Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kenaikan PBB Mencekik, Massa Aktivis Lamongan Demo Kantor Bapenda

Kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lamongan digeruduk para aktivis dari berbagai elemen gara-gara PBB yang mencecik.

Penulis: Hanif Manshuri | Editor: Mujib Anwar
SURYA/HANIF MANSHURI
Massa dari lima elemen masyarakat di Lamongan saat berdemo di depan Kantor Bapenda, Selasa (10/4/2018). 

TRIBUNJATIM.COM, LAMONGAN - Puluhan aktivis menggelar demonstrasi ke Kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lamongan, Selasa (10/4/2018) siang.

Massa berasal dari sejumlah elemen masyarakat, seperti clean governance Lamongan, Lentera, PMII, INI dan GMNI. Mereka memprotes kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan yang dirasakan memperberat masyarakat.

"Dengan pendataan yang acak-acakan, kenaikannya sampai 100 hingga 200 persen," tegas Ibnu Muharto salah satu koordinator aksi.

Ia menyayangkan survei dan pendataan dengan biaya sekitar Rp 1 miliar hasilnya tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Buktinya, banyak kesalahan pendataan sehingga kenaikan pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) tidak tidak sama, meski ukuran sama antar wajib pajak.

"Jangan menaikkan pajak hanya untuk memperoleh PAD sebanyak-banyaknya," tegas Ibnu.

Usung Spanduk Jangan Bodohi Nasabah, Kantor Mandiri Tunas Finance Digeruduk Massa

Diantar Pelajar ke Rumah Sakit di Lamongan, Pria ini Harus Masuk Penjara Jelang Istri Melahirkan

Hari ini masyarakat tercekik kenaikan pajak. Karena hasil survey ada kesalahan. Namun kesalahan itu masih dijadikan pijakan untuk menarik PBB pada masyarakat. Sementara kenaikan itu tidak rasional.

"PBB di Lamongan paling tinggi dibanding dearah lain," katanya.

Pihaknya tetap mengapresiasi terkait usaha pemkab untuk menaikkan PAD, salah satunya dengan menaikkan PBB. Tapi prosedural harus di utamakan.

"Kenaikan pajak bumi dan bangunan ini prinsipnya tidak ada keseimbangan, keadilan dan pemerataan," ungkap Ifan, Ketua PMII Komisariat Sukodadi Lamongan.

Massa menilai, saat Bapenda menaikkan PBB tidak memikirkan beban berat masyarakat. Tapi hanya berfikir dangkal yang terpenting pendapatan asli daerah tinggi.

Mau Ambil Air Wudhu, Truk Fuso Tiba-tiba Seruduk Rumah Tono dan Warga Mojokerto

Ratusan Rumah di Tulungagung Porak Poranda Diterjang Puting Beliung

Mereka minta Kepala Badan Pendapatan Daerah (Dispenda) Heri Pranoto menemui pengunjuk rasa di pintu gerbang kantor.

Heri tidak hanya turun dari lantai dua tempatnya berkantor untuk menemui massa pengunjuk rasa.

Dia bahkan mengajak lima orang perwakilan untuk berdialog masuk ke ruang kerjanya.

Di ruangan Heri, lima perwakilan ini kembali menyuarakan keberatan masyarakat akan kenaikan PBB.

"Ada dana Rp 1 miliar untuk survey, tapi hasilnya pendataannya tidak riil. Ini bukti survey dan pendataan yang asal-asalan," kata Ibu.

Perwakilan massa minta data pemenang tender Rp 1 miliar untuk survey. "Ini harus dimintai pertanggungjawaban," tandasnya.

Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Dispenda), Heri Pranoto menjelaskan, masyarakat yang merasa keberayan bisa komplin melalui prosedur yang ada.

"Lurah atau kades bisa proaktif menerima komplin dari masyarakat," ungkapnya.

Sensasi Ngopi di Warkop Lamongan Sambil Berselancar Dengan Virtual Reality

Usai Gadaikan Mobil Rental Murah Meriah, Pria Surabaya ini Malah Jalan Kaki di Sekitar Kantor Polisi

Siapapun yang mengajukan keberatan akan ditindak lanjuti dengan survey di lapangan.

Menyinggung dana Rp 1 miliar untuk survey dan pendataan, Heri memastikan itu sebelum menjabat sebagai Kepala Bapenda.

Perwakilan akhirnya menuntut ingin tahu siapa pelaksana atau pemenang tander Rp 1 miliar itu.

Tidak puas dengan jawaban Kepala Bapenda, massa melanjutkan aksinya ke Kantor DPRD dan pemkab. Di tempat ini massa mengusung persoalan yang sama. (Surya/Hanif Manshuri)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved