Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Serangan Bom di Surabaya

Kak Seto Ungkap Cara Teroris Ajak Anak-anak Ikut Ledakkan Bom, Metode yang Dipakai Bikin Merinding

Pantesan anak-anak ini bersedia ikut ledakkan bom seperti para teroris. Ternyata cara yang mereka gunakan bikin merinding

Penulis: Ndaru Wijayanto | Editor: Januar
istimewa
Kolase Kak Seto 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Seorang anak pelaku bom bunuh diri di pintu masuk Polrestabes Surabaya, A (8), terus menjalani perawatan intensif di RS Bhayangkara Polda Jatim.

A yang merupakan anak perempuan ini sudah masuk ke ruang inap.

Sebelumnya, A menjalani perawatan di ruang ICU sejak Senin (14/5/2018) pasca serangan bom di Polrestabes Surabaya.

"Sudah tak di ICU lagi, sudah di rawat di ruang inap," sebut Kohar Hari Santoso, Kepala Dinas Kesehatan Pemprov Jatim di RS Bhayangkara Polda Jatim, Rabu (16/5/2018).

Baca: Risma Langsung Sujud Saat Undangannya Dikomplain Takmir Usai Marak Aksi Teror, Isinya Bikin Geger

Kohar ikut menemui A dan 6 anak pelaku bom bunuh diri di RS Bhayangkara bersama KPAI dan LPSK.

Kondisi A terus membaik akibat luka akibat ledakan bom.

Menurut Kohar, A ini mengalami luka di beberapa tubuhnya. Seperti di bagian kaki, tangan dan badan.

"Ada luka yang masih butuh perawatan, seperti luka benturan, tapi sudah baik" jelas Kohar.

Baca: Dikira Mati, Nenek Jumanti Akhirnya Pulang Usai 28 Tahun Jadi TKI di Arab Saudi, Simak Kisah Pilunya

Kohar menjelaskan, A sudah melewati masa kritis. Tadi saat berada di tempat tidur, kondisi stabil. Tapi, yang terpenting butuh pemulihan kejiwaan.

"Sepertinya masih ada perasaan takut, butuh penyembuhan," ucapnya.

Meski demikian, A saat diajak komunikasi sudah nyambung dan respon baik. Ada angggota keluarga juga yang menunggui.

Selain A, tiga anak lainnya dari pelaku ledakan bom juga lukanya terus membaik dan tak berat. Secara fisik stabil, tapi butuh pendampingan terus.

"Semua anak-anak terus dipantau, traumatiknya yang harus dihilangkan. Ini butuh proses dan tergantung respon pasiennya bagimana," pungkas Kohar.

Seperti diketahui, A merupakan anak dari Tri Murtiono. Dia selamat dari ledakan bom bunuh diri ayah, ibunya dan dua kakaknya yang tewas.

A sempat terpental 3 meter akibat ledakan bom dan diselamatkan oleh Kasat Narkoba Polrestabes Surabaya, AKBP Roni Faisal. (Surya/Fatkhul Alamy)

Hidup sebatang kara hingga dibebani utang

Setelah tiga gereja, Mapolrestabes Surabaya juga menjadi sasaran teroris pada Senin (14/5/2018).

Kabid Humas Polda Jatim menjelaskan kronologi peledakan yang tepatnya berada di gerbang pemeriksaan.

"Kejadiannya tadi di pos penjagaan tapi tidak sampai masuk," kata kata Kombes Frans Barung Mangera.

"Jadi ada mobil yang mau masuk, motor ini ada di belakang," lanjutnya.

Melalui CCTV terlihat pelaku menaiki motor hendak masuk ke Mapolrestabes Surabaya.

Saat di gerbang pemeriksaan, tiba-tiba bom meledak dari motor tersebut.

Akibat insiden ini, empat polisi dan enam warga sipil menjadi korban.

Pelaku keluarga teroris yaitu Tri Murdiono (40), Tri Ernawati (43), ADAM (19), dan MDS (14) tewas di tempat.

Sedangkan, anak bungsu teroris itu selamat dari bom yang meledak di gerbang pemeriksaan.

Bocah berkerudung tersebut tampak merangkak dari samping mobil dan motor yang rusak akibat bom.

Sementara api dan asap ledakan masih mengepul, ia mencoba berdiri sensiri.

Tim inafis Polrestabes Surabaya mencoba menghampiri, namun AKBP Ronny Faisal langsung menyelamatkannya.

Video penyelamatan itu langsung viral di berbagai akun media sosial.

Banyak netizen yang menanyakan bagaimana nasib bocah malang itu selanjutnya.

Istri Kapolda Jatim, Lita Machfud, pun mengabarkan kondisi terkini sang bocah.

Ia menyampaikannya setelah menjenguk bocah berinisial AIS (7) itu di Rumah Sakit Bhayangkara dengan ibu-ibu Bhayangkari lainnya.

Menurutnya, kondisi AIS telah berangsur-angsur membaik.

"Secara fisik sudah baik, cuma tangannya yang bekas dioperasi, kalau yang lain-lainnya sudah stabil," ujarnya, Selasa (15/5/2018).

Lita Machfud mengaku miris melihat reaksi keluarga AIS lainnya.

Katanya, tak ada anggota keluarga lain yang mau mendampingi AIS di rumah sakit.

"Ada rasa dalam hati kita miris ya, nggak ada keluarga lainnya yang mau mendampingi," kata Lita Machfud.

"Kalau tahu pasti tidak berani mendampingi karena dia anaknya siapa gitu ya."

Lita juga mengungkapkan ketakutannya kalau-kalau anak-anak teroris ini ikut "teracuni" ajaran orangtuanya.

"Jadi ada rasa kasihan dan kita juga takut anak-anak sempat diwawancara juga tercuci otaknya."

"Kita agak sedikit ngeri dan tentu butuh perjuangan yang sangat berat untuk mengembalikan menjadi anak normal, yang tidak memiliki pemikiran yang radikal."

Tri Murtiono, ayah AIS, memang berniat mengajak anaknya untuk ikut bunuh diri.

Ia pasti tak menyangka Tuhan memberikan mukjizat dengan menyelamatkan si bocah malang itu.

Kini, Tri Murtiono tak hanya membuat AIS sebatang kara, tapi juga meninggalkan hutang besar untuk putrinya.

Hal itu diketahui dari penuturan Ketua RW 02 Medokan Ayu, Hamid.

Ia mengungkapkan keluarga Tri Murtiono mengontrak di sebuah rumah di Jalan Tambak Medokan Ayu Gang VI.

Rumah itu dikontrak seharga Rp 32 juta untuk jangka waktu 2 tahun penempatan.

Ia mendapatkan rumah kontrakan itu melalui situs jual beli online.

Tapi, ternyata Tri Murtiono belum membayar semua harga rumah kontraknya.

"Ngontrak dua tahun seharga Rp 32 juta, tapi baru dibayar sekitar Rp 16 sampai Rp 20 juta," tutur Hamid.

"Lewat jual beli online (nemu rumahnya), ketemu sekali sama pemilik rumahnya," sambungnya.

Dalam kesehariannya keluarga Tri Murtiono dikenal cukup tertutup dengan para tetangganya.

Dikatakan Suwito selaku Ketua RT 08 RW 02, mereka baru 4 bulan tinggal di Medokan Ayu.

Sehari-harinya Tri Murtiono diketahui sebagai pengusaha teralis besi.

"Orangnya biasa aja, kesehariannya interaksi juga kurang, jadi tertutup," kata Suwito.

Dalam kesehariannya yang tertutup, Tri Murtiono sempat sesekali terlihat di kegiatan warga seperti penjagaan siskamling.

Saat ditanya perihal aktifitas di rumahnya, Suwito mengatakan tidak pernah melihat ada pengajian ataupun perkumpulan orang di rumah berwarna orange tersebut.

"Tidak pernah mengundang orang, di samping itu ada musala dan gak pernah terlihat," ujarnya.

Selama ini, warga sekitar tidak menaruh curiga lantaran menurut mereka aktifitas mereka biasa saja.

"Setahu saya mereka justru keluar. Setelah maghrib keluar dan ga tau pulangnya kapan," pungkas Suwito.

Alasan teroris gunakan anak-anak diungkap Kak Seto

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Seto Mulyadi yang ramah di sapa kak Seto cukup prihatin dengan aksi teror yang terjadi di Surabaya.

Sebagaimana bidangnya, kak Seto fokus prihatin kepada aksi teror yang melibatkan kalangan anak-anak yang menurutnya terjadi pertama kali di Indonesia.

Sebagai contoh, aksi pengeboman di tiga gereja yang ikut menyeret empat anak korban untuk ikut aksi bom bunuh diri.

Aksi pengeboman Polrestabes Surabaya yang ikut serta tiga anak dan satu diantaranya selamat dan di rawat di RS Bhayangkara.

Belum lagi, empat anak di Rusun Wonocolo, satu meninggal dan tiga dalam pendampingan.

"Ini yang pertama di Indonesia karena anak ikut di libatkan dan anak dapat suntikan stimulasi negatif dari keluarganya melakukan teror," kata Kak Seto di Media Center Polda Jatim. (16/05/2018)

Kak Seto juga menambahkan bahwa pelaku teror yang juga orang tua anak sangat paham bahwa anak-anak sangat mudah di pengaruhi.

Dengan suntikan negatif, pria yang khas dengan rambut klimisnya ini menyakini maka anak-anak bisa ikut terbawa negatif.

"Dalam hal ini, orang tua mereka sangat paham bahwa anak-anak mudah di stimulasi. Dengan stimulasi negatif, anak ikut negatif. Bila stimulasi positif tentu akan positif," jelasnya.

Sebagai solusinya, Kak Seto berharap ada peran aktif negara untuk merawat dan mendampingi anak dari pelaku.

"Saya berharap ada peran negara untuk melakukan pendampingan pada anak sehingga berada di lingkungan yang kondusif karena anak bukan pelaku tetapi jadi korban orang tua," tuturnya.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved