Serangan Bom di Surabaya
Orang Australia Ini Sebut Dita Bukan Dalang Bom Surabaya, Ada Sosok Lain Berinisial AU
Dita Oepriarto, warga Rungkut, Surabaya diduga kuat sebagai pimpinan aksi bom bunuh diri di Surabaya sekaligus operator di lapangan.
Penulis: Ani Susanti | Editor: Anugrah Fitra Nurani
TRIBUNJATIM.COM - Dita Oepriarto, warga Rungkut, Surabaya diduga kuat sebagai pimpinan aksi bom bunuh diri di Surabaya sekaligus operator di lapangan.
Dita sendiri telah tewas bersama istri dan empat anaknya usai sepakat meledakkan diri di tiga gereja di Surabaya pada Minggu (13/5/2018).
Dita telah mendoktrin istri dan anak-anaknya, mereka harus ikut beraksi agar nanti bisa masuk surga bersama-sama.
Masyarakat semula yakin Dita lah sebagai dalang serangan bom di Surabaya.

Namun, belakangan ada informasi terbaru bahwa dalang sesungguhnya kemungkinan buka Dita.
(Empat dari Lima Terduga Teroris Ditembak Mati saat Serang Mapolda Riau, Berikut Identitasnya)
(Mengintip Kedai Kopi Pribadi di Ruang Kerja Pejabat DKI, Dilengkapi Mesin Hingga Jadi Tongkrongan!)
Ada sosok lain yang lebih kuat, atasan Dita, yang merencanakan serangan teror.
Informasi itu diungkapkan seorang jurnalis koresponden media asing ABC Australia, David Lipson.
Rabu (16/5/2018), David menuliskan sejumlah cuitan tentang kelanjutan kasus yang telah menewaskan sejumlah orang ini.
Pertama, terkait keterangan yang diberikan oleh Kapolri, Jenderal Polisi Tito Karnavian, yang akan mengajak personel Komando Pasukan Khusus (Kopassus) untuk bergabung memburu teroris.
"Indonesia's Police Chief Tito has confirmed an anti-terrorist detachment of Kopassus (military's special forces unit) has joined the hunt for associates of the Surabaya bombings. Many Indonesians will be uneasy about Kopassus knocking on doors again".
- Pimpinan polisi Indonesia, Tito mengonfirmasi detasemen anti teror (kopasus) bergabung memburu rekanan pelaku bom bunuh diri di Surabaya. Masyarakat Indonesia akan kembali merasa tak nyaman kopasus akan melakukan penggerebekan lagi. -
(Karaoke Nekat Buka saat Ramadan Tak Diberi Ampun, Langsung Ditutup)
(Sejumlah Sentra PKL Mangkrak, Dewan Dorong Masyarakat Dilibatkan dalam Pembangunan)
Kedua, terkait inisial dalang pengeboman yang disebutkan secara gamblang oleh David.
David menuliskan Dita Oepriarto (sebelumnya ditulis Dita Supriyanto, red) bukan dalang pengeboman.
Seseorang berinisial AU diduga sebagai pelaku yang lebih senior yang merencanakan aksi ini.
'Kepolisian Indonesia mengatakan telah menangkap pimpinan JAD di Jawa Timur. Inisialnya adalah AU. Mereka sebelumnya mengatakan Dito (ayah pengebom gereja) adalah pimpinannya, tapi kelihatannya ada yang lebih senior'.
Pada cuitan terakhir, David menuliskan ralat penulisan nama Dita yang sebelumnya ia tulis Dito.
Maksudku Dita, bukan Dito. Jariku gemuk.
(Bidik Nasabah Private, AXA Mandiri Luncurkan Asuransi Mandiri Investasi Prestise)
(Empat dari Lima Terduga Teroris Ditembak Mati saat Serang Mapolda Riau, Berikut Identitasnya)
Sasaran Utama Para Teroris Indonesia Menurut Pengamat Australia
Greg Fealy, pengamat politik dan Islam Indonesia dari Australian National University (ANU) di Canberra, mengatakan bahwa polisi merupakan salah satu musuh utama teroris.
Greg mengatakan bahwa serangan bom ke gereja di Indonesia sebetulnya tidaklah banyak terjadi.
