Penganut Konghucu Blitar Bakar Pakaian dan Uang, Tujuannya ini
Sejumlah umat Konghucu terlihat khusuk mengikuti sembahyang di Klenteng Poo An Kiong Blitar, Jumat (31/8/2018) sore.
Penulis: Samsul Hadi | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, BLITAR - Sejumlah umat Konghucu terlihat khusuk mengikuti sembahyang di Klenteng Poo An Kiong Blitar, Jumat (31/8/2018) sore.
Sambil memegang hio, mulut mereka terus melantunkan doa-doa mengikuti suara rohaniwan yang memimpin sembahyang.
Para umat Konghucu itu sedang mengikuti sembahyang rebutan atau King Hoo Ping. Sembahyang yang dilaksanakan tiap tanggal 15 bulan 7 Imlek ini untuk mengenang dan menghormati arwah leluhur yang sudah meninggal.
"Sembahyang rebutan ini dilaksanakan pada bulan 7 Imlek. Sekarang ini sembahyang umum, sebelumnya para umat Konghucu sudah melaksanakan sembahyang di rumah masing-masing," kata Rohaniwan Konghucu, Xs Titis Triwarsi, usai memimpin sembahyang rebutan.
• Main di Malaysia, Evan Dimas Jadi Incaran Klub-klub Jepang dan Thailand
Acara itu dimulai dengan sembahyang kepada Tuhan yang diikuti para pengurus klenteng. Lalu dilanjutkan sembahyang untuk parasuci dan dilanjutkan sembahyang khusus untuk malaikat bumi. Sembahyang untuk malaikat bumi ini sebagai simbol manusia yang sudah meninggal kembali ke bumi.
Setelah sembahyang untuk malaikat bumi, mereka baru menggelar sembahyang khusus untuk mendoakan para leluhur yang sudah meninggal. Semua umat yang hadir di Klenteng mengikuti sembahyang untuk mendoakan leluhur.
Selesai sembahyang, mereka membakar barang-barang yang dulu dipakai para leluhur ketika masih hidup di dunia. Barang-barang itu berupa pakaian, uang, perhiasan, dan benda lainnya. Tetapi, barang yang dibakar hanya benda mainan.
• Istirahat di Bawah Tiang Bendera, Pria Asal Rembang Meninggal Dunia
Barang-barang itu dimasukkan ke dalam kardus dan dibungkus mirip kado ulang tahun. Mereka membakar barang-barang itu di halaman klenteng.
"Ritual ini sebagai simbol rasa bakti kami ke para leluhur. Benda-benda itu dibakar dengan keyakinan akan dikirim ke para leluhur," ujar Titis.
Di akhir acara, mereka membagi-bagikan beras, mi instan, dan berbagai jajanan ke warga sekitar. Dulu, sejumlah makanan yang dibagi-bagikan ke warga itu seharusnya yang digunakan untuk rebutan.
Tetapi, sekarang tradisi berebut makanan di sembahyang rebutan sudah mulai hilang.
Sekarang, panitia lebih memilih membagi-bagikan makanan ke warga. Pembagian makanan juga lebih tertib. Warga yang ingin mendapatkan makanan harus mengambil kupon terlebih dulu.
• Ini Daftar Bonus untuk Atlet Indonesia Peraih Medali Beserta Pelatihnya di Asian Games 2018
Warga satu per satu menukarkan kupon dengan beras, mi instan, dan jajanan ke panitia.
"Kalau mengikuti tradisi lama, makanan yang dibagikan ke warga itu harus direbutkan. Tapi, sekarang sejumlah klenteng memilih membagikan secara tertib. Kalau rebutan khawatirnya bisa menimbulkan korban. Karena yang datang ada anak-anak dan orang tua," kata Titis. (Sha)