Setahun Dibangun dengan Dana Miliaran Tetap Sepi, Pasar Spoor Kota Madiun Akan Direnovasi Ulang
Renovasi akan terus dilakukan karena desakan meski pasar di Kota Madiun baru selesai dibangun dengan dana miliaran.
Penulis: Rahadian Bagus | Editor: Mujib Anwar
The Spoor Festival diikuti UKM binaan PT Inka yang jumlah totalnya saat ini mencapai 800 usaha.
Pihaknya menyewa empat ruko di pasar tersebut yang akan ditempati UKM binaan secara bergantian.
"Kami berharap dengan kegiatan seperti ini bisa menghidupkan kegiatan di pasar ini. Nantinya akan ada festival lain supaya pasar ini ramai," katanya.
Diberitakan sebelumnya, upaya Pemerintah Kota Madiun untuk mensejahterakan pedagang di Pasar Spoor tidak tercapai. Buktinya, setelah setahun diresmikan atau tepatnya pada Jumat (20/1/2017) tahun lalu, sejumlah pedagang mengeluhkan sepinya pembeli.
Ditemui usai acara The Spoor Festival yang digelar di Pasar Spoor, Jalan Pahlawan Kota Madiun, Selasa (6/3/2018) para pedangan mengaku omset mereka turun jauh bila dibandingkan ketika Pasar Sepor direnovasi.
"Dulu ketika belum dibangun malah ramai. Bahkan sampai malam pun ramai pembelinya," kata Putut Iswahyudi (35) pedangan yang menempati los C10 ini saat ditemui.
Putut menilai desain bangunan pasar yang menyebabkan sepinya pembeli. Sebab, para calon pembeli tidak bisa langsung melihat lapak pedagang yang berada di belakang ruko atau warung yang berada di depan.
"Kalau menurut saya pembangunannya yang salah. Pembeli tidak bisa melihat langsung, beda dengan pasar yang dulu," kata warga Pringgondani, Kota Madiun ini.
Senada juga dikatakan penjual di los C6 bernama Dwi Sumarni (40).
Penjual nasi yang mengaku sudah berjualan di Pasar Sepoor sejak 2005 ini mengalami penurunan omset hingga 50 persen sejak berjualan di pasar yang baru.
"Lihat saja kondisinya, sepi seperti ini. Dulu sehari bisa dapat Rp 300 ribu, sekarang cuma Rp 100 ribu," keluh ibu satu anak ini.
Selain sepinya pembeli, Dwi juga mengeluhkan desain bangunan Pasar Sepoor yang baru. Meski tampak lebih bersih namun, dibuat bersekat sehingga pedagang satu dengan pedangan lain tidak terlihat.
Tak hanya itu, saluran air juga seolah dibuat asal-asalan karena air menggenang dan tidak dapat mengalir ke saluran pembuanhan dengan lancar.
"Itu juga, saluran pembuangan air dari atap juga tidak ada. Jadi kalau hujan airnya ke mana-mana," katanya.
Hal yang sama juga dikatakan seorang penjual baju daster bernama Said Muslim (47). Pria yang mengaku sudah sejak tahun 2000 berjualan di Pasar Sepor ini juga mengeluhkan sepinya pembeli.