Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Lipsus Veteran Asian Games

Sinyo Supit Masih Mampu Pingpong Seharian, Akan Dampingi Anak Berlaga di Asian Games 2018

Sinyo Supit sedang bersantai saat ditemui tim Surya di rumahnya, Jalan Bagawanta Bhari II, Kabupaten Kediri,

Penulis: Aflahul Abidin | Editor: Yoni Iskandar
surya/Aflahul
Sinyo Supit di rumahnya di Kediri, pekan lalu, menunjukkan piagam penghargaan yang baru ia terima dari Menpora beberapa bulan lalu di Jakarta. 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Sinyo Supit sedang bersantai saat ditemui tim Surya di rumahnya, Jalan Bagawanta Bhari II, Kabupaten Kediri, Rabu malam pekan lalu. Legenda tenis meja era 70-an itu terlihat sangat antusias bercerita tentang prestasi masa lalunya yang gemilang.

Apalagi sebentar lagi Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 2018. Sinyo bersama Empie Wuisan adalah peraih medali perak Asian Games 1978 di Bangkok, Thailand.

“Saat itu kami sudah mengalahkan juara dunia di babak empat besar. Tapi di final kalah dengan juara China,” kenang Sinyo.

Bagi dia, prestasi itu yang paling prestisius sepanjang kariernya di dunia pingpong (1975-1987).

Di ajang lain, prestasi Sinyo tak kalah bersinar. Ia beberapa kali menang di kejuaraan dunia tenis meja. Sinyo juga selalu berpartisipasi di ajang SEA Games selama masih menjadi atlet.

“Di setiap laga SEA Games, saya selalu dapat emas,” ucapnya bangga.

Malam ini, Arema FC Gelar Tabligh Akbar dalam Rangka Hari Ulang Tahun ke 31

Di dinding ruang tamu rumah Sinyo, terpajang sebuah etalase tempel dari kaca tepat di atas sofa yang isinya belasan medali cabang olahraga tenis meja. Tapi, itu semua bukan milik Sinyo.

Medali-medali itu adalah koleksi sang anak, Ficky Supit Santoso. Ficky akan berlaga di Asian Games 2018 di Jakarta.

Bakat Ficky di dunia tenis meja barangkali berasal dari sang ayah. Tapi, Sinyo enggan menyebut pencapaian Ficky sekadar karena bakat. Ia merasa telah membentuk sang anak hingga berperan dalam ajang olahraga empat tahunan itu.

“Usaianya sekarang 26 tahun. Dia harus fokus. Saya bilang, ‘papa dulu bisa (dapat medali) di Asian Games. Masa kamu enggak bisa?” katanya.
Kalimat itu diucapkan untuk memotivasi sang anak. Setiap kali sang anak berlaga, Sinyo selalu hadir.

Ia duduk dibangku penonton saat Ficky bertanding. Hal yang kemudian terjadi selalu sama: setiap kali berhasil menumbangkan sang lawan, pandangan mata Ficky akan menuju sang ayah.

“Ia seolah ingin menunjukkan ke saya bahwa ia bisa,” kata Sinyo.

Pada ajang Asian Games mendatang pun, Sinyo memastikan diri hadir. Ia tak ingin meninggalkan satu pun laga sang anak. Sinyo bilang, tak ada partai ganda dalam Asian Games kali ini.

Link Live Streaming Timnas U-16 Indonesia Vs Malaysia Semifinal Piala AFF U-16 2018 Jam 18.30 WIB!

Partai yang ada hanya single, beregu, dan mix double. Ia memperkirakan sang akan akan bermain di partai single dan beregu.

“Saya bilang, paling tidak dia harus dapat medali,” terang pria kelahiran 3 September 1959 itu,

“Negara-negara yang harus diwaspadai adalah China, Jepang, Korea Selatan, Hongkong, Taiwan….”.

Selain dukungan semangat, Sinyo juga memberi pelatihan khusus kepada sang anak. Ia selalu menekankan, dalam pingpong bola apapun selalu bisa diserang. Bisa dipukul spin. Karena sang anak bermain secara menyerang, seperti ayahnya dulu, prinsip itu dinilai penting.

“Saya dulu prinsipnya, semua bola bisa di-spin. Kecuali bola di toko. Karena bola ditoko harus dibeli dulu, dikeluarin dari wadahnya, baru di-spin,” kelakar bapak empat anak itu.

Cara latihan Ficky tak jauh berbeda dengan sang ayah. Sebelum Asian Games 2018 berlangsung,

Ficky mengikuti pelatihan di China. Sinyo percaya, dengan berlatih dan bertanding ke negara- negara yang olahraga pingpongnya lebih maju, keterampilannya lebih terasah.

Asian Games - Jadwal Lengkap Penyisihan Grup Cabang Sepak Bola, Taiwan Jadi Lawan Pertama Indonesia

Ketika masih berusia 15 tahun (1975), Sinyo diberangkatkan ke Yugoslavia bersama empat atlet senior Indonesia. Saat itu, Yugoslavia menjadi negara kedua yang pingpongnya maju.

Urutan pertama tetap China. Tapi ketika itu belum ada hubungan diplomatik antara Indonesia dan China, terutama untuk dunia olahraga.

Ia dipilih karena ditahun yang sama memenangi kejuaraan tenis meja junior Indonesia. Selama 4 tahun di Yugoslavia, Sinyo dan atlet lain digembleng.

“Pulang dari sana, bola di sini rasanya pelan-pelan sekali,” lagi-lagi Sinyo tertawa.

Sepanjang wawancara, pria kelahiran Surabaya itu memang kerap bergurau.
Sepulang dari Yugoslavia, ia dipanggil bos perusahaan rokok besar Gudang Garam.

Ia bersama Empie Wuisan dan Diana Wuisan Tedjasukmana memprakasai berdirinya Perkumpulan Tenis Meja Surya Kediri. Ini adalah salah satu klub pingpong terbesar yang bubar pada 2008.

Ketika masih aktif di klub itu, Sinyo sering memberi dukungan ke semua atlet. Kini, ia hanya fokus ke Ficky. Cita-cita yang masih ia impikan: mengajarkan tenis meja ke berbagai daerah di Indonesia.

“Ada rahasia dalam tenis meja. Dan itu yang ingin saya ajarkan. Namanya rahasia, tentu saya tidak kasih tahu Anda,” selorohnya.

Di usianya yang tak muda lagi, Sinyo menyebut dirinya sebagai “cowok panggilan”. Ia kerap dipanggil oleh orang-orang ternama untuk melatih dan menemani mereka bermain pingpong.

Pagi hari setelah wawancara dengan Surya, ia lekas berangkat ke Jakarta selama sepakan atas “panggilan” seorang bos suplemen herbal.

Meski ia sempat mengalami kecelakaan berat yang mengakibatkan syaraf ketujuhnya bermasalah, Sinyo masih sanggup bermain pingpong hampir sehari penuh.

Ia juga menjadi pelatih mekanik di Komite Olahraga Nasional (KONI) Jawa Timur. Dari sana ia masih mendapat nafkah.

“Ya berkat pengurus di sana. Saya masih bisa memberi kontribusi buat
atlet-atlet di Jatim,” ungkapnya. (Fla/iit)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved