Pemerintah Impor 3,7 Juta Ton Garam, Petani di Madura Malah Tumpuk Puluhan Ton Garamnya Begitu saja
Bagi petani garam di Madura, kebijakan impor tak adil karena saat ini produksi garam tengah melimpah.
Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, BANGKALAN - Informasi kebijakan pemerintah terkait impor garam bak sambaran petir di siang bolong bagi petani garam Suyanto (42), warga Desa Gili Barat, Kecamatan Kamal, Kabupaten Bangkalan, Madura.
Baginya kebijakan impor itu tak adil karena saat ini produksi garam tengah melimpah.
"Kalau Presiden tanda tangan, kami bisa apa. Rakyat hanya bisa mengeluh," ungkap bapak dengan dua anak ini ketika ditemui Surya di gudang penyimpanan garam miliknya, Selasa (23/1/2018).
Pemerintah melalui Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian dalam rapat koordinasi terbatas telah mengeluarkan kebijakan impor garam untuk kebutuhan sektor industri sebanyak 3,7 juta ton.
"Selain untuk kebutuhan rumah tangga, garam petani Madura, Jatim, dan Indonesia juga memenuhi syarat untuk memenuhi kebutuhan industri," jelas Suyanto yang sudah 27 tahun menjadi petani garam.
Khianati Rakyat Kecil, Petani Garam di Lamongan Tolak Rencana Pemerintah Impor Garam
Tolak Penggunaan Cantrang, Ribuan Nelayan Lamongan Serbu Istana Negara
Pria kelahiran Desa Maringan, Kecamatan/Kabupaten Sumenep itu memaparkan, kadar garam lokal untuk kebutuhan industri berada pada angka 25 Mb.
"Kualitas garam kami juga berada pada angka 25 Mb. Apakah ini permainan pabrik atau oknum? Saya tidak mengerti," paparnya.
Suyanto menyatakan, upaya percepatan produksi dan peningkatan kualitas garam yang dilakukan pemerintah dalam dua tahun terakhir dirasa percuma.
"Tahun 2015 dan 2017, kelompok kami (Garam Samudera) mendapat bantuan Geomenbran dari pugar dan Pemprov Jatim. Mesin itu untuk percepatan produksi dan peningkatan kualitas," katanya.
Layanan Threesome Murah Meriah yang Ditawarkan Wanita ini Laris Manis, Hanya Segini Harganya
Saat ini, Suyanto menumpuk sebanyak 50 ton garam di dalam gudangnya, hasil panen Oktober 2017. Hingga kini, ia belum berencana mengeluarkan garam miliknya karena harga belum stabil.
Informasi yang ia peroleh, Garam kualitas satu dihargai Rp 2.400 hingga Rp 2.500. Sedangkan garam kualitas dua berkisar Rp 2.200 hingga Rp 2.300. Biaya pengiriman dibenankan ke petani.
"Kalau harga belum stabil, biaya operasional membengkak dua kali lipat. Ojek dari tambak ke gudang Rp 5.000 per karung. Belum ongkos kuli panggul yang dihitung per ton," pungkasnya.
Produksi garam di Kabupaten Bangkalan tidak sebanyak di Kabupaten Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Dari 18 kecamatan yang ada, hanya 9 desa dari 5 kecamatan penghasil garam.
Kenal Cowok Lewat Media Sosial, Keperawanan Siswi SMK Cantik ini Malah Terenggut Paksa
Yakni Desa Gilih Barat Kecamatan Kamal, Desa Pesanggrahan Kecamatan Kwanyar, Desa Maneron, Desa Tolbuk, dan Desa Ko'ol Kecamatan Klampis, Desa Labuhan Kecamatan Sepulu, Desa Tlangoh dan Bumi Anyar Kecamatan Tanjung Bumi.
Dari lima kecamatan itu, total produksi produksi garam sebanyak 4.170 ton di tahun 2017. Kecamatan Sepulu dan Tanjung Bumii menjadi dua kecamatan penyumbang garam terbanyak, 1.175 ton dan 1.161 ton.
Kasi Kesehatan Ikan, Lingkungan, dan Pakan Dinas Perikanan Kabupaten Bangkalan Edi Wijono mengungkapkan, Bangkalan hanya sebagai kabupaten penyangga untuk produksi garam di Madura.
"Ada penurunan luas lahan sejak 2015 karena alih fungsi ke tambak udang. Saat ini luas lahan kami tersisa sekitar 157 hektare. Sebelumnya mencapai seluas 175 hektare," ungkapnya.
Astaga, Tim Saber Pungli Ngaku Sering Temukan Kotoran Tinja Saat Beraksi
Keterangan berbeda disampaikan Edi terkait harga garam. Ia mengatakan, saat ini harga garam mencapai Rp 3.000 per kilogram.
"Ini merupakan harga paling tinggi dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya berkisar Rp 400 hingga Rp 500," pungkasnya. (Surya/Ahmad Faisol)