TOP 5 Nasional
Dari Netter Malaysia Soroti Gaya Bahasa Jokowi Soal Trump hingga Gatot Nurmantyo Dilirik Dua Partai
Berikut lima berita terpopuler nasional di Tribunnews.com, pada Minggu (10/12/2017):
Penulis: Edwin Fajerial | Editor: Edwin Fajerial
TRIBUNJATIM.COM - Berikut lima berita terpopuler nasional di Tribunnews.com, pada Minggu (10/12/2017):
1. Netter Malaysia Soroti Gaya Bahasa Jokowi dan PM Malaysia Soal Klaim Donald Trump: ''Beda Besar!''
Beberapa hari kemarin Presiden Amerika Serikat, Donald Trump membuat statement yang menimbulkan reaksi keras dari berbagai negara, tak terkecuali Indonesia.
Donald Trump mengeluarkan statement dengan mengklaim sepihak atas pengakuan bahwa Yarusalem sebagai ibu kota negara Israel.
Presiden RI, Jokowi menentang dengan tegas klaim sepihak tersebut.
"Indonesia mengecam keras pengakuan sepihak Amerika Serikat terhadap Jerusalem sebagai ibu kota Israel dan meminta Amerika Serikat mempertimbangkan kembali keputusan tersebut," ujarnya saat di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Kamis (7/12/2017).
Kepala Negara juga menyatakan, pengakuan sepihak tersebut telah melanggar berbagai resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB.
Amerika Serikat sendiri diketahui merupakan anggota tetap dari Dewan Keamanan PBB sekaligus anggota pendiri PBB.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Joko Widodo sekali lagi menegaskan sikap yang telah diambil oleh pemerintah Indonesia terkait Palestina.
Indonesia akan terus mendukung perjuangan kemerdekaan yang dilakukan oleh rakyat Palestina.
Melalui akun Twitter-nya, Jokowi juga menyatakan sikapnya terhadap permasalahan ini.
Ia juga mengajak kepada rakyat Indonesia untuk memperjuangkan rakyat Palestina.
Selain Jokowi, Perdana Menteri Malaysia, Mohd Najib bin Tun Haji Abdul Razak juga mengmbil sikap atas klaim sepihak Donald Trump.
Hal itu ia sampaikan jug adi akun Twitter-nya.
"Saya selaku Presiden UMNO dan Perdana Menteri Malaysia, mengajak semua bangun dan zahirkan pendirian selantang-lantangnya, agar dunia dengar gema suara Umat Islam Malaysia, kita tolak sekeras-kerasnya cadangan jadikan Baitul Maqdis sebagai ibu negara Israel sampai bila-bila !"
Namun rupanya, ada netizen Malaysia yang membandingkan statement antar Jokowi dengan Najib.
Akun twitter bernama @kemalarsjad membeberkan hal itu dalam postingannya.
Ia mengunggah capture-an cuitan netizen Malaysia bernama @10befiend.
"Netizen Malaysia membandingkan Statement Najib dan Jokowi.
Mereka Bangga dengan statement Jokowi yg mewakili SELURUH RAKYAT Indonesia, sedangkan Najib berbicara mewakili satu golongan. baca reply2nya deh, Kita harus bersyukur Allah memberi kita ‘hadiah’ JKW memimpin Negeri ini" tulis @kemalarsjad.
Dari cuitan dua pemimpin negeri itu, banyak netizen Malaysia yang salut dengan statement Jokowi karena mewakili dirinya sebagai presiden, dan juga rakyat Indonesia.
Sedangkan Najib dinilai hanya mewakili satu golongan saja.
Tapi ada juga yang masih berpikir positif, bahwa kedua pemimpin negeri itu sama-sama mengecam Donald Trump.
@dkarhita : luar biasa rakyat Indonesia pun turut bicara mengutuk keras, yg artinya tak hanya satu golongan saja tp semua, lha malaysia cuma diwkili satu golongan, berbanggalah jd Rakyat Indonesia... tentunya!
Translate from Indonesian
@ashikinyusni : pak joko speaks for his people.
@nanafzl : I'm so agree with you sir.In this case,kita tak memandang rakyat Palestine sebagai satu agama sahaja.We almost forgot there are nearly 60k christians palestinians who live there.So lets speak up in context of humanity.All Malaysians.
@QieChan516 : Najib: SAYA itu SAYA ini..saya saya saya...
Jokowi: He does show his leadership skill. Always use 'WE' 'INDONESIA' instead of 'I'.
Sbb tu rasa patriotik sy makin krg sbb sy rasa PM ingat Msia ni dia punya seorang
@sagimura : Maaf tuan, tapi saya rasa dua2 statement pun sama membantah Israel. Tak perasan pulak kalau Jokowi atau Najib ada bagi statement menyokong usul Trump. Sebelum umat Islam bersatu hapuskan yg diluar tu, better bersatu hapuskan batu api macam tuan ni.
2. Hadi Tjahjanto Sempat Diremehkan Sebelum Jadi Panglima TNI
Mantan Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama (Purn) TNI Dwi Badarmanto menilai Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sebagai sosok yang fenomenal.
Hal itu, misalnya, terlihat dari karier Hadi yang menurutnya terbilang biasa-biasa saja sehingga bisa memacu seluruh perwira muda bahwa siapa pun bisa menjadi panglima TNI.
"Lulus Akabri 86. Kalau lihat kariernya sebelum bintang 1 itu biasa-biasa saja," ujar Dwi dalam sebuah acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (9/12/2017).
Prestasi Hadi yang berhasil menjabat Kepala Staf Angkatan Udara juga disebut cukup hebat. Menurut Dwi, orang sempat melihat Hadi sebelah mata saat masih menjadi penerbang pesawat angkut ringan.
Pada 1988-1989 bahkan hingga tahun 2000, kata Dwi, tak ada yang menyangka Hadi bisa menjadi pemimpin tertinggi TNI.
"Pak Hadi dari penerbang pesawat angkut ringan, orang sudah melihat sebelah mata, tapi Tuhan berkata lain," tuturnya.
Dwi kemudian menyinggung soal karier Hadi yang sempat ditugaskan TNI AU sebagai Komandan Pangkalan Udara Adi Soemarmo. Padahal, saat itu Hadi sempat ditempatkan di Pangkalan Udara Hussein Sastranegara. Dwi mengatakan, Hadi sempat berontak dalam hati.
"Saya kok dikesinikan (Hussein Sastranegara), tapi jadinya ke sana (Adi Soemarmo)," kata Dwi menirukan Hadi.
Namun, ia melihatnya sebagai takdir. Sebab, saat Hadi menjabat Danlanud Adi Soemarmo, Joko Widodo menjabat Wali Kota Solo. Menurut dia, cerita saat ini mungkin akan berbeda jika saat itu Hadi ditempatkan di Hussein Satranegara.
"Ini kehendak Tuhan juga. Kenapa Presiden (Jokowi) saat itu menjabat Wali Kota Solo," kata pria kelahiran Jakarta 59 tahun lalu itu.
Di luar dari karier Hadi yang fenomenal, ia menyampaikan kebanggaannya dan TNI AU terhadap Hadi dan berharap mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) itu bisa menangani tugas-tugas berat yang akan diembannya sebagai Panglima TNI.
"Panglima TNI ke depan punya tugas yang sangat berat," kata.
Marsekal TNI Hadi Tjahjanto telah resmi dilantik sebagai Panglima TNI menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo, Jumat (8/12/2017). Pelantikan dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara.
Hadi sebelumnya dinyatakan telah lolos uji kepatutan dan kelayakan di Komisi I DPR. Dari 10 fraksi, tak ada yang memberikan catatan khusus kepada pria kelahiran Malang tersebut.
3. Setya Novanto Mengundurkan Diri sebagai Ketua DPR Lewat Sepucuk Surat
Setya Novanto disebut sudah menyatakan mengundurkan diri sebagai ketua DPR. Pengunduran diri Novanto disampaikannya melalui surat yang ditujukan kepada Fraksi Golkar.
Dalam surat itu, Novanto juga merekomendasikan Fraksi Partai Golkar untuk menunjuk Aziz Syamsuddin sebagai ketua DPR.
Ketua Koordinator Bidang Kesejahteraan Masyarakat DPP Partai Golkar Roem Kono membenarkan soal surat pengunduran diri itu.
"Memang sudah ada pemberitahuan secara tidak resmi bahwa memang betul bahwa ada surat putusan dari Ketua Umum Setya Novanto menunjuk saudara Aziz," ujar Roem seusai acara diskusi di Senayan, Jakarta, Sabtu (9/12/2017).
Menurut Roem, kemungkinan DPP Partai Golkar akan membicarakan soal surat Novanto ini dalam rapat pleno partai pekan depan yang akan membahas agenda musyawarah nasional luar biasa (munaslub).
Surat pengunduran diri Novanto ini juga telah disampaikan Ketua Fraksi Golkar Robert Kardinal dalam pertemuan dengan sejumlah fraksi di DPR pada Jumat (8/12/2017) kemarin.
Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, membenarkan dirinya hadir dalam pertemuan tersebut.
Pertemuan berlangsung di Lantai 12 Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen atau lantai Fraksi Partai Golkar.
Arsul menuturkan, dalam pertemuan tersebut Robert menyampaikan soal pengunduran diri Setya Novanto sebagai ketua DPR.
Disampaikan pula bahwa Golkar mengusulkan Aziz Syamsuddin sebagai pengganti Novanto.
"Cuma dikasih info bahwa Pak Nov mundur, Golkar usulkan Aziz. Sudah cuma itu," kata Arsul melalui pesan singkat, Sabtu (9/12/2017).
Ia membantah isu yang beredar bahwa pihak Golkar meminta fraksi lain menyetujui penunjukan Aziz sebagai ketua DPR pengganti Novanto.
Arsul mengaku, ia dan Sekretaris Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal hanya ikut dalam pertemuan selama kurang lebih lima menit.
"Tidak sejauh itu sampai meminta agar mendukung Pak Azis Syamsuddin," ujar Arsul.
