TOP 5 Nasional
Dari Netter Malaysia Soroti Gaya Bahasa Jokowi Soal Trump hingga Gatot Nurmantyo Dilirik Dua Partai
Berikut lima berita terpopuler nasional di Tribunnews.com, pada Minggu (10/12/2017):
Penulis: Edwin Fajerial | Editor: Edwin Fajerial
Ketua Koordinator Bidang Kesejahteraan Masyarakat DPP Partai Golkar Roem Kono membenarkan soal surat pengunduran diri itu.
"Memang sudah ada pemberitahuan secara tidak resmi bahwa memang betul bahwa ada surat putusan dari Ketua Umum Setya Novanto menunjuk saudara Aziz," ujar Roem seusai acara diskusi di Senayan, Jakarta, Sabtu (9/12/2017).
Menurut Roem, kemungkinan DPP Partai Golkar akan membicarakan soal surat Novanto ini dalam rapat pleno partai pekan depan yang akan membahas agenda musyawarah nasional luar biasa (munaslub).
Surat pengunduran diri Novanto ini juga telah disampaikan Ketua Fraksi Golkar Robert Kardinal dalam pertemuan dengan sejumlah fraksi di DPR pada Jumat (8/12/2017) kemarin.
Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, membenarkan dirinya hadir dalam pertemuan tersebut.
Pertemuan berlangsung di Lantai 12 Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen atau lantai Fraksi Partai Golkar.
Arsul menuturkan, dalam pertemuan tersebut Robert menyampaikan soal pengunduran diri Setya Novanto sebagai ketua DPR.
Disampaikan pula bahwa Golkar mengusulkan Aziz Syamsuddin sebagai pengganti Novanto.
"Cuma dikasih info bahwa Pak Nov mundur, Golkar usulkan Aziz. Sudah cuma itu," kata Arsul melalui pesan singkat, Sabtu (9/12/2017).
Ia membantah isu yang beredar bahwa pihak Golkar meminta fraksi lain menyetujui penunjukan Aziz sebagai ketua DPR pengganti Novanto.
Arsul mengaku, ia dan Sekretaris Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal hanya ikut dalam pertemuan selama kurang lebih lima menit.
"Tidak sejauh itu sampai meminta agar mendukung Pak Azis Syamsuddin," ujar Arsul.
Menurut Arsul, pertemuan itu juga tak direncanakan. Ia tak sengaja bertemu dengan Robert dan Aziz setelah melaksanakan shalat Jumat di Masjid DPR RI.
Ia menambahkan, jika memang Golkar berencana meminta dukungan pasti akan dilakukan pada pertemuan yang sifatnya lebih formal seperti forum Badan Musyawarah (Bamus) atau pertemuan di luar itu.
4. Tak Lagi Menjabat Panglima TNI, Gatot Nurmantyo Dilirik Dua Partai
Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sudah tidak menjabat lagi sebagai Panglima TNI. Sejumlah partai menyatakan siap menampung jika pria kelahiran Tegal itu berniat berkiprah di dunia politik.
Salah satu yang siap menampung Gatot adalah Partai Golkar. Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Bobby Rizaldy menilai, Gatot sudah memiliki modal sosial untuk berkiprah menjadi politisi.
"Kalau memang beliau ingin masuk dalam politik, Partai Golkar bisa menjadi salah satu rumahnya," ujar Bobby seusai acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (9/12/2017).
Bobby menambahkan, kiprah menjadi politisi sama seperti seniman sehingga tak bisa dipaksakan. Menjadi politisi, kata dia, harus disertai passion dan keinginan.
"Jadi kalau secara modal sosial sangat memiliki modal sosial untuk berkiprah di dunia politik. Akan tetapi apakah itu mau dilakukan apa tidak kita tunggu saja," tuturnya.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon. Gerindra bahkan memiliki organisasi sayap yang menampung para purnawirawan TNI, yakni Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya.
"Siapapun, apalagi Pak Gatot, kalau mau masuk Gerindra kami persilakan," tutur Fadli.
Menurut dia, tak perlu ada pendekatan khusus jika Gatot mau bergabung dengan Gerindra. Hal terpenting adalah bersedia berjuang bersama partai yang dipimpin Prabowo Subianto itu. "Kalau mau berjuang bersama kami selalu terbuka," kata dia.
Jenderal Gatot Nurmantyo resmi tak menjabat sebagai Panglima TNI. Jabatan tersebut kini dipegang Marsekal Hadi Tjahjanto. Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) itu dinyatakan lolos uji kepatutan dan kelayakan di Komisi I DPR.
Pelantikan Panglima TNI dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jumat (8/12/2017).
5. Pengendara yang Bawa STNK yang Pajaknya Belum Dibayar Tidak Bisa Ditilang, Ini Alasannya
Apakah pengendara yang terlambat membayar pajak kendaraan bisa ditilang polisi? Pertanyaan ini kerap muncul di masyarakat.
Kasat Lantas Polrestabes Semarang, AKBP Yuswanto Ardi menegaskan pihaknya tetap akan menilang pengendara yang kedapatan tidak membayar pajak kendaraan.
"Kalau pajaknya belum dibayar dan terjaring razia tetap akan ditilang," ujar Yuswanto, Minggu (10/12/2017).
Penindakan terhadap keterlambatan pembayaran pajak kendaraan ini sesuai dengan Undang Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Menurut Yuswanto, sesuai padal 70 ayat 2 undang undang tersebut, Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) berlaku selama lima tahun dan setiap tahunnya harus mendapat mengesahan.
Pengesahan ini didapat apabila pemilik kendaraan membayar pajak.
"Kalau belum dibayar, berarti STNKnya belum mendapat pengesahan. Kalau tidak ada pengesahan, substansinya dianggap tidak membawa STNK," katanya.
Pengendara yang kedapatan tidak membayar pajak kendataan akan dijerat pasal 288 ayat 1 lantaran dianggap berkendara tanpa STNK.
Penuturan berbeda diberikan Ketua Perhimpunan Advokad Indonesia (Peradi) Kota Semarang, Theodorus Yosep Parera.
Yosep menganggap penerapan tilang kepada pengendara yang belum membayar pajak merupakan pemahaman yang kurang sesuai dengan Undang Undang Lalu Lintas.
Menurut Yosep, penindakan terhadap pelanggar lalu lintas yang tidak membawa surat kelengkapan kendaraan harusnya dikenakan pasal 106 ayat 5 huruf b.
"Setiap pemilik kendaraan wajib melengkapi STNK, itu merujuk pasal 106 ayat 5b," kata Yosep.
Terkait pasal 70 ayat 2 yang dimaksud Yuswanto, Yosep mengatakan pasal itu berkaitan dengan kewajiban membayar pajak yang sanksinya berupa denda.
Menurutnya, pengendara yang membawa STNK meski belum membayar pajak tidak bisa ditilang.
Yosep menyarankan kepada pengendara yang belum membayar pajak apabila mendapat tindakan penilangan agar meminta kepada petugas yang menilang untuk menuliskan keterangan.
Keterangan yang dimaksud Yosep yakni keterlambatan membayar pajak.
"Jadi hakim nanti bisa tahu kenapa ditilang, hakim bisa menolak tilangnya. Hakim kan tidak tahu kondisi di lapangan pengendata ditilang karena bawa STNK tapi pajak kendaraannya terlambat dibayar," pungkasnya.