Kepemilikan Stan Pasar Paciran Ruwet, Pedagang 2 Kudu Berbeda sama-sama Ngadu ke DPRD
Dua kelompok pedagang Pasar Paciran menyikapi konflik rebutan stan lewat wakil rakyat.
Penulis: Hanif Manshuri | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, LAMONGAN - Dua kelompok pedagang Pasar Paciran menemui para wakil rakyat di DPRD Kabupaten Lamongan, mempersoalkan kebijakan panitia pasar terkait kepemilikan stan di pasar desa, Kamis (26/4/2018).
Dua kelompok pedagang, antara yang masuk Aliansi Pasar Paciran dan pedagang yang tidak masuk aliansi, sama-sama mengadu dengan pandangan yang berbeda untuk bisa menempati pasar yang baru dibangun dengan dana hibah APBN sebesar Rp 5, 6 miliar.
Persoalan yang diusung dua kubu pedagang ini adalah adanya harga stan, registrasi dan restribusi yang akan di berlakukan.
Selain itu adalah adanya pedagang yang tidak mendapatkan jatah stan di pasar itu.
"Saya ini pedagang setengah lama, tapi tidak mendapat bagian stan," tandas Suwandi di depan unsur pimpinan DPRD dan komisi, Kamis (26/4/2018).
Para pedagang antara yang tergabung dengan aliansi dan diluar aliansi nampak saling melontarkan argumentasi yang saling sentimen.
Sementara para pedagang agar pembangunan Pasar Paciran itu segera bisa ditempati.
Sebagian diantaranya mempersoalkan adanya harga yang ditetapkan pihak desa untuk klasifikasi masing-masing stan, antara Rp 15 juta, Rp 10 juta, Rp 7, 5 juta dan Rp 3 juta.
Munculnya penerapan klasifikasi harga stan, menurut Kades Paciran, Khusnul Khuluq karena adanya biaya untuk menutup pengurukan lahan."Jadi harus ada kontribusi," kata Khuluq.
Pemerintahan desa menyiapkan lahan. Tapi lahan itu miring dan dalam, sehingga harus diurug.
Dana pengurukan ini dari hasil pinjam pada pihak ketiga."Habisnya sekitar Rp 400 juta, dan itu utang," tandas Khusnul.
Selain itu ada juga relokasi untuk pedagang yang juga butuh biaya. Dari perhitungan itulah, kemudian pemerintahan desa bersama BPD dan pengurus pasar mengadakan rapat dan muncul keputusan harus ada kontribusi untuk mengembalikan uang pinjaman tersebut.
"Makanya konstribusi dari pedagang harus ada, yakni dengan menebus stan," katanya.
Ketua BPD Fauzi menambahkan, pengurus BPD, pemerintahan desa, warga pasar dan masyarakat sejak proses awal sudah diajak bicara. "Sudah ada sosialisasi," katanya.
Dan dicapai sepakat hingga akhirnya harus menghitung stand dan lapak. Dari lapak A , lapak B dan lapak C. "Sudah bergainning dan tawar menawar," jelasnya.
Diutamakan penghuni lama dan menyusul baru. Hingga tahapan pengundian tempat.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Lamongan Sa'im mengharap agar pemerintahan desa segera mengusulkan untuk mendapatkan rekomendasi bupati terkait aturan yang akan diterapkan pada padagang.
"Dipikirkan, stan hanya ada 198, sementara yang daftar 350 pedagang," ucapnya.
Sedangkan Okta, Anggota Komisi B Kabupaten Lamongan di hadapan pedagang pasar, PD Pasar dan Kepala Diperindag menekan adanya kesalahan yang telah dilakukan panitia dan pemerintahan desa.
"Pembangunan pasar ini dana hibah. Nah sifatnya hibah, kalau ada pemungutan itu salah," katanya.
Selain itu tidak boleh diperjual belikan. Dan jangan memaksakan ada pungutan liar. "Jangan sampai penegak hukum bertindak," tegasnya.
Okta minta kades dan pengurus pasar mendata dan menginventarisir pedagang pasar.
Masalah internal pasar bisa dimusyawarahkan di tingkat desa. Menejemen pengurus harus profesional. Sedangkan pengelolaan pasar bisa diperdeskan.
Persoalan penarikan pengurukan boleh, tapi harus minta persetujuan bupati. "Kalau tidak boleh jangan ditarik," tandasnya. (Surya/Hanif Manshuri)