Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Permintaan Arif Wicaksono Jadi Justice Collaborator Ditolak, Begini Penuturan JPU KPK

Mantan Ketua DPRD Kota Malang, Arief Wicaksono divonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya dengan hukuman penjara selama 5 tahun.

Penulis: Samsul Arifin | Editor: Dwi Prastika
TRIBUNJATIM.COM/SAMSUL ARIFIN
Mantan Ketua DPRD Kota Malang, Arief Wicaksono usai jalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (26/6/2018). 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Syamsul Arifin

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Mantan Ketua DPRD Kota Malang, Arief Wicaksono divonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya dengan hukuman penjara selama 5 tahun.

Vonis tersebut dibacakan oleh ketua majelis hakim, ER Unggul pada sidang vonis atas terdakwa Arief Wicaksono, Selasa, (26/6/2018).

“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa selama 5 tahun, serta dijatuhi denda sebesar Rp 200 juta subsider 2 bulan,” kata Unggul saat membacakan vonis.

Baca: Hampir 3.000 Personel Gabungan Disiagakan di Situbondo untuk Pengamanan Pilkada Jatim

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Kresno Anto Wibowo yakni 7 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan.

Terdakwa terbukti melanggar dakwaan primer dengan pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Majelis hakim mempertimbangkan, bahwa terdakwa melakukan perbuatan yang berbeda yakni concursus idealis dua dakwaan yang berbeda.

Baca: Beri Contoh Miyawaki Sakura dan Nyanyikan Nada Tinggi, Takeuchi Miyu Produce 48 Jadi Viral

Menanggapi vonis tersebut, terdakwa Arief Wicaksono melalui kuasa hukumnya, Martin Hamonangan mengatakan pikir-pikir, sementara JPU Kresno juga demikian.

Saat dikonfirmasi usai persidangan, Martin Hamonangan mengatakan ada beberapa hal yang belum dipertimbangkan, yakni status terdakwa yang seharusnya menjadi justice collaborator (saksi pelaku yang bekerja sama dengan penyidik atau JPU dalam mengungkap kasus tertentu).

“Karena memang saudara Arief sudang sangat membantu dalam kasus ini dan terbuka,” terangnya.

Baca: VIDEO: Pesan Wali Kota Risma pada ASN yang Baru Disumpah, Layani Warga hingga Tanamkan Toleransi

Mengingat pledoi yang diajukan sebelumnya semua ditolak oleh majelis hakim, karena pihaknya menyinggung pasal 11 yang menyangkut gratifikasi.

“Kami melihat fakta persidangan dalam pledoi, kami berpendapat lebih mengarah ke pasal 11 tentang gratifikasi karena di dalam proses anggaran tidak ada materi yang misalkan tidak harus diberi duit anggaran tidak disetujui, kan tidak,” lanjutnya.

Pihaknya menilai, dana yang diberikan tanpa harus mempertimbangkan anggaran PAPBD sudah pasti berjalan.

Baca: Mulai Rusia hingga Kroasia, Berikut 5 Negara dengan Rasio Gol Terbaik di Piala Dunia 2018

“Jadi kami memandanganya lebih ke gratifikasi bukan suap, kalau suap kan kalau tidak dikasih duit maka PAPBD-nya tidak disetujui,” terangnya.

Untuk dana itu sendiri sudah dikembalikan kepada negara yang belum diketahui jumlahnya.

Terkait proyek Jembatan Kedung Kandang, Martin menyatakan bahwa kliennya ini pasif.

“Ia tiba-tiba ditelepon oleh Erik dan Hendarman, jadi sifatnya saudara terdakwa ini pasif, karena ada isu Wali Kota Malang Moch Anton saat itu akan membatalkan jembatan tersebut,” terangnya.

Baca: Kritik Mnet Karena Dinilai Evil Editing di ‘Produce 48,’ Netizen Sampai Minta Ganti Nama Program

Seacara terpisah, JPU Kresno mengaku putusan hakim sudah sesuai dengan rasa keadilan masyarakat karena sudah sependapat penuntut umum.

“Juga sebenarnya sudah mempertimbangkan permohonan keringanan dan rasa keadilan terdakwa sendiri,” tandasnya.

Karena perbuatan concursus dimana ada dua perkara, dimana dakwaan primer sudah terbukti.

Terkait permohonan justice collaborator, JPU sudah menyinggung sebelumnya dimana tidak dapat dikabulkan.

“Tidak dapat menjadi JC (justice collaborator), salah satu pertimbangannya adalah terdakwa ini salah satu pelaku utama, terkait pengakuan terdakwa itu hanya bersifat hal yang meringankan,” pungkasnya.

Baca: Dhawiya Zaida di Mobil Tahanan Jelang Persidangan, Tutupi Wajah & Tak Beri Respon Saat Ditanya Kabar

Diketahui, bermula pada tanggal 24 Juni 2015, Anton melakukan pertemuan dengan terdakwa Arief Wicaksono yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Malang, di Ruang Transit.

Dalam pertemuan tersebut hadir pula, Wakil Wali Kota Sutiadji, dan Cipto Wiyono serta Jarot Edy Sulistyono.

Arief Wicaksono meminta kepada terdakwa Moch Anton yang saat itu masih menjabat sebagai Wali Kota Malang, untuk memberikan uang imbalan terkait pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2015 dengan istilah “Pokir” kepada anggota DPRD agar tidak ada halangan sehingga berjalan lancar.

Baca: Cengengesan Hingga Terdiam, Reaksi Jennifer Dunn Saat Divonis Penjara 4 Tahun Jadi Sorotan

Akhirnya Moch Anton menyetujui permintaan tersebut, yang selanjutnya melalui wakilnya Cipto meminta kepada Jarot untuk memerintahkan Tedy Sujadi Soemama selaku Kepala Bidang Perumahan dan Tata Ruang pada Dinas PUPPB Kota Malang untuk menemui Cipto.

Setelah Tedy menghadap, Cipto meminta agar mengumpulkan uang dari para rekanan atau pemborong pada dinas PUPPB Kota Malang sebesar Rp 700 juta.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved