Angka Kematian Bayi di Surabaya Capai 80%, RS Soewandhie Luncurkan Ambulance NETS
Tingginya angka kematian bayi di Surabaya, menurut dr. Radix Hadriyanto, Sp.A, dokter spesialis anak Rumah Sakit (RS) Dr. Mohamad Soewandhie ada di an
Penulis: Delya Octovie | Editor: Anugrah Fitra Nurani
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Tingginya angka kematian bayi di Surabaya, menurut dr. Radix Hadriyanto, Sp.A, dokter spesialis anak Rumah Sakit (RS) Dr. Mohamad Soewandhie ada di angka yang memprihatinkan.
Menurut data Dinas Kesehatan Kota Surabaya, jumlah kematian bayi di Surabaya untuk usia 0-7 hari sebesar 80%.
Kebanyakan disebabkan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan asfiksia.
Sebagai upaya menekan jumlah ini, Radix mengusulkan pengadaan ambulance khusus bayi, lengkap dengan alat-alat dan tenaga medis khusus, yang diberi nama Neonatal Emergency Transport Services (NETS).
Di dalamnya, terdapat alat bantu napas biasa serta mesin, monitor, inkubator, pacu jantung, dan lain-lain.
"Kami siapkan ambulance untuk memberi pertolongan bayi-bayi yang lahir dengan berat badan rendah, punya gangguan pernapasan, dan lain-lain," tutur drg. Rince Pangalila, Wakil Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan RS Dr. Mohamad Soewandhie, Senin (13/5/2019).
NETS sebenarnya telah hadir sejak tahun 2017 dengan adanya anggaran dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Saat ini, hanya ada satu unit NETS di RS Dr. Mohamad Soewandhie.
Alurnya, ketika ada bayi yang baru lahir di tempat layanan kesehatan seperti puskesmas dan butuh perawatan lebih, yang menangani bisa telepon RS Dr. Mohamad Soewandhie untuk minta bantuan NETS.
Bila NICU RS Dr. Mohamad Soewandhie penuh, bayi akan dirujuk ke RS lain yang memiliki NICU
Kapasitas NICU level dua RS Dr. Mohamad Soewandhie adalah 16 bayi, level tiga bila penuh bisa sampai 12 bayi, sedangkan untuk rawat gabung cukup 15 bayi.
"Kalau di RS kami ada tempat bagi bayi tersebut di NICU (Neonatal Intensive Care Unit ), kami bisa rujuk langsung ke RS kami. Tetapi kalau NICU kami penuh, kami bisa antar ke RS lain yang punya NICU. Yang bagian memutuskan ke RS mana adalah pihak pertama," jelas Radix.
(Bayi dengan Nama Unik di Pasuruan, Perpaduan Nama Jokowi-Maruf Amin, Begini Harapan Orang Tua Bayi)
Petugas medis di puskesmas yang pertama menangani bayi pun memiliki tugas, yakni menstabilisasi kondisi bayi.
Radix mengatakan, dalam menangani bayi yang lahir tidak sehat, satu jam pertama merupakan periode emas alias saat-saat terpenting untuk melakukan tindakan pada bayi.
"Jadi kalau telepon kami tapi bayi sudah keadaan mau tewas, ya tidak bisa, percuma kami datang. Jadi di tempat bayi itu berada sudah harus distabilisasi. Tim medisnya harus mengerti, ada pelajarannya resusitasi neonatus, itu sudah diajarkan Dinkes ke RS maupun puskesmas di Surabaya. Harusnya sebelum dijemput, bayi-bayi sudah resusitasi, stabilisasi," paparnya.
NETS menyediakan inkubator transport yang bisa menjaga suhu bayi.
Faktor suhu ini sangat penting menurut Radix, karena kematian bayi terbesar dikarenakan hipotermia.
Biaya penggunaan NETS, kata Radix, tergantung pada banyaknya fasilitas yang dilakukan.
Untuk penanganan komplit, biaya mencapai Rp 2.750.000, bisa menggunakan BPJS.
Tetapi bila tidak membutuhkan banyak tindakan dan penggunaan fasilitas, biaya akan jauh di bawah itu.
"Kalau penanganan komplit misal masuk ambulance pasang infus, tindakan-tindakan, lalu oksigen pakai mesin, itu tentu lebih mahal. Tapi jika di puskesmas sudah di infus, keadaan bayi juga baik-baik saja, ya murah," tambahnya.
Ada dua petugas yang dipusatkan di Unit Gawat Darurat (UGD), yang akan menangani bayi di dalam ambulance, yakni satu dokter dan satu perawat atau bidan.
Bila kondisi bayi membutuhkan perawatan lebih intensif, perawat NICU bisa ikut turun lapangan.
Reporter: Surya/Delya Oktovie