Kisah Hidup Soesalit, Putra Tunggal Kartini, Yatim Piatu dari Kecil dan Tak Seterkenal Nama Sang Ibu
Menilik kisah hidup Soesalit, putra tunggal Kartini, yatim piatu dari kecil dan tak seterkenal nama sang ibu.
Soesalit kemudian memilih keluar dari PID setelah Jepang masuk ke Indonesia.
Sekeluarnya dari PID, Soesalit bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA).

Memasuki Masa Revolusi, nampaknya Soesalit tetap mengabdikan hidupnya pada kemiliteran.
Zaman Agresi Militer Belanda II, Soesalit ditugaskan untuk bergerilya di sekitar lereng Gunung Sumbing, Jawa Tengah.
Sejarawan Hendri F Isnaeni menjelaskan, selama perang kemerdekaan, putra Kartini itu menjadi panglima di Divisi III Diponegoro yang membawahi Jawa Tengah bagian Barat.
”Dia memegang kendali divisi dari 1946-1948."
"Dia dikenal sebagai jenderal kerakyatan dan mengidolakan Jenderal Chu Teh (Mandarin Zhu De) dari Tentara Pembebasan Rakyat yang menjadi panglima melawan Jepang di China semasa perang China-Jepang,” ujar Hendri, dikutip dari Kompas.com.
Meski demikian, ternyata jenjang karier militernya tidak terlalu beruntung.
Soesalit bahkan diturunkan pangkatnya menjadi Kolonel dari Jenderal Mayor saat itu.
• Peringati Hari Kartini 21 April, Berikut 10 Kumpulan Kutipan Kartini yang Bisa Memotivasi Kaum Hawa
Tahun 1948 saat berkobarnya peristiwa Madiun, Soesalit mulai bernasib apes.
Soesalit menjadi tahanan rumah dan pangkatnya semakin diturunkan.
Hal ini lantaran saat itu pasukan komunis tengah memberontak.
Ada sebuah dokumen yang menunjukkan nama Soesalit untuk menjadi sasaran pemerintah.
Tak punya tanda bintang lagi, Soesalit akhirnya menjabat di Kementerian Perhubungan.
Semasa sisa hidupnya, Soesalit begitu sederhana dan tidak ingin terlalu bersembunyi di balik nama besar ibunya.