"Polisi masih menjadi musuh utama atau target para jihadis," ujar Greg yang juga Kepala Departemen Perubahan Politik dan Sosial di ANU sebagaimana dikutip dari AustraliaPlus.
Meski begitu, tempat ibadah dan warga asing kemungkinan besar juga menjadi sasaran para teroris.
Dilansir dari TribunWow, Greg menanggapi soal pernyataan polisi yang mengatakan, keluarga pelaku bom Surabaya belum pernah ke Suriah.
Jika pelaku belum pernah ke Suriah, berarti ada oknum yang mengajari mereka.
"Tapi yang terpenting lagi ini menunjukkan banyaknya elemen yang butuh perhatian lebih, seperti siapa yang melatih dan mengajarkan mereka, terutama pada sang ayah, Dita untuk membuat bom yang cukup canggih dan menjadi yang terbesar sejak 2009," ucap Greg.
(Empat dari Lima Terduga Teroris Ditembak Mati saat Serang Mapolda Riau, Berikut Identitasnya)
Greg berpendapat bahwa pejuang yang telah pergi ke Suriah dan kembali ke Indonesia memiliki kemampuan dalam membuat bom atau bahkan melakukan serangan.
Gerak-gerik mereka setelah kembali ke Tanah Air sangat penting untuk diawasi.
Mereka yang pernah ke Suriah dan Irak juga memiliki suatu kemampuan karena telah bertempur di medan perang dan dianggap sebagai selebritis oleh komunitas teroris yang mengusung jihad.
"Masalah utama bagi para jihadis pro ISIS di Indonesia adalah tidak memiliki kemampuan, jadi butuh beberapa orang yang bisa berbagi keahlian untuk dapat meningkatkan ancaman teroris," ucap Greg.
"Dita menjadi contoh ini dan polisi tak memiliki informasi banyak soal dirinya. Tapi jika Dita mendapatkan pengetahuannya secara online, ini pun akan menjadi hal yang baru," imbuhnya.
Saat ditanya soal radikal dan toleransi di Indonesia, Greg berpendapat bahwa meningkatnya radikal Islam sedikit berlebihan.
"Bisa dikatakan berlebihan jika dikatakan adalah sebuah grup yang ingin menegakkan syariah atau mengubah Indonesia jadi negara Islam, karena politik Islam di Indonesia tidaklah efektif, meski media melaporkannya seolah sudah terjadi," ucapnya.
Menurutnya bibit radikal sebenarnya bisa dihentikan jika ada saluran politik yang sehat.
"Semakin banyak kita melibatkan orang-orang dengan berbagai pandangan ke dalam sistem politik untuk menyampaikan suara serta memberikan kesempatan, maka semakin kecil kemungkinan mereka untuk melakukan aksi radikal."
(Mengintip Kedai Kopi Pribadi di Ruang Kerja Pejabat DKI, Dilengkapi Mesin Hingga Jadi Tongkrongan!)
Menurutnya kondisi di Indonesia sekarang lebih memungkinkan untuk membuat semua kalangan terlibat politik yang sehat.
"Tapi ada sebagian kecil yang juga menolak apa yang disebut demokrasi dan ingin menggantinya dengan sistem lain."
"Seberapapun pluralisnya sebuah negara, tetap akan selalu ada sejumlah kecil yang menolak pandangan ini."
Greg juga menyampaikan dari data terbaru pengamatannya yang menunjukkan, toleransi di Indonesia secara umum telah meningkat kurang dari 10 tahun terakhir.
Tapi ia mengakui kalau intoleransi justru juga meningkat, seperti di kalangan Muslim kelas menengah di kota-kota besar, yang menurutnya memiliki peran untuk menyingkirkan Ahok dari dunia politik.
"Data ini kompleks, karena tidak menunjukkan satu arah saja, tapi ada tren berbeda pada sejumlah kelompok warga."
"Secara keseluruhan warga Indonesia lebih toleransi saat ini dibandingkan 10 tahun," tambahnya.
Ia mengatakan banyak ditemui komentar di jejaring sosial, seperti di Facebook atau Instagram yang berbau intoleran, tapi ia setuju jika apa yang terjadi di dunia maya, tidak mewakili keadaan sebenarnya.
(Jadwal Piala Dunia 2018 Grup E, Brasil Berpeluang Melaju Mulus ke Babak 16 Besar)