Bulan Gus Dur
5 Cerita Soal Gus Dur, Mahfud MD yang Pernah Minta Jabatan Menteri hingga Tanah Makam Diincar Warga
Bulan Desember disebut sebagian orang sebagai bulan Gus Dur. Berikut ini adalah 5 cerita soal Gus Dur
Penulis: Januar AS | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM - Bagi sebagian orang, bulan Desember juga dianggap sebagai bulan Gus Dur atau Abdurrahman Wahid.
Sebab, pada bulan Desember itulah, Gus Dur wafat.
Tepatnya, Gus Dur Wafat pada tanggal 30 Desember 2009.
Cucu pendiri NU KH Hasyim Asyari itu merupakan presiden keempat Indonesia.
Selain seorang presiden, Gus Dur juga dikenal sebagai seorang tokoh yang peduli pada keberagaman Indonesia.
Berikut ini sejumlah cerita soal Gus Dur yang berhasil dirangkum oleh TribunJatim.com dari berbagai sumber.
• Awalnya Tak Dipercayai Gus Dur, Pesan Para Kiai ini Terbukti saat Dirinya Jatuh dari Kursi Presiden
1. Mahfud MD minta jabatan menteri ke Gus Dur
Mahfud MD menjadi salah satu orang yang dipercaya Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, untuk mengisi Kabinet Persatuan Nasional.
Pengalaman Mahfud ditunjuk sebagai menteri oleh Gus Dur ia ceritakan dalam bukunya "Setahun Bersama Gus Dur: Kenangan Menjadi Menteri di Saat Sulit" (2003).
Mahfud menceritakan, ia dipanggil dan menghadap Gus Dur di sebuah rumah di Jalan Irian Nomor 7, Jakarta Pusat.
Rumah tersebut memang dikenal sebagai tempat bertemunya Gus Dur dengan tamu-tamunya di luar jam kerja.
Setelah bertemu Mahfud, Gus Dur pun mengatakan bahwa di kabinetnya saat ini dibutuhkan tiga orang ahli tata negara yang tegas untuk jabatan menteri.
"Saya sudah punya dua, yaitu Marsillam (Marsillam Simanjuntak) dan Yusril (Yusril Ihza Mahendra). Satunya lagi saya minta Antum (Anda) bergabung di kabinet," kata Gus Dur.
Dilansir dari Kompas.com 7 September 2017 lalu, Mahfud yang saat itu menjabat Rektor I Universitas Islam Indonesia lantas bertanya ke Gus Dur, di pos menteri apa ia akan ditempatkan.
Gus Dur menjawab dengan cepat, "menteri pertahanan".
Mahfud pun kaget mendengar jawaban tersebut.
Saking tidak percayanya, Mahfud bahkan merasa dirinya salah dengar.
Ia mengira yang dimaksud Gus Dur adalah menteri pertanahan.
Ia merasa jabatan menteri pertanahan lebih masuk akal karena masalah agraria banyak sekali bersangkutan dengan hukum administrasi negara yang merupakan cabang dari hukum tata negara.
Namun, Gus Dur menegaskan bahwa jabatan yang disediakan untuk Mahfud adalah menteri pertahanan.
Mahfud pun menyatakan kepada Gus Dur bahwa ia sama sekali tidak memiliki pengalaman di bidang militer dan pertahanan sehingga kurang tepat mengisi pos itu.
"Kalau cuma itu, Antum bisa tanya-tanya pada Pak Yudhoyono (Susilo Bambang Yudhoyono), sebab yang penting otoritas dan arah kebijakannya, bukan soal teknis kemiliterannya," ucap Gus Dur santai.
Tak puas, Mahfud pun masih mencoba menawar ke Gus Dur.
Ia meminta posisi menteri pertahanan diberikan saja ke Yusril, sementara ia mengisi menteri kehakiman.
Namun, Gus Dur menjawab bahwa Yusril lebih tepat menjadi menteri kehakiman.
Mahfud pun akhirnya mencoba menawar lagi.
"Kalau Yusril menteri kehakiman, saya jadi menteri muda urusan HAM saja, tidak apa-apa, toh sekarang ini saya adalah staf ahli menteri negara urusan HAM," kata Mahfud.
Namun, lagi-lagi Gus Dur menolak penawaran Mahfud.
"Ah, Kementerian HAM akan ditiadakan, disatukan dengan Departemen Kehakiman," kata Gus Dur.
Alwi Shihab yang saat itu mendampingi Gus Dur, sampai mencolek paha Mahfud sebagai isyarat agar ia tak bisa lagi menawar.
Akhirnya, Mahfud pun menerima tawaran Gus Dur.
"Kalau begitu, baiklah. Bismillah," ucap Mahfud.
2. Pesan para kiai untuk Gus Dur
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah seorang pemimpin Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Dia merupakan cucu KH Hasyim As'ari, ulama dan tokoh yang dihormati sebagai pendiri NU.
Latar belakang dan kecakapan Gus Dur membuatnya sering mendapat sebutan sebagai Wali, atau orang yang saleh menurut agama.
Banyak juga yang percaya bahwa Presiden keempat RI itu punya kemampuan luar biasa alias gaib.
Mohammad Mahfud MD dalam bukunya yang berjudul "Setahun Bersama Gus Dur", membahas seputar masalah gaib yang sering dikaitkan dengan Gus Dur.
Kisah itu, mulai dari cerita orang-orang dekat, hingga pengalaman langsung saat berbicara dengan Gus Dur, terangkum dalam tulisan pada buku tersebut.
Tak dipungkiri, beberapa orang dekat Gus Dur mengakui adanya kemampuan gaib tersebut.
Misalnya, saat Gus Dur cerita bahwa ia akan menjadi presiden pada Oktober 1999.
Kemudian, saat Gus Dur mengetahui bahwa Presiden Soeharto akan lengser dari kursi kepemimpinan.
Ia bahkan sudah mengatakan perihal kemunduran Soeharto itu sejak setahun sebelum peristiwa Mei 1998.
Kepada Mahfud, Gus Dur juga pernah bercerita tentang "pertemuannya" dengan Mbah Hasyim (pendiri NU) dan Sunan Kalijaga.
Saat itu, Gus Dur mengatakan bahwa kedua tokoh tersebut telah mengabarkan tentang akan terjadinya beberapa peristiwa di Indonesia.
Menurut Mahfud, Gus Dur juga mengatakan bahwa kedua tokoh itu memberikan gambaran tentang situasi yang akan terjadi di Indonesia dan memberitahu sikap apa yang harus dipilih Gus Dur sebagai pemimpin.
Pilih rasional, meski demikian, menurut Mahfud, tetaplah sulit untuk mengetahui ukuran yang dipakai Gus Dur untuk memercayai dan menggunakan pesan atau firasat gaib yang ia dapatkan.
Adakalanya, Gus Dur seolah tak percaya dengan isyarat atau firasat, seperti "pertemuannya" dengan Mbah Hasyim.
"Adakalanya dia tidak mau percaya pada pesan yang secara tidak rasional disampaikan kepadanya," ujar Mahfud dalam bukunya.
Suatu ketika, Mahfud berkunjung ke Pondok Pesantren keluarga Aqil Siradj di Kempek, Cirebon.
Kepada Mahfud, sejumlah kiai menitipkan pesan untuk disampaikan kepada Gus Dur.
Dilansir dari Kompas.com, 7 September 2017 lalu, menurut Mahfud, para kiai meminta agar Gus Dur tidak mampir ke Mesir.
Saat itu, Gus Dur berencana mengunjungi tujuh negara di Afrika dan Timur Tengah, termasuk Mesir, dan mengakhiri kunjungan dengan melaksanakan ibadah haji.
Mahfud mengatakan, para kiai berkata bahwa dua Presiden RI terdahulu selalu jatuh dari kekuasaan, tak lama setelah berkunjung ke Mesir.
Dalam catatan sejarah, Soekarno dan Soeharto memang lengser dari kursi presiden, tak lama setelah mengunjungi Mesir.
Namun, pesan para kiai itu tidak direspons serius oleh Gus Dur.
"Kita dengar dan hormati nasihat para kiai itu ya, Pak Mahfud. Tapi saya rasional saja," kata Gus Dur kepada Mahfud.
Menurut Gus Dur, jika seorang presiden bisa jatuh dari kekuasaan setelah berkunjung ke Mesir, bagaimana pula dengan Hosni Mubarak yang menjabat sebagai Presiden Mesir.
"Tentunya Presiden Hosni Mubarak sudah lama jatuh. Nyatanya Mubarak yang malah tinggal di Mesir, tidak jatuh-jatuh, padahal sudah lama berkuasa," kata Gus Dur sambil tertawa saat itu.
Mahfud yang ikut tertawa dengan jawaban itu merasa apa yang disampaikan Gus Dur begitu rasional.
Meski disampaikan dengan guyonan, kata-kata Gus Dur jauh dari hal-hal gaib.
Faktanya, banyak kepala negara yang berkunjung ke Mesir, namun tetap berkuasa setelahnya.
Dengan demikian, kejatuhan Soekarno dan Soeharto tidak dapat dikaitkan dengan kunjungan mereka ke Mesir.
3. Tanah dan Bunga Makam Gus Dur Jadi Incaran Peziarah
Sebelum makam Alm KH Abdurrahman Wahid diberi pembatas pagar, para peziarah kerap bertingkah usil.
Ada yang mengambil sejumput tanah makam atau bunga yang ditabur di atas pusara makam Presiden ke-4 RI ini yang disemayamkan di komplek Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur.
TribunJatim.com mendatangi makam Gus Dur akhir pekan lalu.
Terpantau ratusan orang dengan penuh semangat dan khusyuk mendoakan Gus Dur dari sebuah pendopo berpagar yang langsung menghadap ke makam Gus Dur.
Gus Dur meninggal dunia pada 30 Desember 2009.
Sejak meninggal hingga saat ini, makam Gus Dur masih berupa gundukan tanah.
Di samping kanan-kiri makam, tanah dilapisi conblock agar tidak licin.
Kompleks pemakaman keluarga itu berukuran sekitar 400 meter persegi dan berjarak sekitar 300 meter dari Masjid Ulil Albab yang ada di dalam kompleks pesantren.
Selain makam Gus Dur, terdapat puluhan makam. Tiga makam terlihat dekat makam Gus Dur. Di antaranya makam kakek dan ayah Gus Dur, KH Hasyim Asyari dan KH Wahid Hasyim.
Posisi makam ini berurutan dari atas ke bawah. Sehingga lokasi makam Gus Dur tidak bersebelahan persis di kiri kanan makam kakek dan ayahnya.
Urutan paling atas adalah makam KH Hasyim Asyari.
Di papan nisan makam ini tertera tahun kelahiran pendiri Nadlatul Ulama itu yakni 1871 dan wafat tahun 1947.
Di bawah makam KH Hasyim Asyari adalah makam KH Wahid Hasyim yang lahir tahun 1914 dan wafat tahun 1953.
Setelah itu disusul di bawahnya makam Gus Dur.
Sebelum Gus Dur dimakamkan, peziarah bisa langsung mendekat ke lokasi makam kakek dan ayah Gus Dur. Begitu pula setelah Gus Dur dimakamkan, peziarah dulunya bisa mendekat langsung ke makam.
Pengurus Pondok dan Makam Teuku Azwani mengisahkan, ketika belum dipasang pagar pembatas, peziarah melakukan hal yang dianggapnya bisa membawa berkah yakni mengambil tanah atau bunga yang ditabur di atas makam Gus Dur.
"Sewaktu masih bisa langsung bisa pegang tanah makam, peziarah ada yang mengambil tanah makam. Ada yang secuil, segenggam dan ada yang sebakul," ujar Teuku Azwani, 7 Februari 2017 lalu.
Peziarah memercayai akan adanya rahmat dan hidayah jika membawa pulang tanah atau bunga dari makam Gus Dur.
Para pengurus Ponpes maupun makam sudah berulangkali mengingatkan bahwa pengambilan tanah dan bunga ini adalah musyrik.
Namun peringatan tersebut tetap saja tak diperhatikan dan pengambilan tanah terus berulang.
Alhasil, tanah makam lama-lama semakin berkurang. Pihak Ponpes Tebu Ireng dan pengelola makam, hampir setiap hari harus menambal tanah yang diambili peziara.
Lantaran tanah yang kerap diambili peziarah dan ditutup lagi oleh pengelola,kondisi makam jadi labil. Sehingga pernah terjadi sekitar Februari 2011, bagian makam Gus Dur ada yang amblas ke bawah lantaran tanah kerap diambili peziarah.
Sejak saat itulah, pihak Ponpes Tebu Ireng memutuskan agar peziarah diberi jarak dari makam agar tak lagi mengambil tanah atau bunga.
"Sampai sekarang ini masih ada yang meminta penjaga makam agar mengambilkan tanah dan bunganya," tambah Teuku Azwani yang sudah 14 tahun menjadi pengelola di Pesantren Tebu Ireng ini.
Agar peziarah bisa khusuk mendoakan alm Gus Dur, keluarga juga membangun mirip pendopo yang cukup besar dengan kapasitas ratusan orang.
"Sekarang pintu masuk peziarah ada sendiri dan pihak keluarga maupun pesantres juga ada pintu tersendiri. Jadi sejak tiga tahun lalu peziarah sudah tertib dan nyaman untuk berdoa," paparnya.
4. Lantunan Ayat Suci Alquran Tak Pernah Berhenti di Makam Gus Dur
Ratusan pria dan wanita terlihat khusyuk duduk bersimpuh tak jauh dari makam yang masih berupa gundukan tanah pada akhir pekan lalu.
Mereka tak henti-hentinya melantunkan ayat suci Alquran, baik itu hafalan maupun membaca Alquran yang sudah disiapkannya.
Begitulah suasana makam Alm KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang berada di komplek Pondok Pesantren Tebu Ireng, Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Jombang, Jawa Timur.
TribunJatim.com yang berada di lokasi makam sejak siang hingga malam menyaksikan, peziarah silih berganti datang untuk mendoakan dari dekat makam Presiden ke-4 Republik Indonesia (RI) ini.
Mereka datang dari berbagai penjuru nusantara dengan kendaraan pribadi maupun berombongan dengan menumpang bus.
"Dibuka secara umum pada pukul 08.00 sampai 16.00 WIB. Selanjutnya ditutup dan akan dibuka pukul 20.00 sampai 03.00 WIB. Ditutup sementara khusus untuk santri mengaji di makam," jelas Pengurus Pondok dan Makam Teuku Azwani kepada TribunJatim.com, 7 Februari 2017 lalu.
Biasanya, pada hari Senin-Jumat, jumlah peziarah mencapai 500 orang. Namun pada akhir pekan, jumlah peziarah mencapai ribuan orang.
Karena antusiasme peziarah begitu besar, mereka harus rela antre untuk mendoakan Alm Gus Dur.
Selain jam buka untuk umum, makam Gus Dur juga dibuka khusus untuk para santri Ponpes Tebu Ireng. Yakni di luar jam ziarah bagi warga umum, 16.00 - 20.00 dan 03.00-07.00 WIB.
Setiap hari, para santri Tebu Ireng juga silih berganti membaca ayat suci Al Quran di dekat makam Alm Gus Dur.
"Selain jam ziarah untuk umum, dibuka khusus santri ntuk melafalkan Alquran dan Yasin. Jadi 24 jam penuh ayat suci Al Quran dilantunkan di makam Alm Gus Dur," jelas Teuku Azwani.
Bahkan menurut Azwani mantan guide yang sudha hidup di pondok selama 14 tahun ini mengaku sudah mengantar tamu dari luar negeri.
"Menurut catatan saya ada sekitar 30 negara sudah mengunjungi makam Gus Dur. selain itu peziarah juga dari semua kepercayaan. warga keturunan Tionghua paling banyak mengunjungi setelah keturunan melayu yakni Indonesia," ucapnya.
5. Gus Dur siasati hukum kewajiban pertahankan rumah saat pengosongan Istana
Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur merupakan seorang pemimpin negara yang fenomenal.
Sosok dan pemikirannya tak pernah lekang oleh waktu.
Bahkan beberapa orang menyebut pemikiran Gus Dur melampaui zamannya.
Meski ada pula yang menyebut Gus Dur sebagai sosok yang 'nyeleneh'.
Ia memang kerap membuat kebijakan-kebijakan yang kontroversial semasa menjabat sebagai Presiden RI.
Misalnya, membubarkan Departemen Sosial dan Departemen Penerangan.
Mengusulkan dihapusnya TAP MPR tentang PKI.
Hingga pernah ingin mengeluarkan dekrit pembubaran parlemen.
Terlepas dari bijak atau tidaknya keputusan dan sikap Gus Dur, biarlah sejarah yang menilai.
Sebagai seorang pemimpin negara, sosoknya tetap pantas untuk dihormati oleh generasi penerus.
Dari garis keturunan, Gus Dur memang bukan terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja.
Ia merupakan cucu dari Hasyim Asyari, pendiri organisasi masyarakat terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama yang disingkat NU.
Gus Dur juga anak dari Menteri Agama dan Menteri Negara di era awal kemerdekaan, Wahid Hasyim.
Ayah dan kakek Gus Dur tercatat sebagai pahlawan nasional.
Mereka adalah sosok agamawan sekaligus negarawan yang mencurahkan pikiran dan tenaganya untuk bangsa Indonesia.
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, Gus Dur pun melenggang menjadi Presiden RI pasca tumbangnya rezim Orde Baru.
Gus Dur merupakan presiden pertama yang berasal dari kalangan ulama atau kiai.
Namun dalam perjalanannya memimpin Indonesia, Gus Dur memilih mundur di tengah jalan.
Ia tak bisa merampungkan masa kepemimpinannya.
Selanjutnya, posisi Gus Dur diisi oleh Megawati Soekarno Putri yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden RI.
Mundurnya Gus Dur dari kursi presiden tak lepas dari kondisi perpolitikan saat itu.
Sebagaimana kita tahu, dalam politik, benar dan salah itu relatif. Juga tidak hitam putih sebagaimana yang tertera dalam buku-buku sejarah.
Namun fakta sejarah mengatakan jika Gus Dur kalah dalam pertarungan politik.
Alih-alih menghindari adanya perang saudara antara massa yang pro dan kontra, Gus Dur memilih mengundurkan diri dari jabatannya.
Sebagaimana istilah 'begitu saja kok repot' yang kerap dilontarkan, Gus Dur merasa tidak ada jabatan di dunia ini yang harus dipertahankan mati-matian.
Ia pun legowo meninggalkan Istana Negara yang menjadi rumah bagi Presiden RI.
Dilansir dari Tribun Solo, 6 November 2018 lalu, ada kisah 'menarik' dari keluarnya Gus Dur dari istana.
Gus Dur menolak untuk menjadikan pelengseran itu sebagai tragedi personal.
Dalam sebuah acara, Gus Dur pernah bercerita kepada Luhut Pandjaitan.
Dikatakan oleh Gus Dur, hukum Islam mengatur bahwa seseorang harus melawan jika diusir dari rumahnya.
Bahkan diperbolehkan melakukan tindakan kekerasan untuk mempertahankan rumah.
Namun karena tak ingin mengambil jalan kekerasan, Gus Dur meminta bantuan Luhut untuk mengurus surat perintah pengosongan Istana Negara dari kantor Kelurahan Gambir karena Istana Negara berdomisili di Kelurahan Gambir, Jakarta Pusat.
Karena surat pengosongan dari Kelurahan Gambir (selaku pemerintah setempat yang sah), maka Gus Dur tak perlu melawan saat ia keluar dari istana.
Artinya, kewajiban untuk mempertahankan 'rumah' pun gugur.