Menurut Arsul, pertemuan itu juga tak direncanakan. Ia tak sengaja bertemu dengan Robert dan Aziz setelah melaksanakan shalat Jumat di Masjid DPR RI.
Ia menambahkan, jika memang Golkar berencana meminta dukungan pasti akan dilakukan pada pertemuan yang sifatnya lebih formal seperti forum Badan Musyawarah (Bamus) atau pertemuan di luar itu.
4. Tak Lagi Menjabat Panglima TNI, Gatot Nurmantyo Dilirik Dua Partai
Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sudah tidak menjabat lagi sebagai Panglima TNI. Sejumlah partai menyatakan siap menampung jika pria kelahiran Tegal itu berniat berkiprah di dunia politik.
Salah satu yang siap menampung Gatot adalah Partai Golkar. Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Bobby Rizaldy menilai, Gatot sudah memiliki modal sosial untuk berkiprah menjadi politisi.
"Kalau memang beliau ingin masuk dalam politik, Partai Golkar bisa menjadi salah satu rumahnya," ujar Bobby seusai acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (9/12/2017).
Bobby menambahkan, kiprah menjadi politisi sama seperti seniman sehingga tak bisa dipaksakan. Menjadi politisi, kata dia, harus disertai passion dan keinginan.
"Jadi kalau secara modal sosial sangat memiliki modal sosial untuk berkiprah di dunia politik. Akan tetapi apakah itu mau dilakukan apa tidak kita tunggu saja," tuturnya.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon. Gerindra bahkan memiliki organisasi sayap yang menampung para purnawirawan TNI, yakni Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya.
"Siapapun, apalagi Pak Gatot, kalau mau masuk Gerindra kami persilakan," tutur Fadli.
Menurut dia, tak perlu ada pendekatan khusus jika Gatot mau bergabung dengan Gerindra. Hal terpenting adalah bersedia berjuang bersama partai yang dipimpin Prabowo Subianto itu. "Kalau mau berjuang bersama kami selalu terbuka," kata dia.
Jenderal Gatot Nurmantyo resmi tak menjabat sebagai Panglima TNI. Jabatan tersebut kini dipegang Marsekal Hadi Tjahjanto. Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) itu dinyatakan lolos uji kepatutan dan kelayakan di Komisi I DPR.
Pelantikan Panglima TNI dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jumat (8/12/2017).
5. Pengendara yang Bawa STNK yang Pajaknya Belum Dibayar Tidak Bisa Ditilang, Ini Alasannya
Apakah pengendara yang terlambat membayar pajak kendaraan bisa ditilang polisi? Pertanyaan ini kerap muncul di masyarakat.
Kasat Lantas Polrestabes Semarang, AKBP Yuswanto Ardi menegaskan pihaknya tetap akan menilang pengendara yang kedapatan tidak membayar pajak kendaraan.
"Kalau pajaknya belum dibayar dan terjaring razia tetap akan ditilang," ujar Yuswanto, Minggu (10/12/2017).
Penindakan terhadap keterlambatan pembayaran pajak kendaraan ini sesuai dengan Undang Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Menurut Yuswanto, sesuai padal 70 ayat 2 undang undang tersebut, Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) berlaku selama lima tahun dan setiap tahunnya harus mendapat mengesahan.
Pengesahan ini didapat apabila pemilik kendaraan membayar pajak.
"Kalau belum dibayar, berarti STNKnya belum mendapat pengesahan. Kalau tidak ada pengesahan, substansinya dianggap tidak membawa STNK," katanya.
Pengendara yang kedapatan tidak membayar pajak kendataan akan dijerat pasal 288 ayat 1 lantaran dianggap berkendara tanpa STNK.
Penuturan berbeda diberikan Ketua Perhimpunan Advokad Indonesia (Peradi) Kota Semarang, Theodorus Yosep Parera.
Yosep menganggap penerapan tilang kepada pengendara yang belum membayar pajak merupakan pemahaman yang kurang sesuai dengan Undang Undang Lalu Lintas.
Menurut Yosep, penindakan terhadap pelanggar lalu lintas yang tidak membawa surat kelengkapan kendaraan harusnya dikenakan pasal 106 ayat 5 huruf b.
"Setiap pemilik kendaraan wajib melengkapi STNK, itu merujuk pasal 106 ayat 5b," kata Yosep.
Terkait pasal 70 ayat 2 yang dimaksud Yuswanto, Yosep mengatakan pasal itu berkaitan dengan kewajiban membayar pajak yang sanksinya berupa denda.
Menurutnya, pengendara yang membawa STNK meski belum membayar pajak tidak bisa ditilang.
Yosep menyarankan kepada pengendara yang belum membayar pajak apabila mendapat tindakan penilangan agar meminta kepada petugas yang menilang untuk menuliskan keterangan.
Keterangan yang dimaksud Yosep yakni keterlambatan membayar pajak.
"Jadi hakim nanti bisa tahu kenapa ditilang, hakim bisa menolak tilangnya. Hakim kan tidak tahu kondisi di lapangan pengendata ditilang karena bawa STNK tapi pajak kendaraannya terlambat dibayar," pungkasnya.