Sosok Inspiratif
Kisah Putri Tukang Becak Raih Gelar Doktor di Usia 27 Tahun, Diperebutkan Perusahaan Malah Menolak
Keterbatasan ekonomi bukan menjadi penghalang bagi Lailatul Qomariyah, putri pengayuh becak yang menempuh pendidikan hingga bergelar doktor.
Penulis: Nur Ika Anisa | Editor: Melia Luthfi Husnika
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Nur Ika Anisa
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Keterbatasan ekonomi bukan menjadi penghalang bagi Lailatul Qomariyah, putri pengayuh becak yang menempuh pendidikan hingga bergelar doktor.
Di usia 27 tahun, Mahasiswi Teknik Kimia ITS Surabaya ini dinobatkan sebagai Doktor Muda.
Di tengah keterbatasan ekonomi keluarganya, Laila berupaya memenuhi biaya pendidikan dan berjuang hidup di Surabaya.
• Cerita Lailatul Qomariyah, Putri Tukang Becak yang Sabet Gelar Doktor ITS di Usia 27 Tahun
Dana beasiswa bidikmisi, Rp 600 ribu persemester, ia gunakan untuk mencukupi biaya kebutuhan kuliah.
Sementara untuk kebutuhan hidup, Laila harus menyibukan diri di tengah belajarnya untuk mengajar orang lain. Laila membuka kursus private.
"Uang pasti tidak bisa buat beli aneh-aneh, hanya kebutuhan dan biaya buku. Kalau ingin beli baju, ngajar (kursus) harus ekstra. Saya tidak ingin minta orang tua," kata Laila di ITS, Kamis (12/9/2019).
Sejak kuliah, Laila tidak meminta uang dari keluarganya. Dia merasa, keluarganya juga berjuang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah kedua adiknya.
"Buat mereka saja kadang buat makan kurang. Saya harus tahu diri, kalau mau kuliah di Surabaya itu resikonya. Saya tahu bapak saya sudah berusaha," kata dia.
• 16 Mahasiswa Penerima Beasiswa Bidikmisi di Universitas Airlangga Dilantik Jadi Dokter Muda
Satu minggu dua kali mengajar private, dirasakan Laila cukup untuk menambah penghasilan selama berjuang kuliah dan hidup di Kota Besar Surabaya.
Perjalanan perkuliahan mengantarkan Laila ke jenjang lebih tinggi. Dia melanjutkan doktor melalui Program Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU).
"PMDSU promotornya ditentukan dikti, seleksi dari kampus. IPK saya S1 3.7 IPK. Proses kesulitannya waktu jenjang S1 tapi lanjut Doktor sudah terbantu beasiswa, sudah enak," kata Laila.
Kedepan, Laila berencana mengabdi di ITS Surabaya untuk lowongan dosen meski beberapa perusahaan-perusahaan menawarkan peluang karirnya.
"Jadi dosen itu sudah keinginan dari dulu, mengajar karena kita bisa mengamalkan ilmu," tutup Laila.