Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kisah Guru Non PNS Pasuruan ini, Ternyata Pelukis Penuh Prestasi

Gagal beberapa kali memenangai lomba lukis, membuat Achmad Toriq warga Kecamatan Bangil, sempat merasa frustasi

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Yoni Iskandar
(Surya/Galih Lintartika)
Achmad Toriq, pelukis berprestasi 

TRIBUNJATIM.COM, PASURUAN - Gagal beberapa kali memenangai lomba lukis, membuat Achmad Toriq, 28, warga Satak, Desa Manaruwi, Kecamatan Bangil, sempat merasa frustasi.

Namun, seolah seni lukis sudah mendarah daging, ia akhirnya mampu bangkit dari keterpurukan. Siapa sangka, kebangkitannya seolah menjadi dendam baginya untuk terus berkarya.

Gambar yang dibuat Achmad Toriq, biasanya bernuansa robot. Lukisan bertajuk lahirnya Airlangga misalnya. Tidak dibuatnya menyerupai wayang. Tetapi, lebih mirip robot masa kini.

Lelaki 28 tahun ini, memang menyukai tema kekinian dalam mengaplikasikan idenya di media kanvas.

Terutama hal-hal yang berbau teknologi. Bukan hanya lahirnya Airlangga. Beberapa gambar yang dibuatnya, mengarah ke robot atau teknologi. Meski tak semua yang dilukisnya, berbau teknologi.

Baca: SENAWANGI Kirim Delegasi Ikuti ‘7th General Assembly’ UNESCO PBB di Paris

“Aliran saya cenderung lukisan kontemporer. Khususnya yang berbau teknologi. Saya memang menyukai hal-hal yang berbau teknologi, seperti robot dalam melukis sesuatu,” kata Toriq.

Suami dari Zakia ini memang menyukai lukisan. Sudah sejak kecil, ia menyukai seni gambar, lukisan. Meski darah seni, tak mengalir dari tubuhnya.

Ayahnya, hanyalah pedagang nasi bungkus. Sementara almarhum ibunya, hanyalah ibu rumah tangga biasan. Namun, bukan menjadi alasan baginya, untuk memendam bakat melukis.

Buktinya, berbagai penghargaan pernah diraihnya. Mulai juara tiga saat SMA dalam kompetisi seni lukis nasional, juara utama dalam kompetisi yang diselenggarakan salah satu bank swasta dan beragam prestasi membanggakan lainnya.

Kiprah Toriq dalam melukis, dimulai saat dirinya masih sekolah dasar. Ketika itu, dirinya sudah senang menggambar.

Namun, baru sebatas hobi menggambar dan tidak serius menekuni seni gambar.

Baca: Perawat Cantik Tewas Mengenaskan di Jalur Gaza, Ditembaki Tentara Israel saat Rawat Pasien Luka

Hingga dirinya masuk SMP. Pelajar SMPN 2 Bangil ini, sudah mulai ikut-ikutan lomba ketika masih duduk di bangku kelas satu. Beberapa kali lomba diikutinya. Namun, hasilnya sungguh mengecewakannya.

Tak satupun hasil karyanya yang mampu meraih juara. Alhasil, ia sempat ngambek dan tak mau lagi untuk melukis.

“Saya males melukis. Karena, berulang kali ikut lomba, tidak pernah juara,” kenang dia.

Untungnya, ia memiliki guru-guru yang peduli. Toriq terus mendapat dorongan oleh gurunya agar tidak pantang menyerah. Hingga kelas dua SMP kemudian.

Ia kembali coba-coba ikut kejuaraan. Skalanya memang masih tingkat kabupaten. Namun siapa sangka, ia berhasil juara. Meski baru juara tiga. Tapi, mampu mengembalikan kepercayaan dirinya.

“Sejak itulah, saya bangkit dan percaya diri. Beberapa kali saya ikut lomba. Hasilnya memuaskan. Saya pun semakin semangat melukis,” kisahnya.

Tidak hanya melukis tentang alam atau kondisi realita sekitar. Tetapi, ia juga mampu melukis kaligragi. Meski sebelumnya, kemampuannya diragukan oleh guru seni di SMA tempatnya belajar.

Baca: Pengendara Alphard yang Dihajar Massa Pakai Bertuliskan Kemenkumham, Ternyata

Ceritanya, waktu itu Toriq yang sudah menginjak di bangku SMAN 1 Bangil, tak masuk radar, pelukis di sekolahnya. Ia tidak terpilih, untuk mengikuti lomba yang digelar tingkat Kabupaten Pasuruan.

Namun, berkat kegigihannya untuk meyakinkan pihak sekolah, ia akhirnya mendapat kepercayaan. Kepercayaan gurunya itupun, tak disia-siakannya. Karena, kaligrafi buatannya, mampu menyabet juara. Meski baru juara kedua tingkat Kabupaten Pasuruan.

“Saya senang, bisa membayar keraguan pihak sekolah. Sempat tidak terpilih, akhirnya saya bisa menjadi juara kedua lukis kaligrafi tingkat Kabupaten Pasuruan,” tutur dia.

Bagi Toriq, seni lukis bukan hanya sekadar hobinya. Karena, seni lukis adalah penyambung hidupnya.

Ia sadar tentang dirinya, yang berasal dari orang tak punya. Orang tuanya hanyalah pedagang nasi bungkus.

Ia berpikir keras bagaimana untuk melanjutkan sekolah.

“Caranya, dengan terus mengikuti lomba. Sehingga, peluang untuk menang terbuka. Kalau menang, kan bisa dapat uang,” akunya.

Uang hasil lomba, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Ia juga rajin menabung. Tujuannya, agar bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Karena, ia tak mau terus-terusan menjadi orang susah. Ia bertekad bisa mengangkat derajat dirinya dan keluarga.

Sempat banyak yang mencibirnya, karena ia akhirnya memutuskan untuk kuliah. Maklum, lulusan seni lukis Unesa Surabaya ini dianggap dari golongan yang tak punya.

“Banyak yang mencibir, karena saya kuliah. Tapi, bermodalkan tekad saya tidak menggubris cibiran itu,” ungkap pemuda yang lahir 11 Mei 1990 ini.

Ia tak sekadar kuliah. Ia nyambi untuk melanjutkan kehidupannya. Berbagai pekerjaan dilakukannya. Mulai dari waiters hingga menjadi tenaga pendidik sekolah dasar.

“Saya juga sering ikut-ikutan lomba lukis. Dan alhamdulillah, beberapa kali juara,” tandasnya.

Nasibnya memang baik. Karena meski belum lulus kuliah, ia dipercaya untuk mengajar di MTs Negeri 1 Pasuruan yang berada di Bangil. Ia menjadi guru non PNS seni lukis di mts setempat sejak 2013 lalu.

Menjadi guru, tak serta merta membuatnya berhenti melukis. Karena, kegiatan melukis tak bisa dipisahkan darinya. Beberapa lomba diikutinya. Tak sedikit pula yang menghasilkan juara.

Contohnya ketika ia mengikuti lomba festival seni internasional kategori seni lukis untuk guru tahun 2015 lalu. Karyanya, yang bertemakan kelahiran Airlangga itu, berhasil membuatnya masuk kategori lima lukisan terbaik.

Selama menjadi pelukis, kata dia, banyak pengalaman yang diperolehnya. Seperti ketika masa-masa kuliah. Masa-masa itu, dinilainya merupakan masa berat untuk menjadi pelukis.

Baca: Jasa Marga Surabaya-Gempol akan Gelar Penukaran Uang Saat Pembukaan Posko Arus Mudik

Karena tidak mampu membeli cat lukis, ia akhirnya menggunakan pensil drawing dalam berkarya. Lukisan drawing yang dimaksudnya, seperti lukisan lahirnya Airlangga tersebut.

“Cat lukis kan bermacam-macam harganya. Kebetulan, waktu kuliah, tidak banyak memegang uang. Akhirnya untuk bisa terus berkarya, saya pakai pensil yang biasanya dipakai arsitek untuk melukis,” sambung Toriq.

Yang namanya pelukis, lanjutnya, harus pintar-pintar dalam bersiasat. Contoh ia pernah alami, ketika tahun 2008 silam. Saat itu ia mengikuti lomba lukis tingkat remaja nasional. Setelah mengirim soft copy lukisan masuk nominasi.

Sayangnya, kanvas lukisannya tidak sesuai ukuran. Ukuran yang seharusnya 40x50 cm, malah dibuatnya 30x40 cm. Disitulah, dia berpikir keras menyiasatinya.

“Saya tidak tahu kalau ukurannya kurang. Sebelum saya kirim, saya tambahi tepiannya dengan kain kanvas dan saya kasih sekat-sekat. Tak menyangka, malah dapat juara tiga. Padahal, saya berpikir, tidak akan juara,” pungkasnya. (lih)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved