Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Biodata Lengkap Benny Wenda, Sosok yang Disebut Moeldoko Jadi Otak Kerusuhan Papua, Pernah Ditangkap

Biodata Lengkap Benny Wenda, Sosok yang Disebut Moeldoko Jadi Otak Kerusuhan Papua, Pernah Ditangkap

Penulis: Januar AS | Editor: Sudarma Adi
jubi.co.id
Biodata Lengkap Benny Wenda, Sosok yang Disebut Moeldoko Jadi Otak Kerusuhan Papua, Pernah Ditangkap 

Biodata Lengkap Benny Wenda, Sosok yang Disebut Moeldoko Jadi Otak Kerusuhan Papua, Pernah Ditangkap

TRIBUNNEWS.COM - Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko pernah menuding Benny Wenda berada di balik kerusuhan di Papua.

Di sisi lain, Pemerintah RI mendeportasi sejumlah Warga Negara Asing (WNA) yang ikut dalam aksi demonstrasi di Papua.

Sementara, Mabes Polri mempertanyakan data jumlah korban tewas dalam kerusuhan di Kabupaten Deiyai versi aktivis yang menyebut sebanyak tujuh orang tewas.

Masyarakat Melanesia Geruduk Grahadi, Tuntut Pemprov Jatim Konsisten Perhatikan Warga Papua

Berikut rangkuman berita terkini Papua dihimpun Tribunnews.com, Senin (2/9/2019):

1. Moeldoko Tuding Benny Wenda Jadi Otak Kerusuhan Papua.

Moeldoko menuding Benny Wenda menjadi dalang kerusuhan di Papua.

Pernyataan Moeldoko disampaikan di kantornya Gedung Bina Graha Jakarta, Senin (2/9/2019).

Jadi Tersangka, Korlap Massa Kepung Mahasiswa Papua Surabaya Yakin Tak Melakukan Diskriminasi

"Ya jelas toh. Jelas Benny Wenda itu. Dia mobilisasi diplomatik, mobilisasi informasi yang missed, yang enggak benar. Itu yang dia lakukan di Australia, di Inggris," ujar Moeldoko sebagaimana dikutip Kompas.com.

Moeldoko menilai apa yang dilakukan Benny Wenda merupakan strategi politik.

Karena itu, pemerintah juga menanganinya secara politis.

LIVE FB: Keluarga Besar Masyarakat Indonesia Timur Lakukan Aksi Sejuta Tanda Tangan untuk Papua NKRI

Akan tetapi, Moeldoko mengatakan, pemerintah telah menempuh berbagai langkah untuk mengatasi persoalan keamanan di Papua dan Papua Barat.

Satu cara yang dilakukan tentunya termasuk diplomasi.

"Itulah, seperti diplomasi. Pastilah dilakukan," ujar Moeldoko lagi.

Dugaan adanya pihak asing dalam kerusuhan di Papua juga diungkap Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada Minggu (1/9/2019) kemarin.

Berdasarkan informasi dari intelijen, Tito menyebut kelompok yang berupaya melakukan kerusuhan memiliki hubungan dengan pihak asing atau jaringan internasional.

"Ada, ada (keterlibatan pihak asing). Kita tahulah kelompok-kelompok ini ada hubungannya dengan network di internasional," ujar Tito, pasca HUT Polwan ke-71, di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Minggu (1/9/2019).

Meski demikian, mantan Kapolda Metro Jaya itu tidak menjelaskan secara detail siapa pihak asing yang dimaksud dan peran yang bersangkutan dalam kerusuhan tersebut.

2. Sosok Benny Wenda

Disebut-sebut sebagai dalang kerusuhan di Papua, lantas siapakah Benny Wenda?

Benny Wenda lahir di Lembah Baliem dan menghabiskan masa mudanya di sebuah desa terpencil di kawasan Papua Barat.

Bersama keluarganya, Benny hidup dari bercocok tanam.

Saat menjalani masa mudanya, Benny Wenda menyebutkan kehidupannya ketika itu begitu tenang.

Hal itu ditulis Benny Wenda di situs resminya.

Saat ini, Benny diketahui menjabat sebagai Ketua The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Ia mengupayakan pembebasan Papua secara damai, tanpa kekerasan.

Dalam upayanya membebaskan Papua, Benny Wenda membangun lembaga politik internasional, yakni Parlemen Internasional untuk Papua Barat atau International Parliament for West Papua (IPWP).

Juga sebuah lembaga hukum internasional bernama International Lawyers for West Papua (ILMWP) yang beranggotakan pengacara-pengacara handal dari seluruh dunia.

Dikutip dari situs Benny Wenda, ia pernah ditangkap pada 6 Juni 2002 di Jayapura terkait upayanya membebaskan Papua Barat.

Ia dijatuhi hukuman 25 tahun penjara.

Namun, pada 27 Oktober 2002 Benny Wenda berhasil melarikan diri atas bantuan aktivis kemerdekaan Papua Barat.

Benny Wenda bersama keluraganya kemudian diselundupkan di perbatasan menuju Papua Nugini.

Ia saat ini diketahui menetap di Oxford, Inggris.

Pada Juli 2019 lalu, Kementerian Luar Negeri sempat mengecam pemberian penghargaan pada Benny Wenda.

Dilansir Kompas.com, Benny Wenda mendapatkan penghargaan dari Dewan Kota Oxford.

"Indonesia mengecam keras pemberian award oleh Dewan Kota Oxford kepada seseorang bernama Benny Wenda, pegiat separatisme Papua yang memiliki rekam jejak kriminal di Papua," tulis Kemenlu dalam keterangan tertulis tersebut.

Pemerintah Indonesia menulai Dewan Kota Oxford tak memahami rekam jejak Benny Wenda yang terlibat dalam permasalahan separatisme di Papua.

Meski begitu, pemerintah Indonesia meyakini pemberian penghargaan tersebut tidak berhubungan dengan sikap pemerintah Inggris terhadap Indonesia.

"Indonesia menghargai sikap tegas Pemerintah Inggris yang konsisten dalam mendukung penuh kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia dan karenanya sikap Dewan Kota Oxford tidak punya makna apapun," jelas Kemenlu.

"Posisi Indonesia terhadap kelompok separatisme akan tetap tegas. Indonesia tidak akan mundur satu inci pun untuk tegakkan NKRI," lanjut Kemenlu.

Benny Wenda menerima penghargaan Freedom of the City dari Dewan Kota Oxford pada 17 Juli 2019 lalu.

Momen tersebut ia unggah di akun Twitter resminya pada 18 Juli 2019.

Pada 2013 lalu, Benny Wenda pernah menjadi pembicara TEDxSydney yang digelar di Sydney Opera House Concert Hall.

Benny diundang menjadi pembicara TED bersama Jennifer Robinson yang merupakan pengacara Hak Asasi Manusia (HAM).

Dikutip dari tedxsydney.com, dalam acara tersebut Jennifer dan Benny Wenda menceritakan soal kehidupan Benny.

Juga tentang upaya Benny Wenda membebaskan Papua Barat.

Benny Wenda mendirikan kampanye pembebasan Papua Barat pada 2004 silam di Oxford, Inggris.

Mengutip dari situs resmi Free West Papua, markas kantor kampanye pembebasan Papua Barat juga ada di Belanda, Papua Nugini, dan Australia.

Tujuan dari adanya kampanye ini adalah untuk memberikan kebebasan pada masyarakat Papua Barat untuk memilih sendiri jalan mereka melalui referendum yang adil dan transparan.

3. Mabes Polri Pertanyakan Data 7 Korban Tewas

Mabes Polri menegaskan adanya pemberitaan yang menyebut tujuh warga sipil Papua menjadi korban dalam demonstrasi rusuh beberapa waktu lalu tidak benar.

Hal ini disampaikan langsung oleh Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo, Senin (2/9/2019) di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta.

"Saya sudah konfirmasi langsung ke Polda Papua, info itu tidak benar. Yang sudah terupdate ada dua warga sipil meninggal, satu anggota TNI gugur dan tiga anggota Polri terluka serta dua anggota TNI terluka. Itu masih kami update semuanya," tutur Dedi.

Menyoal beredarkan informasi tujuh hingga delapan warga sipil Papua yang tewas, jenderal bintang satu ini malah mempertanyakan dari mana sumbernya.

Pasalnya anggota di lapangan terus melakukan pendataan dan hasilnya tidak ada tujuh maupun delapan warga sipil Papua yang tewas.

Adapun data tujuh korban tewas ini satu di antaranya diungkap oleh aktivis Veronica Koman di akun Twitter-nya.

Koman mengunggah data 7 korban tewas beserta inisial mereka.

4. Empat WNA Dideportasi

Empat WNA yang diketahui terlibat dalam demonstrasi di Papua dideportasi.

Keempat WNA itu yakni BT, DCM, HDJ, CRI.

Mereka merupakan WNA asal Australia.

WNA tersebut masuk Wilayah Indonesia tanggal 10 Agustus 2019 melalui TPI Pelabuhan Sorong dengan kapal yacht Valkyrie.

Pada hari Selasa, tanggal 27 Agustus 2019, pihak BAIS TNI dan Intelijen Polri menyampaikan informasi kepada Kanim Sorong, terdapat Orang Asing yang ikut demonstrasi dan mengibarkan bendera Bintang Kejora.

Petugas Kanim Sorong beserta aparat Intelijen TNI dan Polri kemudian membuntuti 3 (tiga) WNA tersebut, dan setelah situasi aman dilakukan investigasi dan pemeriksaan dokumen.

Pihak Kepolisian kemudian membawa 3 (tiga) WNA Australia tersebut ke Polresta Sorong untuk dilakukan pengamanan.

Esok harinya, hari Rabu, tanggal 28 Agustus 2019, Kanim Sorong dan pihak intelijen setempat mendatangi kapal yacht Valkyrie di Pelabuhan Tanpagaram, Kota Sorong dan mengamankan 1 (satu) WNA Australia lainnya yang ternyata juga ikut serta pada demonstrasi di hari yang sama.

Empat Orang Asing tersebut kemudian dibawa ke Kanim Sorong untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Setelah melakukan serangkaian proses pemeriksaan, Kanim Sorong pada hari ini, Senin (2/9/2019) kemudian melaksanakan TAK berupa deportasi kepada WNA tersebut keluar Wilayah Indonesia kembali ke negaranya, Australia.

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved