kira banyak yang dibunuh pasukan pemerintah karena sebagian lokasi mereka terisolasi. Saya pikir PBB seharusnya dilibatkan."

Berita di atas sebelumnya telah dipublikasikan di Kompas.com dengan judul Bagaimana Orang Myanmar Memandang Warga Rohingya?

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved