Jadi Bujang Banong Pertunjukan Reog, Pria Blitar Ini Puas Jika Penonton Tertawa
dalah Sauri (60), bapak dua anak dengan dua cucu, yang tinggal di Dusun Ngaglek, Desa Ngreco, Kecamatan Selorejo.
Penulis: Imam Taufiq | Editor: Yoni Iskandar
Karena itu, ia harus memikirkan nasibnya karena sudah punya keluarga, yang harus dihidupi. Untuk teman-temannya, sebagian masih bertahan. Di antara, berpindah jadi pemukul alat kesenian seperti kendang, atau saron. Namun, mereka bukan tergabung di ludruk lagi melainkan di wayang.
"Lah, saya nggak sabar karena job-nya tak menentu, sehingga mencoba otak-atik, untuk membuat topeng. Bersamaan itu, ada teman dari Ponorogo yang menawari untuk minta dibuatkan topeng Banong. Bak gayung bersambut, kami mulai menekuninya," paparnya.
Akhirnya, lama kelamaan banyak penjual mainan anak-anak, memesannya. Entah dari mana mereka mengetahuinya, para pedagang mainan anak-anak itu datang ke rumahnya, dan memesan untuk dibuatkan topeng Banong.
"Lama kelamaan itu, itu bisa jadi mata pencaharian kami sehingga kian kami tekuni hingga sekarang. Bahkan, saat ini, kami sudah melayani permintaan ke luar kota, seperti ke kota-kota wisata. Di antaranya, ke Batu (Kota Malang), dan Ponorogo, Tulungagung," ujarnya.
Soal omsetnya, Sauri mengaku tak enak menceritakan. Cuma, katanya, setiap pekan, minimal dirinya mampu memasarkan 15 topeng.
"Ya, dibuat cukup ya cukup, kalau buat mencukupi keluarga. Asal dapur tetap ngepul," paparnya.
Dibandingkan dengan topeng Banong pada umumnya, Sauri menjamin buatannya lebih bagus. Sebab, ia tak hanya memburu untung, namun juga menjaga kualitas. Misalnya, corak catnya punya khas khusus, yang membedakan dengan topeng buatan pengrajin lain. Sebab, ia berusaha topeng buatannya harus menyerupai aslinya.
Misalnya, hidung harus berwarna kemerah-merahan. Sebab, ada buatan pengrajin lain, cat hidungnya warna hitam. Rambutnya pun, ia harus dipertahankan dengan bulu asli (dari bulu sapi), bukan bulu mainan, yang seperti dijual di pasaran.
"Makanya, topeng buatan saya, selalu diburu orang meski harganya sedikit agak mahal karena catnya juga bertahan lama atau tak mudah mengelupas walaupun sering kena benturan." pungkasnya.
Ia berharap, agar kerajinan yang ditekuni ini ada perhatian dari pemerintah setempat. Sebab, mulai dirinya menekuni profesi ini (sejak tahun 2000) hingga sekarang, belum pernah didatangi atau dibantu pemasaran oleh pemerintah setempat. Apalagi, mendapatkan binaan atau bantuan modal, katanya, tak pernah sama sekali.
"Kami ini kan menguri-uri (melestarikan) kesenian nenek moyang kami, namun kenapa kok nggak ada perhatian dari pemerintah. Semestinya, kan pemerintah itu senang, karena kami ikut memperkenalkan kesenian daerah," ujarnya.
Apa yang membuatnya bangga, menurutnya, ada pertunjukkan reog atau kesenian tradisional serupa lainnya, kalau ada sosok Bujang Banong yang mengenakan topeng buatannya. Apalagi, si pemerannya itu lucu, luwes, dan bisa membikin penontonnya ketawa hingga terpingkal.
"Ya, senang karena kami nggak sia-sia membikinnya. Sebab, kami berhasil menghibur dan membikin ketawa masyarakat, itu kesenangan yang tiada arti," pungkasnya.(Imam taufiq/TribunJatim.com).